Kamis, 27 Februari 2014

Waspadai Dehumanisasi dalam Nagari Mekar (Terbelah)

(Bagian 1 dari 5 tulisan)

OLEH Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo
Ketua V LKAAM Sumatera Barat
Yulizal Yunus
Kebijakan “kembali ke nagari” sebagai strategi pelaksanaan otonomi daerah di Sumatera Barat mengundang pembicaraan hangat publik. Tidak saja pasalnya disebut-sebut implementasinya setengah hati, bahkan disebut sebagai “lebih parah”, paradoksal dan dehumanisasi. Parodoksal, teramati, dulu ketika pemerintahan desa melaksanakan UU 5/1979 dan Perda Sumar No.13/ 1983, nagari tidak pecah dan kelembagaan adat esksis, sekarang di era otonomi daerah melaksanakan UU 22/ 1999 diganti dengan UU 32/ 2004 plus UU 08/2005 dan Perda 09/2000 direvisi Perda 02/2007, justru nagari lama menjadi pecah dan dibagi dalam beberapa nagari disebut dengan istilah pemekaran. Dehumanisasi, teramati, niat pemekaran nagari hendak memudahkan urusan dan pelayanan warga, justru menghadang bahaya besar, ibarat meninggalkan bom waktu untuk anak cucu di nagari dan bisa meledak 5-10 tahun yang akan datang.

[Sekali-lagi] tentang Kesederhanaan

OLEH Deddy Arsya
probohindarto.wordpress.com
Pada suatu masa ketika Islam telah menjadi sebuah negara-kota, kekayaan berlimpah ke kas negara akibat penaklukan kota-kota kaya Persia dan Byzantium. Pada ketika itu, beberapa amir kaum muslim, para gubernur baru daerah taklukan, perlahan-lahan mulai menjadi tambun, kelebihan berat badan. Di sisi ini, Umar si khalifah, yang praktis dan taat, mulai merasa cemas, merasa pesan-pesan rasul telah disalah-artikan penerus-penerusnya. Dia lantas berniat menghentikan gerak penaklukan yang sedang begitu bersemangat itu.

Rabu, 12 Februari 2014

Dua Otokritik tentang Melayu



OLEH Deddy Arsya
“Melayu mati karena pangkat—karena jabatan!” kata Hamka dalam sebuah ceramahnya, mungkin di tahun 1970an, ketika dia dengan rutin mengisi pengajian di RRI dan TVRI. Saya hanya punya rekaman audionya, dan tak ada penanda tahun di situ.
Hamka barangkali tidak membaca Orientalism karya Edwar Said yang terkenal itu. Sebuah telaah kritis terhadap kecendrungan ilmuwan barat dalam menilai timur; kritik keras atas kerja para orientalis yang melakukan ‘generalisasi’ atas watak kultural masyarakat yang ditelitinya. Menurut Said, upaya ‘pengidentifikasian tabiat’ dilakukan para ilmuwan Eropa terhadap timur jajahan, yang pada akhirnya melahirkan generalisasi yang bias atas watak kultur masyarakat itu.

Api di Tangan Haji Miskin

OLEH Deddy Arsya
Alumnus Sejarah Islam IAIN Imam Bonjol Padang. Magister Ilmu Sejarah Unand
Haji Miskin telah lama mati, tetapi namanya di sini seperti abadi. Saya mengunjungi kuburnya di Pandai Sikek. Jalan setapak licin dengan tangga-tangga setengah berlumut. Di ujungnya, masa silam terbungkuk-bungkuk menyumbulkan diri: sebuah makam dari abad ke-19 berdiri. 
Panjangnya hampir lima meter, dipagari pagar besi. Nisan makam itu, sebuah batu pipih setinggi hampir satu meter dengan lebar tigapuluhan senti dan sebuah pokok pohon dengan diameter hampir sama tetapi memiliki tinggi dua kali itu. Tidak ada nama, keterangan kematian, atau informasi apa pun pada kedua nisan itu. Tetapi, sebuah plang di pinggir makam tertulis: Situs Cagar Budaya Makam Haji Miskin.

Selasa, 11 Februari 2014

Apa Kabar Sastra Indonesia?

OLEH Fadlillah Malin Sutan
Apa Kabar?
Sebuah sapaan yang ramah, bersahabat dan umum, “Apa kabar sastra Indonesia?” Pada sisi lain, seakan sudah lama tidak berjumpa, atau sesaat, satu waktu kita bertemu, tidak lagi dekat, tidak lagi akrab, sehingga kita ingin tahu kabar beritanya. Seandainya sastra Indonesia itu adalah orang maka tentu ia akan menjawab; “Baik-baik saja” atau dia menjawab, “Waduh, aku sedang sakit perut”.

Senin, 10 Februari 2014

Sambah Manyambah dalam Upacara Adaik Minang



OLEH Musra Dahrizal Katik Jo Mangkuto
Ninik mamak (Sumber: www.rangtalu.net)
Kaganti siriah nan sakapuah, umpamo rokok nan sabatang, panuruik dunsanak bakuliliang, dek kito sarik basuo. Nan naiak di dalam hati, tacinto bajawek tangan, jo diri dunsanak nan basamo, kok untuang ka jadi sitawa jo sidingin, tulisan nan ambo buek ko. Sabab kan ba‘a dek baitu, aluran badan diri ambo, tantangan tulih-manulih, aka singkek pandapek kurang, ilimu di Tuhan tasimpannyo.
Tapi sapantangpun baitu, dek ujuik manantang bana, jan kalah sabalun parang, dipabulek kayu panggali, indak nan labiah dari puntuang, dipabulek hati nurani, indak nan labiah dari untuang, walau ka angok-angok ikan, bogo ka nyawo-nyawo patuang, patah kapak batungkek paruah, namun nan naiak dalam hati, mungkasuik tatap basampaian, dicubo juo bagulambek.

Optimis Menatap Pariwisata




OLEH DR Abdullah Rudolf Smit CTM CHt-IBH
Praktisi Pariwisata
Pada akhir setiap tahun berbagai lembaga maupun pribadi melakukan evaluasi terhadap tahun yang berlalu dan perencanaan untuk tahun yang akan datang. Termasuk kepariwisataan di Sumatera Barat. Tulisan ini mencoba melihat hal demikian.
Pariwisata sampai saat ini belum dianggap oleh pemerintah sebagai suatu industri, meskipun para pelaku sering menggunakan istilah ‘industri pariwisata’. Perbedaan paradigma ini saja menimbulkan berbagai permasalahan dalam pengelolaan usaha-usaha pariwisata secara nasional.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...