Minggu, 05 Februari 2023

Rumah Gadang, Benteng Terakhir Minangkabau Menunggu Pupus

Laporan Nasrul Azwar, Eko Yanche Edrie, Rahmat Alfi Denas

Rumah gadang basa batuah// Tiang banamo kato hakikat// Pintunyo banamo dalil kiasan//Banduanyo sambah-manyambah//Bajanjang naik batanggo turun//Dindiangnyo panutuik malu//Biliak­nyo aluang bunian

mantagisme.comTamsil atau ungkapan di atas mengemban filosofis yang dalam dan sarat makna. Paling tidak, dalam pengertian denotasi rumah gadang bukan semata karena bentuk fisiknya yang besar (gadang) tetapi lebih jauh pada fungsinya yang besar atau gadang dalam tatanan kebudayaan Minangkabau.

Rumah gadang merupakan karya fisik masyarakat Minangkabau paling agung. Rumah tersebut dibangun dengan ukuran dan bentuk tersendiri yang mengandung nilai filosofis dan nilai-nilai adat dan budaya Minangkabau. Para budayawan mengatakan, rumah gadang merupakan benteng terakhir Minangkabau. Jika lenyap, maka eksistensi Minangkabau berpotensi hilang pula.

Minggu, 15 Januari 2023

Makmur Hendrik, Pandeka dalam Fiksi dan Realitas





OLEH Ka’bati (Perempuan Jurnalis)

mantagisme.com--Banyak gelar yang bisa disematkan pada diri Makmur Hendrik. Namun cara paling cepat untuk mengingatnya adalah lewat novel-novel silat yang dia tulis: Tikam Samurai (1982) dan Giring-Girngi Perak (1983). Lewat karya fiksinya ini, nama Makmur Hendrik seolah abadi di ingatan kolektif masyarakat Indonesia. Si Bungsu, tokoh dalam novel tersebut menjadi inspirasi bagi kaum muda untuk kembali mencintai olah raga bela diri, silat. Siapa Makmur Hendrik sebenarnya?

Sabtu, 01 Mei 2021

Minangkabau Setelah Berotonomi

TANGGAPAN ATAS TULISAN AGUS TAHER


OLEH  Gamawan Fauzi (Mantan Menteri Dalam Negeri)

Membaca tulisan bapak Dr. Agus Taher, menstimulus ingatan saya tentang beberapa buku yang pernah saya baca. Ingatan itu sekaligus membuat saya merenung tentang Sumatera Barat, ranah tempat saya lahir, dibesarkan dan mudah mudahan juga tempat menutup mata.

Tahun 1957 lalu Sumatera Barat dan beberapa daerah lain di Indonesia protes kepada Pemerintah Pusat. protes itu akhirnya berujung kepada suatu gerakan yang disebut PRRI. Salah satu dari 3 tuntutan Sumatera Barat kala itu adalah otonomi daerah, karena "pusat" dipandang sangat sentralistik.

Kamis, 01 April 2021

“GLOBAL PARADOX”, Salapiak Lain Rasian-nya Anak Bangsa

OLEH Agus Taher (Budayawan)


“Pak Agus, makin hari, makin tapikia dek ambo isi buku Global Paradox. Makin lamo, makin taraso, kito salapiak lain rasian” (Gamawan Fauzi)

 

Itu isi WhatsApp (WA)  Pak Gamawan Fauzi (GF) pada saya, tanggal 1 Februari 2019. Memang, sejak Januari 2017, kami saling berbincang, mulai dari aspek musik, ranah Minang, hingga politik.

Saya betul-betul menikmati WA ria ini, karena Pak GF saya posisikan sebagai guru untuk mengasah naluri politik saya dalam mencermati kehidupan berbangsa. Dan tulisan ini, merupakan cuplikan WA saya pada mantan Mendagri Sipil pertama ini.

Kamis, 25 Maret 2021

Pro-Kontra Pemekaran Nagari Era Otoda Kembali ke Nagari

(Bagian 5 dari 5 tulisan-Habis)

OLEH  Yulizal Yunus Datuak Rajo Bagindo

Dari perspektif nagari di Minangkabau dan sistem pemerintahannya, sebenarnya pemekaran nagari dalam pengertian sekarang di era otoda - reformasi, ada yang boleh boleh dan ada yang tidak.

Nagari Era Pemerintahan Desa dan Reformasi, Antara Lupa Janji dan Terbelah

Bagian 4 dari 5 Tulisan

OLEH  Yulizal Yunus Datuak Rajo Bagindo

Nagari ketika berubah menjadi Desa tidak terpecah malah kukuh menjadi satu kesatuan wilayah adat. Ironisnya ketika kembali ke nagari sebagai sistem pelaksanaan otonomi daerah di Sumatera Barat justru nagari pecah dengan bahasa lainnya pemekaran atau pembuatan nagari tampa lahan baru dan pendistribusian suku.

Perspektif Sejarah Nagari Minangkabau: Dibentuk dengan Lahan dan Struktur Baru

Bagian 3 dari 5 tulisan

OLEH  Yulizal Yunus Datuak Rajo Bagindo

Sistem pemerintahan nagari berkembang sejalan dengan sistem demokrasi dan kelarasan serta perubahan yang terjadi di nagari. Sistem itu meliputi struktur, SDM dan mekanisme organisasi (manajemen) pemerintahan nagari. Perubahan sistem pemerintahan nagari itu banyak ditulis penulis Minangkabau (a.l. AM Dt. Batuah, Dt. Sanggono Dirajo, Bahar Dt.Nagari Basa, AA Navis, Dr. Chairul Anwar, A.Dt. Rajo Mangkuto dll.) setelah dibanding dan dikombinasikan liputan para penulis itu dapat dijelaskan pada nagari lama intinya “sistem adat setangkup dengan sistem pemerintahan nagari." 

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...