Senin, 22 Februari 2021

Situjuh Batur Sebagai Cagar Sejarah

 OLEH Kamardi Rais Datuk Panjang Simulie

Monumen Peristiwa Situjuah. (Foto/mp Zaimul Haq Elfan Habib)

Dua puluh satu tahun yang lalu, 15 Januari 1969, mantan Gubernur Militer Sumatera Barat dan salah seorang tokoh penting PDRI hadir di Situjuh Batur. Dia adalah Mr. Sutan Moh. Rasjid yang datang bersama putranya Iwan Rasjid. Dari Padang, mantan Gubernur Militer Sumatera Barat itu diantar oleh seorang sumando Ahmad Nurdin, SH. yang waktu itu menjabat Wali Kota Sawah Lunto. Rombongan lainnya, kami bersama A.I.Dt Bandaro Panjang yang waktu itu Kepala Kantor Veteran Sumatera Barat dan kebetulan juga putra Situjuh Batur.

Kamis, 18 Februari 2021

Sopan, Jalur Sejarah yang Merana

OLEH Yusriwal

SETIAP Minggu, di belakang pasar tradisional Kuamang—sebuah daerah yang jaraknya kira-kira 15 km sebelah timur Rao, Pasaman—dapat dilihat pemandangan yang sudah tidak biasa untuk saat ini. Ada sebuah rumah khusus yang berfungsi sebagai penginapan, tempat makan dan minum, yang di belakangnya ditambatkan sekitar 30 ekor kudo baban. Sepintas, suasana seperti itu mengingatkan kita akan suatu tempat dalam film-film koboi Amerika.

Esai: Bukan Esei atau Essei

OLEH Yusriwal


Sejauh yang dapat ditelusuri, dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan kata “essei”, yang ada hanya kata “esai”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayan, 1988) esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisanya.

Rabu, 10 Februari 2021

Memahami Dunia Penerbitan dan Kepenulisan: Perbandingan antara Yogyakarta dan Sumatra Barat

OLEH  Prof. Dr. Damsar, MA (Guru Besar FISIP Unand)

Pendahuluan

Tidak mudah memang, untuk memperbandingkan antara dua komunitas yang berbeda dalam memahami dunia. Namun suatu perbandingan diperlukan dalam memahami suatu kenyataan.

Didasari bahwa perbandingan bukan merupakan satu-satunya jalan untuk memahami kenyataan, tetapi ia dimengerti sebagai salah satu jalan. Oleh karena itu, dengan keterbatasan yang ada, dibuatlah perbandingan dalam memahami kenyataan.

Rabu, 06 Januari 2021

Konsepsi Alam Minangkabau

OLEH Muhammad Nasir (Dosen UIN Imam Bonjol Padang)


Ada beberapa istilah yang tersedia dalam sejarah peradaban manusia untuk menyebut Bumi tempat bermukimnya atau wilayah geografisnya. Ada yang menggunakan istilah tanah (land). Dengan istilah ini terciptalah frasa Tanah Jawa, Tanah atau Tano Batak. Tanah Gayo-Alas (Dataran Tinggi Gayo, Aceh), Tanah Jawa, Tanah Pasundan, Tanah Rencong (Pesisir Barat Aceh). Tanah Rencong dalam pemahaman sementara penulis adalah julukan yang berangkat dari kekhasan yang iconic, yaitu rencong sebagai senjata tradisional Aceh.

Ada juga yang menggunakan istilah Bumi. Misalnya Bumi Sriwijaya dan Bumi Sikerei (Mentawai). Bumi Sikerei sebagaimana penyebutan Tanah Rencong di Aceh bukanlah mengandung makna tanah secara langsung, namun sebuah julukan yang diberikan berdasarkan kekhasan yang iconic, yaitu Sikerei, dukun, penguasa magi dan tokoh spiritual masyarakat suku Mentawai.

Senin, 14 Desember 2020

Opsi Multifungsi Melawan Banjir di Kota Padang

OLEH Agus Taher (Peneliti dan Seniman)


Dulu, sekitar tahun 2004 di Balitbang provinsi Sumbar, ketika mendiskusikan penanganan banjir di Kota Padang, ada gurauan diantara rekan-rekan akademisi bahwa UNP dan Unand ikut andil sebagai penyebab maraknya banjir Kota Padang. Yang satu bilang, lokasi Unand di pinggang bukit memicu hantaman banjir makin kuat, akibat sebagian wilayah pebukitan terbuka, sementara jarak antara bukit dan pantai sangat pendek, sekitar 15-20 km.  Yang lain bilang, UNP berlokasi di wilayah resepan air, daerah cekungan, sehingga genangan air cepat  terjadi.  Itu garah tingkat tinggi, yang kemudian lenyap ketika diskusi aktual tentang banjir berakhir.

Rabu, 25 November 2020

“Global Paradox”, Salapiak Lain Rasian-nya Anak Bangsa


OLEH
Agus Taher (Budayawan)

Pak Agus, makin hari, makin tapikia dek ambo isi buku Global Paradox. Makin lamo, makin taraso, kito salapiak lain rasian. Gamawan Fauzi

 











Itu isi WhatsA
pp (WA) Pak Gamawan Fauzi (GF) pada saya, tanggal 1 Februari 2019. Memang, sejak Januari 2017, kami saling berbincang, mulai dari aspek musik, ranah Minang, hingga politik. Saya betul-betul menikmati WA ria ini, karena Pak GF saya posisikan sebagai guru untuk mengasah naluri politik saya dalam mencermati kehidupan berbangsa. Dan tulisan ini, merupakan cuplikan WA saya pada mantan Mendagri sipil pertama ini.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...