Senin, 23 November 2020

Nedi Gampo, “Manggampokan” Sejarah Musik Minang Kocak

OLEH Nasrul Azwar dan Rahmat Irfan Denas (Jurnalis)

 

Oi Jawinar.., Jawi Jawi

Ondeh Jawinar oi

Tajadi juo apo nan Den takuikkan

Dulu kau cinto, kini kau tak ajan

Aden bacampaan


Malam minggu ka patang ko

Aden apel ka rumah kau

Hei jan kan pintu, pintu nan ka dibukak

Tapi Abak kau tagak macik palakak

Langkah Den baserak

 

Lirik bergenre kocak itu bagian penggalan lagu berjudul “Jawinar” salah satu dari ratusan lagu yang diciptakan sekaligus dinyanyikan Nedi Gampo, yang cukup populer di era tahun 90-an. Lagu ini cukup kocak dibawakan Nedi Gampo.  

Sebelum Nedi Gampoi, seniman musik Minang dengan aliran genre jenaka dan lucu ialah Syamsi Hasan. Bedanya, Syamsi Hasan semata menyanyi sedangkan Nedi Gampo penyanyi sekaligus pencipta, dan komposer atau piñata lagu.

Seniman musik Minangkabau ini—bernama asli Nedi Erman—bagi pengamat musik menyebutnya sebagai penyanyi kocak dan jenaka Minangkabau. Penamaan ini sepertinya disesuaikan dengan lirik-lirik lagu Nedi Gampo yang memang cenderung mengocok perut pendengar.

Jumat, 23 Oktober 2020

Darman Moenir, "Berbako" kepada Kata-kata

OLEH Eko Yanche Edrie (Wartawan)

Seingat saya, pertemuan pertama dengan Darman Moenir adalah di Harian Singgalang, tak lama setelah galodo Bukit Tui 1987. Saya kebetulan mengantarkan berita dari Padang Panjang ke kantor redaksi di Jalan Veteran 17. Darman duduk di hadapan Bang Joesfik Helmy yang menjadi Wapemred Singgalang.

"Iko Darman Moenir, Bung, salami lah ciek," kata Bang Jimmy—sapaan akrab M. Joesfik Helmy—sambil mengamit saya.

Saya menyalaminya dan memperkenalkan diri. Lalu Darman memuji tulisan saya tentang 'Kipeh Sate' yang dimuat tiap Rabu di Harian Singgalang. Saya merasa tersanjung, karena saya sudah lama mengenal nama Darman Moenir. Tentu saja sebagai penikmat sastra, saya sudah baca juga novel Bako karyanya. Tapi, baru kali itulah saya bertemu Darman Moenir dan berkenalan.

Jumat, 04 September 2020

Marah Agus Yunus, Lukisannya Dijadikan Payung….

PELUKIS TEMPO DULU MINANGKABAU

OLEH Alwi Karmena (Budayawan)

Foto Yeni Purnama
Kehidupan berkesenian memang kehidupan yang pahit. Apalagi kalau seniman yang berkesenian itu tersuruk di pelosok. Tak punya tukang anjung. Tak punya kesempatan bergantung dengan ahli sponsor. Bagaimana pun prestasinya. Dia akan rebah dilanda lajunya derap gegas orang-orang yang beruntung karena punya tukang "tandem".

Senin, 03 Agustus 2020

Tiar Ramon, Bapisah Bukannyo Bacarai

OLEH Khairul Jasmi (Wartawan) 

Bapisah bukannyo bacarai 
Usahlah adiak manangih juo
Kampuang den jauh da, sanak tiado
Denai jo sia uda tinggakan

Tiar Ramon
Orang Minangkabau hafal betul lagu itu. Penyanyinya pun sangat terkenal. Dialah Tiar Ramon, 59 tahun. Penyanyi inilah yang meninggal dunia, Sabtu, 23 Oktober 2000. 

Jumat, 03 Juli 2020

Masjid Raya Gantiang Padang, Simbol Agung di Kota Modern

OLEH Khairul Jasmi (Wartawan)

Mimbar sambung berfungsi untuk mem-perjelas isi kutbah kepada jamaah yang berada di belakang, karena waktu itu belum ada alat pengeras suara.

Masjid Raya Gantiang, Padang, terletak sekitar satu kilometer dari Plein van Rome (sekarang lapangan Imam Bonjol) di alun-alun kota. Di ujung selatan alun-alun ini, di tahun 1970-an, didirikan pula sebuah masjid bernama Nurul Imam, di baratnya di sisi pasar yang hiruk-pikuk, menjulang puncak Masjid Taqwa Muhammadiyah. Ketiga masjid ini, memegang peranan penting untuk kota itu. Dari ketiga masjid itu, Masjid Raya Gantiang, merupakan masjid paling tua.

Sabtu, 20 Juni 2020

Pembentukan Karakter Bangsa dengan Memahami Cagar Budaya

OLEH Nurmatias (Peneliti)

Foto Antara
Prolog

Kenapa perlu memahami cagar budaya bagi pembentukan karakter bangsa? Sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita kuak kembali melihat bingkai kondisi anak bangsa yang cenderung tak dinamis- kearah kemunduran dewasa ini. Bahkan persoalan mengenai karakter bangsa kini menjadi sorotan utama masyarakat. Betapa tidak? Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, mafia hukum, dan sebagainya seolah hadir tiada henti. Bahkan hal itu pun menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Setidaknya gambaran mengenai permaslahan tersebut menggelitik kita untuk bertanya kembali. Adakah yang salah dengan karakter bangsa ini?

Minggu, 03 Mei 2020

Pemimpin dalam Prespektif Sejarah


OLEH
Nurmatias (Peneliti)

Tanggal 17 April 2019 merupakan akhir dari pesta demokrasi Indonesia yang (mungkin) paling brutal dalam sejarah yang ada. Meskipun sudah masuk dalam sistem yang sangat modern tapi terasa begitu tidak nyaman dalam kehidupan sehari-hari. Sesama elemen masyarakat, kita saling mencurigai. Rasa kekeluargaan bahkan menjadi longgar akibat perbedaan pilihan. Mudah-mudahan ini berakhir dengan baik dan menghasilkan pemimpin kurun waktu 2019-2024  yang dipilih oleh rakyat dengan suara dukungan yang tertinggi. Dahulu kita punya sebuah sistem pemilihan pemimpin yang baik. Pada massa lalu banyak negara mempunyai pemimpin dengan ketokohan yang mendunia. Rusia dengan Stalin dan Lenin, Amerika Serikat dengan George Wasihinton dan Abrahan Lincoln, Gandhi dan Nehru dari India. Tidak ketinggalan, Indonesia dengan Soekarno–Hatta, serta  deretan nama tokoh  dunia lainnya  yang bermunculan.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...