OLEH Linda Christanty (Sastrawan)
Salah satu seniman Indonesia yang paling mendunia ini mempelajari memori
tubuh dengan menelusuri teks-teks sejarah dan menyembuhkan traumanya dengan
berkarya.
MUSIM SEMI 1994 di Braunschweig, sebuah kota di Jerman. Melati Suryodarmo
duduk di bangku kebun raya, memandangi kolam. Bunga-bunga teratai bermekaran.
Ia sering merenung, membaca, ataupun menulis di tempat ini. Seorang perempuan
berkacamata Ray-Ban dan bersepatu tumit tinggi duduk di sebelahnya, yang
kemudian menyapa ramah, “Kamu dari mana? Apa yang kamu kerjakan di sini?”
Mereka bercakap-cakap.
“Dia ternyata Anzu Furukawa, penari butoh dan profesor seni rupa di HBK
(Hochschule für Bildende Künste Braunschweig/Braunschweig University of Art),”
kenang Melati, yang disebut sebagai ‘salah satu seniman pertunjukan asal
Indonesia yang paling mendunia’ oleh suratkabar New York Times.