Sabtu, 23 Juli 2016

Menanti Kebangkitan Diaspora Minang dalam Membangun Tanah Air dan Menata Bangsa

OLEH Muhammad Raffik (Ketua Umum IPPMI Ikatan Pemuda Pemudi Minang Indonesia)

Peran etnis Minangkabau amat vital dalam mewujudkan  pembentukan bangsa indonesia. Sejak sebelum kolonialisme asing masuk, Indonesia  disebut dengan Nusantara yang mana terdiri dari beragam macam etnis dan suku bangsa.
Sejarah mencatat dalam tinta emas, beberapa peristiwa sejarah peranan suku bangsa Minangkabau di Nusantara.

Sabtu, 04 Juni 2016

Membaca Ulang Pemikiran Tan Malaka dalam Gerpolek[1]

OLEH Virtuous Setyaka, S.IP., M.Si.[2]

Virtuous Setyaka
“BERUNDING ATAS PENGAKUAN KEMERDEKAAN 100 % SERTA MENUNTUT PENSITAAN HAK-MILIK-MUSUH.[3]

Belanda Peminta Tanah!
Setelah dapat tanah sebidang, maka dipagarilah tanah itu. Sepanjang pinggir pagar itu ditanamilah ubi jalar (merambat). Ubi itu menjalar kian kemari keluar pagar menuju ke-empat penjuru alam. Setelah cukup jauh menjalar keluar, maka diangsurnyalah pagar yang semula itu, supaya dapat meliputi ubi yang sudah menjalar kian kemari itu. Memang ubi itu adalah Hak Miliknya…katanya: dan tanah BARU yang diliputi oleh ubinya itupun, adalah Hak Miliknya pula...katanya selanjutnya! Demikianlah Belanda terus menjalankan dan memagari ubinya itu sampai puas hatinya..!!!

Minggu, 08 Mei 2016

Membaca Pementasan Tiga Monolog Sutradara Perempuan Sumbar

OLEH Nasrul  Azwar (Sekjen AKSI)
Pementasan monolog Prodo Imitatio 
“Gelar akan terus diburu sepanjang orang butuh... Banyak kawan-kawan yang terus dengan gigih dan bertahan dalam bisnis jual beli gelar secara sembunyi-sembunyi dan kamuflase tinggi. Bagiku apalagi, kecoa si kepala baja telah membuat aku sadar dan belajar, bahwa sepanjang masih banyak orang memerlukan gelar tanpa harus bersusah payah asalkan punya uang, bisnisku tak akan mati...”

Selasa, 03 Mei 2016

Lakon Hidup Melati Suryodarmo

OLEH Linda Christanty (Sastrawan)
Salah satu seniman Indonesia yang paling mendunia ini mempelajari memori tubuh dengan menelusuri teks-teks sejarah dan menyembuhkan traumanya dengan berkarya.
MUSIM SEMI 1994 di Braunschweig, sebuah kota di Jerman. Melati Suryodarmo duduk di bangku kebun raya, memandangi kolam. Bunga-bunga teratai bermekaran. Ia sering merenung, membaca, ataupun menulis di tempat ini. Seorang perempuan berkacamata Ray-Ban dan bersepatu tumit tinggi duduk di sebelahnya, yang kemudian menyapa ramah, “Kamu dari mana? Apa yang kamu kerjakan di sini?” Mereka bercakap-cakap.
“Dia ternyata Anzu Furukawa, penari butoh dan profesor seni rupa di HBK (Hochschule für Bildende Künste Braunschweig/Braunschweig University of Art),” kenang Melati, yang disebut sebagai ‘salah satu seniman pertunjukan asal Indonesia yang paling mendunia’ oleh suratkabar New York Times.

Senin, 02 Mei 2016

Tubuh-Tari dan Tubuh-Teater Masa Kini (Tubuh dari Antropologi Budaya Lisan)

OLEH Afrizal Malna (sastrawan)
Tubuh manusia telah menjadi tari dan teater sekaligus, begitu dia berjalan menghadapi dunia luar yang adalah peta bergerak bagi berbagai simpul kepentingan dan konflik. Sudah sejak lama manusia begitu tergoda pada tubuhnya sendiri.

Jumat, 29 April 2016

Dato’ Mahkota Maharaja Pagaruyung dalam Kerayaan Pagaruyung dan Perannya Proses Islamisasi Nusantara

OLEH Nurmatias (Peneliti Budaya)
Prolog
Meretas eksistensi  Dato’ Mahkota Maharaja Pagaruyung dalam khazanah historiografi Indonesia umumnya dan Minangkabau khususnya merupakan sebuah keharusan. Fondasi ini didasarkan pada intinya yakni “masih sedikitnya”  perihal Mahmud Dato’ Mahkota Maharaja tertuang dalam literatur sejarah. Perihal lainnya dalam sejarah Minangkabau, telah banyak dikaji oleh peneliti baik peneliti Indonesia maupun luar negeri. Tak salah Benda-Beckmann (2000 : xxvi) pernah menuliskan bahwa Minangkabau sudah banyak yang menyigi dari berbagai aspek penyigihannya.

Sabtu, 23 April 2016

Membaca Kurenah “Parewa Sato Sakaki” Rusli Marzuki Saria

OLEH Nasrul Azwar (Sekjen AKSI)
Saya tulis tentang Rusli Marzuki Saria, bukan dari sisi proses kreatif sebagai penyair. Bagian ini sudah jamak ditulis. Saya coba membaca “Papa”—demikian ia akrab disapa siapa saja—dari rubrik “Parewa Sato Sakaki” yang terbit di Harian Haluan. Kolom tetap yang ia rawat setiap Minggu hadir dalam rentang sejak 2000-2005. Lebih kurang lima tahun. Jika rata-rata setahun ada 50 tulisan, maka esai itu paling tidak kini ada sekitar 250-an.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...