Jumat, 10 April 2015

Sumbangan Sastra Indonesia dalam RUU Kebudayaan: Kajian Atomisme Logis, Hermeneutik, dan Filsafat Sosial

OLEH Saifur Rohman
Universitas Negeri Jakarta
Email: saifur_rohman2000@yahoo.com
Rancangan Undang-Undang Kebudayaan yang diusulkan oleh legislatif pada 2012 tidak memberikan ruang yang strategis bagi pengembangan bahasa dan sastra Indonesia. Hal itu terbukti melalui pernyataan umum yang reduplikatif sehingga tidak mencerminkan strategi yang khas, lestari, dan sistemik.

Sastra sebagai Media Pendidikan Nilai/Karakter Bangsa

OLEH Ida Bagus Putrayasa
Universitas Penddikan Ganesha
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sastra sebagai media pendidikan nilai/karakter bangsa dalam pembelajaran apresiasi sastra. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP Widya Sakti Denpasar melalui pembelajaran apresiasi sastra.Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi, observasi, dan wawancara.

Sastra dalam Era Industri Kreatif

OLEH Ahmadun Yosi Herfanda
Pengajar dan Pecinta Sastra

Abstract

At this time, Indonesia is entering creative industry era, an industry system that based on membership, talent and creativity. Bases of literary work industry, that reside in system of publishing industry, equal to creative industry bases. Even, publishing industry – entered literary work publishing – is one part of the important from creative industry system. However, publisher chance and literary work book remain to be just concern, until remain to be needed “God hand” to save it.

Senin, 30 Maret 2015

Lima Tahun Kekosongan Pengurus DKSB, Menagih Tanggung Jawab Tim 9

OLEH Nasrul Azwar
Sekjen Aliansi Komunitas Seni Indonesia

Pada 2013—saya lupa mencatat tanggalnya—tapi seingat saya, saat itu dirayakan secara sederhana ulang tahun ke-77 sastrawan Rusli Marzuki Saria di Galeri Taman Budaya Sumatera Barat. Pemrakarsa hajatan ini adalah Muhammad Ibrahim Ilyas. Bram, begitu panggilan akrabnya, mengundang seniman dan budayawan Sumatera Barat, lewat SMS dan Facebook, untuk hadir di acara itu. Memang banyak yang hadir. Saya termasuk di dalamnya.

Minggu, 29 Maret 2015

Kasus Bajingan Saut Situmorang

OLEH Hoeda Manis

“Saut bukan kriminal, ia adalah pengkritik yang ingin
melindungi sastra Indonesia dari manipulasi uang dan
kepentingan lain yang mencemarkan sastra Indonesia.”
Irwan Bajang kepada Merdeka.Com

Saut Situmorang (seorang lelaki) menyebut kata “bajingan” di Facebook, yang ditujukan untuk Fatin Hamama (seorang perempuan), dan dia dipolisikan. Atas laporan Fatin, tempo hari Saut dijemput polisi untuk—sesuai istilah mereka—diperiksa sebagai saksi. Penjemputan (atau penangkapan) Saut tersebut dilakukan karena Saut dinilai telah mencemarkan nama baik atau melecehkan Fatin secara verbal.

Jumat, 27 Maret 2015

Andai Saut Situmorang Dipenjara


OLEH Muhammad Al-Fayyadl
Saut Situmorang
Andai Saut Situmorang dipenjara, hanya karena ulah kecilnya mengatakan “bajingan!” dalam polemik buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, maka kita akan kehilangan seorang kritikus yang kreatif memainkan “politik performatif” dalam pergaulan sastra Indonesia kontemporer.

“Politik performatif”, seperti dianalisis Judith Butler dalam Excitable Speech, adalah suatu politik yang mempermainkan bahasa untuk bereaksi atas perilaku orang lain, dan menjadikan bahasa suatu tindakan politik itu sendiri.

Selasa, 24 Maret 2015

Sastra Lisan dan Ekonomi Kreatif

OLEH Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum
Dosen Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma posel: yoseph1612@yahoo.com

Indonesia sangat kaya akan berbagai warisan budaya leluhur dari seluruh pelosok nusantara. Warisan budaya itu memiliki banyak nilai kreativitas yang melibatkan berbagai aspek seperti art, beauty, design, play, story, humor, symphony, caring, empathy dan meaning (bdk. Pink, 2006). Keragaman budaya Indonesia didukung oleh keragaman etnis.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...