Minggu, 29 Maret 2015

Kasus Bajingan Saut Situmorang

OLEH Hoeda Manis

“Saut bukan kriminal, ia adalah pengkritik yang ingin
melindungi sastra Indonesia dari manipulasi uang dan
kepentingan lain yang mencemarkan sastra Indonesia.”
Irwan Bajang kepada Merdeka.Com

Saut Situmorang (seorang lelaki) menyebut kata “bajingan” di Facebook, yang ditujukan untuk Fatin Hamama (seorang perempuan), dan dia dipolisikan. Atas laporan Fatin, tempo hari Saut dijemput polisi untuk—sesuai istilah mereka—diperiksa sebagai saksi. Penjemputan (atau penangkapan) Saut tersebut dilakukan karena Saut dinilai telah mencemarkan nama baik atau melecehkan Fatin secara verbal.

Jumat, 27 Maret 2015

Andai Saut Situmorang Dipenjara


OLEH Muhammad Al-Fayyadl
Saut Situmorang
Andai Saut Situmorang dipenjara, hanya karena ulah kecilnya mengatakan “bajingan!” dalam polemik buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, maka kita akan kehilangan seorang kritikus yang kreatif memainkan “politik performatif” dalam pergaulan sastra Indonesia kontemporer.

“Politik performatif”, seperti dianalisis Judith Butler dalam Excitable Speech, adalah suatu politik yang mempermainkan bahasa untuk bereaksi atas perilaku orang lain, dan menjadikan bahasa suatu tindakan politik itu sendiri.

Selasa, 24 Maret 2015

Sastra Lisan dan Ekonomi Kreatif

OLEH Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum
Dosen Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma posel: yoseph1612@yahoo.com

Indonesia sangat kaya akan berbagai warisan budaya leluhur dari seluruh pelosok nusantara. Warisan budaya itu memiliki banyak nilai kreativitas yang melibatkan berbagai aspek seperti art, beauty, design, play, story, humor, symphony, caring, empathy dan meaning (bdk. Pink, 2006). Keragaman budaya Indonesia didukung oleh keragaman etnis.

Fiksimorfosis Komunitas Sastra Forum Lingkar Pena dari Ideologi ke Industri

OLEH Azwar, S.S, M.Si 
(Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) 
Forum Lingkar Pena (FLP) menarik untuk diteliti dalam pandangan kajian kritis industri budaya. Organisasi penulis ini lahir dalam kerangka ideologis untuk memberikan pencerahan terhadap masyarakat, namun dalam perkembangannya FLP mengalami benturan kekalahan ketika berhadapan dengan industri.

Jumat, 20 Maret 2015

Undang-Undang Nan Salapan

OLEH Puti Reno Raudha Thaib
Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat
Dalam mengatur ketertiban kehidupan masyarakat, Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang telah menyusun suatu perundang-undangan guna memeriksa tiap-tiap bentuk pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan seseorang  yang disebut dengan Undang-Undang Nan Duo Puluah.

Jaankan Cadiak, Bodoh Se Alun Lai

OLEH Wisran Hadi
“Mambuek pentas se indak pandai. Tu nak ka ba internasional-internasionalan lo! Nak bapariwisata-pariwisata pulo!  Gadang ota! Jaankan cadiak bodoh se alun lai! Lah jaleh bodoh, indak lo namuah baraja jo urang. Kini baa! Pentas runtuah! Untuang indak jangkang pejabat-pejabat nan sadang di ateh pentas runtuah tu. Untuang iduang Mas Sam se nan cungak diimpok dek tenda pentas tu,” kato Muncak baturo-turo sambia mamacik les bendinyo mamberangi Mas Sam.

Undang-Undang Nan Duobaleh

OLEH Puti Reno Raudha Thaib
Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat
Undang-undang nan duobaleh  merupakan bagian dari Undang-undang Nan Duo Puluah, di samping Undang-undang Nan Salapan. Ada dua belas pasal yang dapat dijadikan alasan untuk mengangkap atau menghukum seseorang. Umumnya, undang-undang ini diucapkan sebagaimana lazimnya mengucapkan pepatah petitih atau pantun, sebagai berikut:

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...