Minggu, 26 Oktober 2014

Penyamaan Persepsi Atas Makna Adat Basandi Syarak dalam Hukum Adat Minangkabau

(Bagian dua dari dua tulisan)
OLEH Bachtiar Abna Datuak Rajo Suleman


Variabel kedua adalah Sandi yang harus dibedakan dengan asas. Dipilihnya istilah sandi dalam pepatah ABSSBK ini merupakan hasil dari hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan yang terjadi di Bukik Marapalam, karena dengan dipakainya istilah ini konflik berkepanjangan yang terjadi di Minangkabau dapat diakiri.
Perbedaan Makna Sandi dan Asas
Selama ini sering  terjadi salah faham mengenai pepatah ABSSBK karena kesadaran menggunakan Bahasa Indonesia yang tinggi dari anak Minang, yang dahulu disebut Bahasa Melayu Tinggi, yang menterjemahkan istilah sandi menjadi sendi sehingga berarti asas atau dasar.

Penyamaan Persepsi Atas Makna Adat Basandi Syarak dalam Hukum Adat Minangkabau

(Bagian Pertama Dua Tulisan)
OLEH Bachtiar Abna Datuak Rajo Suleman

Penghulu baru Nagari Koto nan Ampek, berfoto bersama gubernur, walikota, wawako dan ketua LKAAM Payakumbuh dan LKAAM Sumbar, di depan Balai Adat di Kelurahan Balai nan Duo, (foto humas pemko payakumbuih)
Menurut Prof. Dr. Hamka Dt. Indomo, dalam bukunya : Islam dan Adat Minangkabau, Minangkabau sudah pernah menempuh zaman kebesaran dan kejaaan semasa 500 tau 600 tahun yang lalu, tidak lah dapat dipungkiri lagi.
Lahirnya Pepatah Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah (ABSSBK)
Dalam tahun 1286 Baginda Maharaja Kertanegara mengirimkan patung Budha ke Minangkabau sebagai tanda perhubungannya dengan raja-raja keturunan Jawa itu. Di Pariaman terjadi perebutan kekuasaan Portugis dengan Aceh, dan di zaman Iskandar Muda yang mula memerintah tahun 1604, terjadi perebutan pengaruh yang hebat.

Kamis, 23 Oktober 2014

Seminar Adat Minangkabau 1910


OLEH Anas Nafis
Melihat kian susutnya kekuasaan dan kebesaran penghulu, demikian pula hubungan mamak dengan kemenakan yang kian merenggang, ditambah lagi masalah hutan tanah dari waktu ke waktu bertambah ruwet, lalu pada tahun 1910 atas inisiatip Gubernur Sumatra’s Westkust, diadakanlah pertemuan dengan sejumlah tokoh masayarakat terkemuka Minangkabau di kota Fort de Kock memperbincangkan masalah tersebut.

Rabu, 15 Oktober 2014

Menggugat Kemunafikan Pakaian Manusia

CATATAN PEMENTASAN TEATER SIGN OUT

OLEH Nasrul Azwar

Pementasan Sign Out 
Sekelompok perempuan bak peragawati di atas catwalk melenggok bersama dentuman musik tekno yang melatarinya. Semua perempuan di atas panggung dengan kilatan cahaya merepresentasikan tubuhnya dengan pakaian adat Minangkabau yang telah dimodifikasi sedemikian rupa. Baju-baju berkelebat seperti menyindir habis-habisan kepalsuan manusia di balik busana yang ia kenakan. Maka, cerita teater selanjutnya berangkat dari sini.

Pangulu Padang Manjagoan Ula Lalok

OLEH Wisran Hadi
Wisran Hadi
Memberikan/menganugerahkan gelar, apakah gelar itu dalam tingkat/peringkat Sako, Pusako dan Sangsako kepada seseorang yang non-Islam merupakan tindakan nyata dari para penghulu adat Minangkabau untuk mengaburkan sekaligus menghilangkan adagium adat Minangkabau itu sendiri, Adat Basandi Syara’,Syara Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Hal itu terbukti dari tindakan para penghulu pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nan Salapan Suku Nagari Padang beserta Bundo Kanduangnya dalam memberikan gelar kepada Wi Hook Cheng (Setia Budi) dengan gelar Datuk Rajo Putih, kemudian kepada Ferryanto Gani dengan gelar Sutan Rangkayo Nan Mudo.

Nan Indak Pandai Mencimeeh Tu, Kudo

OLEH Wisran Hadi.
Rumpuik kudo lah tagantuang sagarondoang di balakang bak bendi. Sagu sauleh lah tagolek di bak muko. Nan kusie, banamo Muncak tu duduak takantuak-kantuak sambia mamacik les bendinyo. Saroman lah kahabisan darah se Muncak pulang manambang hari ko.
Mas Sam penumpang fanatik nan sato pulang kandang indak namuah manggaduah Muncak. Mas Sam duduak taangguak-angguak dioyak bendi dek jalan banyak lubangnyo, alun juo baaspal sampai kini lai, padohal jalan tu kabanya untuk jalur evakuasi tsunami.

Jo Pistol Aie Ka Ditembak Mafia Peradilan Tu?

OLEH Wisran Hadi

Muncak, kusie bendi nan malang tu tapaso bajalan kaki sajak mulai dari kantua polisi nak pulang ka kadangnyo. Manjunjuang pakakeh jo mangapik banta-banta tampek duduak di bendinyo. Kudonyo bajalan di muko. Katiko basuo jo Mas Sam di pandakian, Muncak tapurangah, maelo angok dek latiah bajalan kaki.
“E, Muncak. Ma nyo bendi?” sorak Mas Sam.
“Kanai tangkok. Kini batinggaan di kantua polisi,” jawek Muncak.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...