Rabu, 15 Oktober 2014

Pangulu Padang Manjagoan Ula Lalok

OLEH Wisran Hadi
Wisran Hadi
Memberikan/menganugerahkan gelar, apakah gelar itu dalam tingkat/peringkat Sako, Pusako dan Sangsako kepada seseorang yang non-Islam merupakan tindakan nyata dari para penghulu adat Minangkabau untuk mengaburkan sekaligus menghilangkan adagium adat Minangkabau itu sendiri, Adat Basandi Syara’,Syara Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Hal itu terbukti dari tindakan para penghulu pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nan Salapan Suku Nagari Padang beserta Bundo Kanduangnya dalam memberikan gelar kepada Wi Hook Cheng (Setia Budi) dengan gelar Datuk Rajo Putih, kemudian kepada Ferryanto Gani dengan gelar Sutan Rangkayo Nan Mudo.

Nan Indak Pandai Mencimeeh Tu, Kudo

OLEH Wisran Hadi.
Rumpuik kudo lah tagantuang sagarondoang di balakang bak bendi. Sagu sauleh lah tagolek di bak muko. Nan kusie, banamo Muncak tu duduak takantuak-kantuak sambia mamacik les bendinyo. Saroman lah kahabisan darah se Muncak pulang manambang hari ko.
Mas Sam penumpang fanatik nan sato pulang kandang indak namuah manggaduah Muncak. Mas Sam duduak taangguak-angguak dioyak bendi dek jalan banyak lubangnyo, alun juo baaspal sampai kini lai, padohal jalan tu kabanya untuk jalur evakuasi tsunami.

Jo Pistol Aie Ka Ditembak Mafia Peradilan Tu?

OLEH Wisran Hadi

Muncak, kusie bendi nan malang tu tapaso bajalan kaki sajak mulai dari kantua polisi nak pulang ka kadangnyo. Manjunjuang pakakeh jo mangapik banta-banta tampek duduak di bendinyo. Kudonyo bajalan di muko. Katiko basuo jo Mas Sam di pandakian, Muncak tapurangah, maelo angok dek latiah bajalan kaki.
“E, Muncak. Ma nyo bendi?” sorak Mas Sam.
“Kanai tangkok. Kini batinggaan di kantua polisi,” jawek Muncak.

Baraja Adat di ateh Bendi

OLEH Wisran Hadi


Sambia mamacik les kudonyo, Muncak bacurito tantang adat Minangkabau ka Mas Sam nan taangguak-angguak duduak di ateh bendi tu. Muncak maraso paralu maajaan papatah petitih jo mamangan ka satiok urang nan baraja adat.
Ikolah dialog interaktif sacaro langsung antaro Muncak si guru adat jo Mas Sam di ateh bendi nan sadang manuju Kampuang Jao Dalam.

Cemooh dan Rendahnya Kemampuan Berbahasa Asing Urang Minang

OLEH Hanafi
Mahasiswa PhD, University of Melbourne, Australia

Terkait tulisan Donny Syofyan tentang pengguna bahasa Inggris yang dianggap sombong (Salah Kaprah tentang Bahasa Inggris, Haluan, 14 November 2001), tergelitik juga saya untuk memberi tanggapan mengenai kesalahkaprahan terhadap bahasa asing ini dari sudut pandang etnis kita, Minangkabau.
Jikalau kita menoleh sejarah para tokoh Minang di masa lalu seperti H Agus Salim, M Hatta, Tan Malaka, dan lain-lain, tentu kita akan ingat mereka juga sebagai urang Minang yang bisa mengkomunikasikan ide dan pendapatnya ke dunia internasional melalui bahasa asing.

Minggu, 05 Oktober 2014

PISAHKAN PENGELOLAAN DARI PARIWISATA: Ubah Pemahaman tentang Kebudayaan Terlebih Dahulu

OLEH Sudarmoko
Visiting Lecturer di Hankuk University of Foreign Studies Korea
DARI REDAKSI
Polemik tentang Perlu atau Tidak Perlunya Dinas Kebudayan
Tulisan Prof Dr Herwandi M Hum yang diturunkan pekan lalu di rubrik ini mengupas sengkarut masalah pengelolaan kebudayaan yang berada dalam satu dinas dengan pariwisata. Herwandi meminta agar kebudayaan dipisahkan dengan pariwisata dalam pengelolaannya. Artinya, pemerintah harus mendirikan Dinas Kebudayaan yang berdiri sendiri.
Berikut ini, tulisan Sudarmoko, pernah mengajar di Visiting Lecturer (dosen tamu) di Hankuk University of Foreign Studies Korea Selatan dan kini mengambil program Doktor di Leiden, Belanda.
Sudarmoko lebih menekankan pada aspek agar pemerintah memahami terlebih dahulu arti kebudayaan secara luas. Selamat mengikuti. ***

Sudarmoko
Setelah sekian lama kita merasakan berbagai program pembangunan, ada saatnya kita menilai apa yang sudah dijalankan. Sebagian besar program itu dijalankan oleh pemerintah, yang menjadi pihak bertanggung jawab untuk mengumpulkan dana dan mengalirkannya kembali pada masyarakat. Namun sayangnya, pembangunan masih didominasi oleh pandangan positivisme, melihat permukaan saja, yang tampak oleh mata dan dapat diukur dalam hitungan.
Pola pikir pemerintah, yang diwujudkan dalam berbagai departemen dan dinas mulai dari pusat hingga daerah, didasarkan pada hitung-hitungan, angka-angka pemasukan dan pengeluaran, target capaian. Ini berakibat pada lemahnya daya dan keinginan investasi, meskipun pemerintah sendiri selalu berusaha untuk menarik investasi. Investasi di sini dimaksudkan dalam konteks nilai kebudayaan, kenyamanan masyarakat, pelayanan, dan penyediaan fasilitas dan kebutuhan masyarakat.

PISAHKAN PENGELOLAAN DARI PARIWISATA: Kebudayaan Urusan “Wajib”

OLEH Alfian Jamrah

DARI REDAKSI: Polemik tentang Perlu atau Tidak Perlunya Dinas Kebudayan
Tulisan Prof Dr Herwandi M Hum yang diturunkan di rubrik ini mengupas sengkarut masalah pengelolaan kebudayaan yang berada dalam satu dinas dengan pariwisata. Herwandi meminta agar kebudayaan dipisahkan dengan pariwisata dalam pengelolaannya. Artinya, pemerintah harus mendirikan Dinas Kebudayaan yang berdiri sendiri.
Berikut ini, ditulis Alfian Jamrah dihadirkan sebagai respons terhadap tulisan Herwandi sebelumnya. 
Alfian Jamrah bersetuju pemerintah mendirikan Dinas Kebudayaan dengan pembagian tugas pokok dan fungsi, sementara Sudarmoko, lebih menekankan pada aspek agar pemerintah memahami terlebih dahulu arti kebudayaan secara luas. Selamat mengikuti.*** 

Alfian Jamrah
Tulisan Profesor Herwandi perlu ditanggapi, terutama oleh orang-orang yang berkecimpung atau sekurang-kurangnya yang  terkait dengan bidang ini.  Pendapat tersebut ada benarnya meskipun pemerintah juga punya alasan tertentu untuk menyatakan tidak setuju.  Dapat dikatakan benar karena sesungguhnya kebudayaan itu termasuk urusan wajib oleh pemerintah, sedangkan pariwisata hanya termasuk urusan pilihan. 
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tanggal 15 Mei 2006 dinyatakan ada 25 macam urusan wajib, yaitu antara lain urusan pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, pekerjaan umum, pemuda olahraga, perhubungan, lingkungan hidup, sosial dan kebudayaan. 

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...