Minggu, 05 Oktober 2014

PISAHKAN PENGELOLAAN DARI PARIWISATA: Sudah Saatnya Mendirikan Dinas Kebudayaan

OLEH Herwandi
Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Unand

Pengantar Pengelola
Munculnya wacana memisahkan kebudayaan dan pariwisata—yang kerap berada dalam satu atap pengelolaannya dalam instansi pemerintah, sudah demikian lama mengemuka. Dari berbagai kongres-kongres kebudayaan dan kesenian yang pernah digelar, pemisahan kebudayaan dan dengan pariwisata selalu masuk dalam poin-poin yang direkomendasikan agar dua sektor ini berdiri sendiri.
Pada tingkat kementerian sudah dipisah. Tetapi, turunannya ke tingkat provinsi, kabupaten, dan kota masih menggabungkan kedua sektor ini, malah ada juga yang memasukkan pemuda dan olahraga ke dalam instansi ini, tak terkecuali di Sumatera Barat.
Tulisan Prof Dr Herwandi M Hum di bawah ini mengupas sengkarut masalah pengelolaan kebudayaan yang berada dalam satu dinas dengan pariwisata, dan tak tak jelas arah dan visi pengembangan kebudayaan itu sendiri. Herwandi meminta agar kebudayaan dipisahkan dengan pariwisata dalam pengelolaannya.
Artinya, pemerintah harus mendirikan Dinas Kebudayaan yang berdiri sendiri.Ruang ini membuka seluas-luasnya curah pendapat dari semua pihak untuk menuliskan pandangan, pemikiran, dan menentang sekalipun.
Tulisan Herwandi ini sebagai pembuka dari ”diskusi” yang akan kita bentangkan di ruang ini. Selamat mengikuti. ***
Herwandi

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dihasilkan dari daya, cipta, karya, karsa manusia, baik yang berupa benda (tenggiblel) seperti rumah, meja, kursi, bendungan dan benda-benda lainnya, maupun yang tak benda (intenggible) berupa hasil pemikiran, ritual adat dan hal yang sejenisnya.
Artinya, kebudayaan adalah hasil kreativitas manusia yang melibatkan unsur fisik, kemauan, kemampuan otak dan rational manusia untuk mempermudah kehidupannya dipermukaan bumi ini. Dalam proses kelahirannya, berjalin berkulindan antara kemampuan fisik, kreativitas dan kemampuan rational manusia.

Sabtu, 04 Oktober 2014

Seni Pertunjukan dan Reportase Kesenian

OLEH Bre Redana
Wartawan KOMPAS
Pertunjukan Teater Sign Out karya Kurniasih Zaitun
Saya ingin menekankan pertama kali bahwa sebuah pertunjukan kesenian hanya ada arena ada penontonnya, ada khalayaknya. Tontonan ada karena ada penontonnya. Ini akan membawa konsekuensi lanjut yang akan saya uraikan kemudian.
Di sini saya hanya ingin menekankan untuk pertama, bahwa kesenian tidak lahir dari sebuah vacuum atau ruang kosong. Oleh karenanya, perhatian terhadap masyarakat atau khalayak pendukungnya, bagi saya tak kalah penting dari proses lahir dan perwujudan karya itu sendiri.

Lebih Dekat dengan Syara’

OLEH  Zelfeni Wimra
Peneliti pada Majelis Sinergi Islam dan Tradisi (Magistra) Indonesia, Padang

Selalu menjadi perbincangan hangat terkait bagaimana memberi tafsir pada falsafah Minangkabau: Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah. Akan tetapi, secara utuh, dalam pemahaman kolektif masyarakat Minang, belum dapat diurai dan diungkai ke dalam bentuk yang komprehensif, apakah sesungguhnya syara’ itu? 

Minggu, 28 September 2014

Tradisi Baindang dan Pengaruh Budaya Islam di Pesisir Sumatra Barat

OLEH Ediwar 
Dosen STSI (ISI) Padangpanjang

Piaman tadanga langang
Baindang mangkonyo rami
Tuan kanduang tadanga sanang
Bao tompanglah badan kami.
Demikian ungkapan yang pernah terlontar oleh pemain indang ketika berlangsungnya
pertunjukan. Biasanya pantun yang lebih po-puler adalah penggunaan batabuik mangkonyo rami, tapi bagi pemain indang merefleksikannya pada per-tunjukan indang.

Peta Perkembangan Tradisi Musik Rabab di Pesisir Minangkabau

OLEH Hajizar Koto 
Dosen STSI Padangpanjang

Latar belakang kehadiran tradisi musik rabab di Nusantara memiliki hubungan dengan sejarah perkembangan agama Islam.
Perkembangan agama Islam dari tanah Arab ke Nusantara umumnya dibawa oleh bangsa Persia dan bangsa-bangsa sekitar-nya, seperti Moroko, Turki, dan India Gujarat India. Mereka ini dikenal dengan pedagang-pedagang Arab saja.

Tradisi Musik Gamaik dan Pluralitas Masyarakat di Kota Padang

OLEH Anatona
Fakultas Sastra Unand
Pendahuluan
Salah satu antisipasi dalam menghadapi era informasi dan globalisasi sekaligus era otonomi pada permulaan abad ke 21 ini, dari segi kebuda-yaan antara lain ialah mempertahankan dan mengem-bangkan berbagai jenis kesenian tradisional yang ada di daerah.
Upaya ini perlu dilakukan apabila kita tidak menginginkan kesenian-kesenian lain yang terasa “asing” menjadi sangat dominan. Upaya mempertahan-kan dan mengembangkan kesenian daerah ini penting dilakukan karena ia tidak saja merupakan simbol ke-pribadian bangsa tetapi sekaligus dapat pula menjadi aset bagi pembangunan daerah.

Surau, di Mana Ia Sekarang

OLEH Anas Nafis
Maraknya keinginan  “kembali ke surau” belakangan ini, ada baiknya kita telaah terlebih dahulu apa yang terjadi selama menjalani pendidikan surau jaman dulu, teristimewa mengenai perkembangan karakter para remaja selama bermukim dan belajar di lembaga pendidikan tradisionil tersebut. 
Ada baiknya pula sebelum sampai kepada yang dimaksud, kita kutipkan arti kata “surau” yang bersua dalam berbagai kamus dan buku dibawah ini.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...