40 TAHUN TEATER MANDIRI
OLEH Afrizal Malna
Mau tidak mau, kesenian menurut saya
tetap membutuhkan posisi politik dalam masyarakat. Yang saya maksud dengan
posisi politik ini, adalah sebuah strategi
pembacaan yang menempatkan kesenian sebagai bagian dari pembentukan
kultur pembacaan dari masyarakat yang membaca. Melalui anggapan ini juga saya
menggunakannya sebagai sandaran dalam pembicaraan tentang Teater Putu Wijaya
ini.
Pembicaraan ini ingin saya sebut sebagai
eksplorasi pembacaan antara teater Putu Wijaya dengan bagaimana sejarah
dikonstruksi: Imajinasi sejarah yang berkembang dari distraksi politik terhadap
fakta, dan memformat sejarah sebagai fiksi. Dalam format ini bahasa Indonesia
digunakan sebagai teater dalam mengkonstruksi sejarah.