Senin, 25 Agustus 2014

Tuanku di Ulakan Syekh Burhanuddin

OLEH Anas Nafis

Masuknya Agama Islam ke suatu daerah yang tidak didukung bukti-bukti yang baik, mustahil dapat dijadikan catatan sejarah secara meyakinkan.
Di jaman dahulu bila seorang ulama berhasil atau jauh lebih baik dalam mengajar dan mendidik ummat dari para pendahulunya, baik yang sudah meninggal ataupun semasa hidupnya, tidak saja dianggap ulama besar, makamnya pun ramai dikunjungi orang, bahkan dikeramatkan.
Demikian pula anggapan masyarakat terhadap Syekh Abdurrauf Singkel Aceh dan Syekh Burhanuddin yang disebut pula "Tuanku Di Ulakan Pariaman".

Minggu, 24 Agustus 2014

M. Yamin dan Fakultas Pertanian


OLEH Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie 

Tepat pada tanggal 30 November 1994 kita memperingati  Dies Natalis Fakultas Pertanian Unand ke-40 di mana  Mahaputra Prof. Mr. Muhammad Yamin sangat berjasa.
Salah satu jasa Yamin adalah menyebarkan Perguruan Tinggi Negeri ke luar Jawa seperti ke Sumatera dan Sulawesi. Sebelumnya, sejak zaman kolonial Belanda sekolah tinggi hanya ada di Pulau Jawa. Itulah sebabnya para pemuda pelajar banyak yang meninggalkan daerah masing-masing, menyeberang ke pulau Jawa untuk melanjutkan pendidikan pada perguruan tinggi.

Wartawan Sjahruddin Selundupkan Teks Proklamasi ke Gedung Hiosokyoku

OLEH Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie 
Ia melompat pagar Gedung Radio Hosokyoku membawa berita Proklamasi RI agar cepat tersiar. Ia tewas di Singapura sebagai pejuang kemerdekaan. Pantas kepadanya diberikan penghargaan oleh pemerintah dan RRI dan sebagai pejuang kemerdekaan.

Sudah banyak dipaparkan orang tentang riwayat Proklamsi RI, tentang hari-hari bersejarah di awal kemerdekaan, tentang peranan tokoh-tokoh besar seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, Moh. Yamin, Mononutu, Maramis, dan lain-lain.

Nama yang Tidak Layak bagi Bangsa Indonesia

OLEH Anas Nafis
Sungguhpun nama Indonesia “orang bule” yang menemukan, namun di jaman penjajahan dulu Pemerintah Belanda yang juga “bule-bule” enggan mendengar apalagi memakainya. Mereka lebih suka memakai kata Inlanders, Inheemse (Bumi Putera) atau Bevolking van Nederlandsch Indie (penduduk Hindia Belanda).
Tuan Kreemer dalam “Het Koloniaal Weekblad” tahun 1927, mengatakan nama Indonesia itu dianjurkan atau didorong pemakaiannya oleh orang-orang pergerakan komunis dan ulah orang-orang pers.

Kamis, 21 Agustus 2014

Rumah Oposisi: Saran Kecil untuk Pak Prabowo

OLEH Puthut EA
Penulis
Sidang gugatan Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi
Pak Prab, jika tidak ada aral, siang nanti MK akan memutuskan gugatan kubu Anda. Dan jika sesuai dengan pengalaman yang pernah terjadi, MK tidak akan mengabulkan gugatan tersebut.
Situasi mungkin membingungkan bagi Anda. Sebab sebagian besar kenyataan politik parlementarian itu mirip ilusi. Ada sekian puluh juta orang yang berada di belakang Anda namun ketika terjadi aksi-aksi langsung: kosong melompong. Dukungan menjadi kompong. Dan singa asia yang elegan seperti ompong. Soal seperti itu nanti lain waktu saya jelaskan karena kelas Fadli Zon tidak akan sanggup menjelaskan yang agak pelik seperti ini.

Tugu Jong Sumatranen Bond

OLEH Anas Nafis
Di jaman penjajahan Belanda dulu, ada tiga tugu yang menarik perhatian masyarakat kota Padang. Ketiga tugu tersebut ialah:
1.          Tugu peringatan mengenang Luitenant Kolonel A.T. Raaff,
2.         Tugu peringatan mengenang Generaal Majoor A.F. Miechiels,
3.         Tugu peringatan berdirinya Jong Sumatranen Bond.

Peresmian Tugu Jong Sumatranen Bond di Padang pada 6  Juli 1917

Dikatakan menarik perhatian oleh karena buatan dan pemeliharaannya yang baik, lagi pula letak ketiga tugu itu di kawasan elite pula.
Tugu pertama tempatnya di Plein van Rome di lapangan depan Balaikota sekarang dan yang kedua di Taman Melati sekarang. Sedangkan yang ketiga yaitu tugu Jong Sumatranen Bond (Persatuan Pemuda Sumatera) yang sampai sekarang masih ada, yaitu di segi tiga jalan di ujung kiri Taman Melati didekat gedung sekolah Roomsche Katholiek di sebelah selatan Oranje Hotel (Hotel Muara sekarang). Masa ini dua tugu yang disebutkan terdahulu sudah tidak ada lagi, karena dirobohkan oleh Pemerintah Militer Jepang.

Perbedaan Kelarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago

OLEH Puti Reno Raudha Thaib
Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat

Di dalam tatanan peradatan yang masih tetap diamalkan masyarakat Minangkabau sampai sekarang, kedua sistem kelarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago berjalan beriringan dan saling melengkapi. Di samping ada persamaan dalam pelaksanaan peradatan antar kedua kelarasan tersebut, juga banyak perbedaan satu sama lainnya. 

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...