Kamis, 21 Agustus 2014

Baa Mangko Kudo Diagiah Kacomato

OLEH Wisran Hadi
Balari nanek Mas Sam mangaja bendi Muncak nan alah talonsong lalu di muko lapau simpang Kalumbuak. Mas Sam nak pai ka rumah-rumah nan alun juo bapelok I sajak gampo dek sari lai. Bantuannyo pun ado nan alun sampai juo kini lai. Kutiko lah dapek bendi tu, Mas Sam langsuang malompek naiak.

Selasa, 19 Agustus 2014

RUU Kebudayaan Penting untuk Ditolak

OLEH Nasrul Azwar
Tinggal di Padang

Hasil keputusaan Panitia Kerja (Panja) Komisi X DPR RI yang dirilis pada Januari 2014 terhadap Rancangan Undang-Undang Kebudayaan (RUU Kebudayaan) tak banyak perubahan substantif.
Pasal-pasal yang dinilai kontroversial, masih bertengger. Seperti Pasal 59 sampai dengan Pasal 62 tentang Pranata Kebudayaan dan SDM Kebudayaan, pasal 74 sampai dengan pasal 82 tentang pengendalian kebudayaan, dan Pasal 91 yang menyinggung soal pembentukan komisi perlindungan kebudayaan.

Kamis, 14 Agustus 2014

RENUNGAN PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA: Bagaimana Kita Menilai PRRI?

Bagian 5 (Habis)
OLEH H Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie
Pemuka adat dan wartawan

Kabinet Djuanda yang bersidang malam itu dengan KSAD Nasution sebagai bintangnya dalam statemennya tanggal 11 Februari menolak tuntutan Padang tersebut. KSAD memecat Ahmad Husein dan Simbolon, Djambek, Sumual serta pimpinan militer lainnya yang membangkang.
Bebas dari Wajib Taat
Setelah waktu tenggang 5 x 24 jam habis, maka Ketua Dewan Perjuangan Letkol Ahmad Husein mengundang lagi para politisi dan tokoh-tokoh militer yang ada di Padang, seperti Moh. Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap dan lain-lain. Kemudian Dahlan Djambek serta para Pamen dan anggota Dewan Banteng lainnya.

Rabu, 13 Agustus 2014

RENUNGAN PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA: Bagaimana Kita Menilai PRRI?

Bagian 4
OLEH H Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie
Pemuka adat dan wartawan
Berselang waktu satu bulan, 8 Januari-8 Februari 1958 ternyata persoalan tanah air semakin kusut. Sudah nampak blokade terhadap daerah-daerah bergolak, Sumatera dan Sulawesi Utara pada umumnya. Hubungan udara Jakarta ke daerah bergolak ditutup. Begitu juga hubungan laut dihentikan. Satu-dua orang dari Jakarta ke Padang ada yang jalan darat Jakarta-Lampung-Palembang. Kemudian dengan susah payah mencapai Padang dan Bukittinggi. Sebagian yang sudah pulang kampung tak hendak kembali ke Jawa, baik orang-orang sipil dan militer.

Selasa, 12 Agustus 2014

RENUNGAN PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA: Bagaimana Kita Menilai PRRI?

Bagian 3

OLEH H Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie
Pemuka adat dan wartawan

Pada penghujung tahun 1957 itu para tokoh politik nasional yang beroposisi dengan Presiden Soekarno dan Djuanda banyak yang hengkang dari Jakarta.
Natsir, Sjafruddin, Djambek di Padang
Mohammad Natsir yang Ketua Umum Partai Islam terbesar Masjumi berdua dengan Mr. Moh. Roem berada di Medan menghadiri Dies Natalis UISU (Universitas Islam Sumatera Utara). Kebetulan Mr. Moh. Roem adalah Ketua Dewan Kurator Universitas Islam tersebut.

Senin, 11 Agustus 2014

RENUNGAN PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA: Bagaimana Kita Menilai PRRI?

BAGIAN 2

OLEH H Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie
Pemuka adat dan wartawan
Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie
Jalan ke luar dari kemelut Tanah Air pada waktu itu maka oleh Presiden dan PM Djuanda diadakan Munas (Musyawarah Nasional) di Jakarta. Munas juga dimaksudkan untuk merekat dan memposisikan kembali Dwi Tunggal Soekarno-Hatta yang sudah menjadi Dwi Tanggal.
Untuk menghadapi Munas pada bulan September 1957 itu para Pimpinan Daerah Bergolak seperti Dewan Banteng (Sumteng), Dewan Gajah (Sumut), Dewan Garuda (Sumsel) dan Permesta bertemu di Palembang, tanggal 7-8 September 1957 untuk menyatukan sikap.
Musyawarah Nasional
Koran-koran yang jadi terompet PKI dan pendukung Soekarno melansir berita dengan judul huruf-huruf “banner” bahwa Ahmad Husein takut datang ke Jakarta menghadiri Munas tanggal 10-14 September 1957.
Apa yang terjadi ?

Minggu, 10 Agustus 2014

RENUNGAN PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA: Bagaimana Kita Menilai PRRI?

Bagian 1
Pengantar Redaksi
69 tahun Proklamasi Kemerdekaan RI (17 Agustus 1945-17 Agustus 2015), banyak persoalan yang  masih mengganjal dan belum terselesaikan bangsa ini. Persoalan besar yang dialami bangsa Indonesia adalah kian memudarnya nasionalisme dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Dan masih simpang siurnya pemahaman terkait dengan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di daerah-daerah, seperti meletusnya PRRI. Berikut, tulisan seorang jurnalis dan pemuka adat Minangkabau H Kamardi Rais Datuan Panjang Simulie, diturunkan secara bersambung di mantagibaru.blogspot.com. Tulisan ini dibuat semasa beliau masih hidup.
OLEH H Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie
Kolonel Achmad Husein
Pada penghujung tahun 1957 situasi Tanah Air semakin panas. Seakan-akan bara api yang siap nyala membakar daun-daun kering yang berserakan di persada tanah air. Belum setahun gerakan-gerakan daerah mengambilalih jabatan Gubernur Sumatera Tengah oleh Ketua Dewan Banteng A. Husein dari tangan Gubernur sipil Ruslan Muljohardjo, (20 Desember 1956) Gubernur Sumatera Utara St. Komala Pontas diambilalih oleh Simbolon (22 Desember 1956).  Kolonel Simbolon kemudian didaulat oleh Letkol Djamin Gintings. Gubernur Sumatera Selatan Winarno oleh Panglima Barlian (9 Maret 1957). 

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...