Minggu, 27 April 2014

Tentang Novel “Pulang” dan Kontekstualisasi Fakta Historisnya

OLEH Budiawan
Dosen tidak tetap di Jurusan Sejarah, FIB UGM
Diskusi buku Pulang
Saya ingin melakukan kontekstualisasi fakta historis yang terkandung di dalam novel ini, yakni perihal para eksil politik Indonesia sesudah Peristiwa 30 September 1965 terjadi. Kontekstualisasi ini mungkin bermanfaat untuk memperkaya wawasan sejarah, yang di dalam novel ini menyisakan sejumlah celah. Sebuah novel, bahkan novel sejarah sekalipun, memang tidak berpretensi untuk menuturkan kisah sejarah itu sendiri.
Sebelum melakukan kontekstualisasi itu, saya merasa perlu memaparkan ringkasan isi novel ini. Sebab, saya tidak boleh berasumsi bahwa semua yang hadir dalam forum ini sudah membaca novel ini.

Chairil Anwar Mendapat Gadis

OLEH Iwan Satyanegara Kamah-Jakarta
Siapa sebenarnya Chairil Anwar? Penyair atau peramal? Hanya sedikit yang melekatkan predikat cenayang pada si ‘binatang jalang’ itu, termasuk saya. Beberapa karyanya, tergores susunan kata yang menggambarkan kenyataan dari isi hatinya yang ia inginkan. Dan itu banyak terwujud tanpa ia saksikan.
“Di Karet, di Karet sampai juga/deru angin”, adalah nyata contoh sebaris bait karyanya tahun 1949 yang sangat prediktif. Dan memang, jasad Chairil dibenamkan di tanah perkuburan Karet, Jakarta di tahun yang sama, sebagai rumah terakhirnya.

Kepekatan Minangkabau dalam Puisi Chairil Anwar

OLEH Yusriwal
Peneliti di Fakultas Sastra Unand
Di pusara Chairil Anwar
Indonesia telah kehilangan seorang pujangga dengan meninggalnya Chairil Anwar pada 28 April 1949. Dia meninggal di sebuah rumah sakit di Jakarta karena penyakit paru-paru dan radang usus. Jenazahnya dimakamkan di pekuburan Karet, Jakarta.
Chairil Anwar dilahirkan di Medan 26 Juli 1922 dari pasangan Tulus dan Saleha, yang berasal dari Minangkabau. Secara geneologis, Chairil Anwar adalah orang Minangkabau. Lalu bagaimana secara budaya?

CHAIRIL ANWAR: Hidup hanya Menunda Kekalahan

OLEH Yusriwal
Peneliti di Fakultas Sastra Unand
Lima puluh empat tahun yang lalu, tepatnya 28 April 1949, dunia kesusastraan Indonesia kehilangan seorang maestro sastra: meninggalnya penyair besar Chairil Anwar. Ia mati muda, dalam usia 27 tahun. Namanya tidak terkubur, walaupun tulang belulangnya mungkin sudah hancur. Siapa pun yang belajar kesusastraan Indonesia, mau atau tidak, pasti akan berhubungan dengan Chairil Anwar dan karya-karyanya. Mengapa?

Sabtu, 26 April 2014

Siapa yang Peduli dengan Nasib Petani Kita

OLEH Moehar Daniel
Direktur Pemberdayaan Petani Yayasan AFTA
Sering kita baca dan sering kita dengar dan bahkan juga sering kita lihat, petani menerima penghargaan. Petani sering diusung ke Istana Negara untuk menerima hadiah, menerima piagam penghargaan ataupun menerima sertifikat. Setiap tahun di Agustus, saat peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik, sangat banyak lapisan masyarakat yang menerima segala macam penghargaan.

Rabu, 23 April 2014

KERADJINAN AMAI SETIA: “Perlawanan” Kaum Perempuan Pribumi

OLEH Fitriyanti
Keradjinan Amai Setia (KAS) merupakan organisasi perempuan pertama yang berdiri di  Kotogadang, Bukittinggi, Minangkabau, Sumatera Barat. Tujuan utama pendirian KAS adalah untuk kemajuan perempuan dan berupaya melestarikan serta mengembangkan berbagai keahlian kerajinan tangan. Terbentuknya organisasi perempuan KAS disebabkan kaum perempuan belum mendapat kesempatan menempuh pendidikan formal dan nonformal, karena pada masa itu pendidikan lebih diutamakan untuk kaum laki-laki.

Minggu, 20 April 2014

CATATAN PANGGUNG PUBLIK SUMATERA III: Saatnya Ruang (Panggung) dan Waktu untuk Publik

OLEH Nasrul Azwar

Pembukaan PPS III (Dok Sakata)
Situs Pusat Dokumentasi dan Informasi Minangkabau (PDIKM) Padangpanjang seperti bergerak. Sejak siang hingga malam, kawasan Taman Mini Minangkabau itu, seolah diberi napas baru. Napas itu bernama seni pertunjukan.
Lokasi ini merupakan satu simpul dari tujuh titik yang dijadikan ruang publik untuk berkesenian dalam iven Panggung Publik Sumetera (PPS) III yang digelar 27-29 Maret 2014 di Kota Serambi Mekkah Padang Panjang.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...