OLEH Gusriyono
Jurnalis
Tak
terbayangkan oleh saya, di puncak Gunung Harun ini, berhari-hari ada dua orang
yang mencari emas secara tradisional. Mereka membangun bedeng di atas pondasi
bangunan bekas penambang zaman Belanda. Siang masuk lubang dan lorong mencari
emas, malam melepas lelah sembari membunuh sepi dan membiarkan hati bertalu
merindu pada keluarga. Karena hanya berdua, di puncak lengang itu, cerita yang sama
bisa diulang berkali-kali dalam obrolan pelepas lelah atau jelang tidur.
Pagi begitu
indah di bedeng milik dua penambang emas itu. Gemerisik air sungai di depan
bedeng dan bunyi binatang rimba seperti simfoni yang mendendangkan harapan
untuk hidup yang lebih baik. Dengan semangat yang baru setelah melepas lelah
semalam, aktifitas pun dimulai.
Syahrial,
Amir, dan Pak Ayat, telah bangun dari tadi. Sementara saya bersama fotografer,
Hijrah, masih terbungkus sarung dan jaket. Hawa pagi yang dingin membuat kami
sedikit malas untuk bangun, apalagi penat-penat dari perjalanan sehari kemarin
belum begitu pulih. Untuk sementara saya berdiri di mulut pintu bedeng. Pada
kejauhan ufuk timur, matahari bersinar.