Sabtu, 29 Maret 2014

Penjabaran dan Pengamalan Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah

OLEH Puti Reno Raudha Thaib
Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat

Puti Reno Raudha Thaib
Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah sebagai pedoman hidup masyarakat Minangkabau, sepanjang sejarahnya tidak pernah digugat oleh masyarakat bahkan sangat diperlukan dalam menghadapi perubahan sosial yang begitu cepat dan kompleks di era globalisasi. Sejauh mana nilai-nilai Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah itu telah diamalkan oleh individu dan masyarakat Minangkabau pada hari ini, diperlukan indikator dari pengamalannya. Oleh karena itu perlu penjabaran untuk memperjelas nilai-nilai yang terkandung dalam Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah tersebut.

Senin, 24 Maret 2014

AMRIL MY DT GARANG:Berdakwah dengan Lukisan Kaligrafi Islam

OLEH Gusriyono
Amril MY Dt Garang
Bagi Amril MY Dt Garang, perpindahannya dari perupa/pematung ke pelukis kaligrafi adalah sebuah perjalanan spiritual. Ini adalah jawaban atas kegelisahan dan gejolak batinnya dalam memahami hidup bertuhan dan beragama. Kemudian, dengan kaligrafilah ia mendakwahkan Islam sebagai agama yang diyakininya.
Memasuki Galeri Seni Rupa Taman Budaya Sumbar pada bulan Ramadhan ini, serasa ada yang lain dari biasanya. Selain suasana spiritual Ramadhan, aura ruangan tersebut juga tidak seperti hari-hari lain.
Ada yang berubah dan mengubah suasananya menjadi lebih menyejukkan. Empat puluh delapan lukisan kaligrafi yang dipamerkan di galeri itu membawa makna dan suasana spiritual yang lain. Selama bulan Ramadhan ini, dipamerkan lukisan kaligrafi Islam bertajuk ”Yang Satu” karya dari kaligrafer Sumbar, Amril MY Dt Garang dan Amir Syarif.

AMIR SYARIF: Surau yang Menginspirasi

OLEH Gusriyono
Jusnalis
Surat Yasin den
Amir Syarif
gan media akrilik di atas kanvas terbentang sepanjang 3 meter dan lebar 1,5 meter. Lukisan kaligrafi Islam itu dikerjakan Amir Syarif dalam waktu sekitar 6 bulan. Selama Ramadhan ini lukisan itu menjadi salah satu karya yang dipajang dalam pameran kaligrafi ”Yang Satu” di Taman Budaya Sumbar.
”Yasin adalah ruh dari segala ayat dalam Al Quran. Ia menjadi intisari Al Quran, ibarat jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh manusia,” katanya.
Amir Syarif, satu di antara sekian banyak pelukis di Sumbar yang telah malang melintang dalam dunia seni rupa tersebut. Jalan menjadi pelukis ini telah diteranginya sejak kecil. Bermula dari kesukaannya melukis sketsa, kemudian memperdalam ilmu di Akademi Seni Rupa  Indonesia (ASRI) Yogyakarta hingga tamat tahun 1962.

PEMENTASAN TARI "RATAK NYAO" KARYA JONI ANDRA: Subjektivitas-Identitas yang Harus Mengental

OLEH Nasrul Azwar
Warga Padang Penyuka Seni Pertunjukan

Pertunjukan tari kontemporer “Ratak Nyao (Nyanyian Agyan Berhenti di Koma)”, karya koreografer Joni Andra (Impessa Dance Company) Jumat (14/3/2014) di Teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat. (Foto: Ari)
Galibnya pementasan seni pertunjukan, kerap diawali dengan “gelap”. Lalu berlahan cahaya lampu juga dengan dasar warna buram, lambat menyiram panggung. Nyaris semua pertunjukan kaya begitu. Tak paham saya mengapa demikian.
Pertunjukan seni kemanusiaan yang dibawakan Impessa Dance Company, berjudul “Ratak Nyao (Nyanyian Agyan Berhenti di Koma)” karya koreografer Joni Andra, pada Jumat malam 14 Maret 2014 di Teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat, menegaskan seperti saya tulis di atas itu.

Senin, 17 Maret 2014

Bertaruh Demi Sekadar Emas: Jejak Tambang Emas di Gunung Harun Salido Ketek



OLEH  Gusriyono
Jurnalis
Tak terbayangkan oleh saya, di puncak Gunung Harun ini, berhari-hari ada dua orang yang mencari emas secara tradisional. Mereka membangun bedeng di atas pondasi bangunan bekas penambang zaman Belanda. Siang masuk lubang dan lorong mencari emas, malam melepas lelah sembari membunuh sepi dan membiarkan hati bertalu merindu pada keluarga. Karena hanya berdua, di puncak lengang itu, cerita yang sama bisa diulang berkali-kali dalam obrolan pelepas lelah atau jelang tidur.
Pagi begitu indah di bedeng milik dua penambang emas itu. Gemerisik air sungai di depan bedeng dan bunyi binatang rimba seperti simfoni yang mendendangkan harapan untuk hidup yang lebih baik. Dengan semangat yang baru setelah melepas lelah semalam, aktifitas pun dimulai.
Syahrial, Amir, dan Pak Ayat, telah bangun dari tadi. Sementara saya bersama fotografer, Hijrah, masih terbungkus sarung dan jaket. Hawa pagi yang dingin membuat kami sedikit malas untuk bangun, apalagi penat-penat dari perjalanan sehari kemarin belum begitu pulih. Untuk sementara saya berdiri di mulut pintu bedeng. Pada kejauhan ufuk timur, matahari bersinar.

Menyusuri Tambang Emas Rakyat di Dharmasraya: Memetik Sisa Harap di Kilau Emas


OLEH Gusriyono 
Jurnalis  
Sejak lama, masyarakat di sepanjang Batanghari, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, bekerja mencari emas. Makin lama, ”pendapatan emas” mereka kehilangan kilau.
Air sungai berwarna kekuning-kuningan tersebut terpapar cahaya matahari sore yang condong ke barat. Di tengah aliran Batanghari, di Nagari Sitiung itu, tampak sebuah kapal kayu dengan mesin dumping penyedot emas dari dasar sungai berkedalaman 10 meter.

Selasa, 11 Maret 2014

LSM, Transparansi, dan Akuntabilitas




OLEH Roidah
Aktivis LSM di Padang
 Isu akuntabilitas pernah timbul-tenggelam dalam pemberitaan media cetak di dalam dan di luar negeri. Tapi kepentingan siapakah sebenarnya untuk membicarakan akuntabilitas LSM itu? Yang pasti tak perlu dinafikan kalau LSM sering dijadikan jalan untuk kekuasaan ataupun sebaliknya. Di mana akuntabilitas hanya dikendalikan pihak-pihak tertentu. Sementara akuntabilitas LSM sering ditafsirkan dari sisi finansial dan harus bersedia diikat dengan regulasi. Tujuannya demi mengontrol dan memonitor dari mana uang yang ada pada LSM mengalir dan untuk apa saja digunakan, termasuk untuk mengetahui apa saja kerugian pemerintah karena penggunaan dana tersebut. Memang, finansial merupakan faktor pendukung kelanjutan LSM. Mustahil ada LSM mampu bertahan tanpa dukungan dana dalam waktu yang panjang. Tapi yang pasti uang bukanlah segalanya.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...