Senin, 17 Maret 2014

Menyusuri Tambang Emas Rakyat di Dharmasraya: Memetik Sisa Harap di Kilau Emas


OLEH Gusriyono 
Jurnalis  
Sejak lama, masyarakat di sepanjang Batanghari, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, bekerja mencari emas. Makin lama, ”pendapatan emas” mereka kehilangan kilau.
Air sungai berwarna kekuning-kuningan tersebut terpapar cahaya matahari sore yang condong ke barat. Di tengah aliran Batanghari, di Nagari Sitiung itu, tampak sebuah kapal kayu dengan mesin dumping penyedot emas dari dasar sungai berkedalaman 10 meter.

Selasa, 11 Maret 2014

LSM, Transparansi, dan Akuntabilitas




OLEH Roidah
Aktivis LSM di Padang
 Isu akuntabilitas pernah timbul-tenggelam dalam pemberitaan media cetak di dalam dan di luar negeri. Tapi kepentingan siapakah sebenarnya untuk membicarakan akuntabilitas LSM itu? Yang pasti tak perlu dinafikan kalau LSM sering dijadikan jalan untuk kekuasaan ataupun sebaliknya. Di mana akuntabilitas hanya dikendalikan pihak-pihak tertentu. Sementara akuntabilitas LSM sering ditafsirkan dari sisi finansial dan harus bersedia diikat dengan regulasi. Tujuannya demi mengontrol dan memonitor dari mana uang yang ada pada LSM mengalir dan untuk apa saja digunakan, termasuk untuk mengetahui apa saja kerugian pemerintah karena penggunaan dana tersebut. Memang, finansial merupakan faktor pendukung kelanjutan LSM. Mustahil ada LSM mampu bertahan tanpa dukungan dana dalam waktu yang panjang. Tapi yang pasti uang bukanlah segalanya.

Tiga Pilar Pembangunan Pertanian



OLEH Moehar Daniel
Peneliti Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Pertanian di BPTP Sumatera Barat
Foto Antara
Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menunjang perkembangan perekonomian Indonesia. Sejak dekade 50-an sampai sekarang, sektor ini selalu menempatkan diri dalam lima besar pengisi pendapatan negara. Tetapi ironisnya perkembangan fungsi dan peran sektor ini tidak berdampak nyata terhadap mayoritas masyarakat yang bergantung didalamnya. Kondisi ini berjalan sedemikian rupa, sehingga tanpa terasa telah terjadi ketimpangan yang cukup mencolok yang menimbulkan masalah baru dalam proses pembangunan nasional.

Dampak Negatif Otonomi Daerah: Alih Fungsi Hutan Lindung Berisiko Banjir Bandang

OLEH Isril Berd
Kepala Pusat Kajian Pengembangan Lahan dan Pemukiman Universitas Andalas
Foto www.linggapos.com
Bila dicermati saat ini pengelolaan hutan lindung belum terorganisir dengan baik. Hal ini disebabkan karena belum adanya peraturan daerah (perda) yang mengatur pengelolaan hutan lindung sebagai bentuk tindak lanjut dari otonomi daerah. Tentu saja, kondisi ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 dan PP Nomor 6 tahun 2007.
Tampaknya, di tingkat pemerintahan daerah, konsep kesatuan pengelolaan hutan lindung masih sebatas wacana. Pengelolaan hutan lindung belum menjadi prioritas bagi pemerintah daerah. Akibatnya, tingkat kerusakan hutan lindung sangat tinggi karena dikonversi menjadi peruntukan daya guna lahan lainnya. Konversi hutan dikesankan untuk kepentingan pendapatan asli daerah (PAD) dan pengembangan wilayah.

Minggu, 09 Maret 2014

Kritikus dan Jurnalis Seni Lahir dari Kepekaan



OLEH Gusriyono
Jurnalis

Penulis esai, kritikus, dan jurnalis seni dirasakan sangat langka dalam tahun-tahun belakangan di Sumbar. Kelangkaan ini berpengaruh bagi perkembangan seni, akibat kurangnya apresiasi terhadap pertunjukan-pertunjukan yang ada, terutama di Taman Budaya Sumbar.
Selama tiga hari (12-14/4/2011), 25 penulis muda dan jurnalis beberapa media di Sumbar mengikuti workshop penulisan esai, kritik dan jurnalistik seni di Taman Budaya Sumbar. Para peserta ini kebanyakan mahasiswa yang pernah atau sedang belajar menulis, yang diundang oleh Taman Budaya Sumbar. Terdiri dari, pemenang lomba penulisan cerpen 2011, komunitas seni di Unand, UNP, UBH, ISI Padangpanjang, UPI, IAIN Imam Bonjol, INS Kayutanam, dan jurnalis.
Program pertama Taman Budaya Sumbar tahun 2012 ini menghadirkan 3 pembicara dari kalangan media. Yaitu, pemred Visual Art, Yusuf Susilo Hartono, mantan wartawan Kompas, Yurnaldi, dan redaktur budaya Haluan, Nasrul Azwar.

Menggugat Tradisi Bajapuik Melalui Komposisi Musik

OLEH GUSRIYONO 
Jurnalis
Musik tradisi Minang
Hampir seluruh penonton di Gedung Teater Utama Taman Budaya Sumbar “tumpah” ke depan panggung. Mereka berjoget bersama dalam iringan komposisi musik berjudul Bajoget karya Susandra Jaya. Luapan kegembiraan ini seakan perayaan atas perjalanan empat bagian dari komposisi musik Piaman dalam Ritme yang dimainkan Susandra bersama kelompoknya, Jumat (20/4/2012) malam itu.
Para penonton meminta Susandra Jaya mengulangi komposisi bagian terakhir ini agar bisa ikut berjoget bersama-sama. Seakan ikut memaknai pepatah berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, yang menjadi dasar penciptaan bagian keempat tersebut. Karya ini menyiratkan sebuah akhir bahagia dari kekhawatiran beratnya perjuangan hidup berumahtangga. Suasana gembira dan suka cita itu diungkapkan dengan materi musikal riang melalui instrumen pupuik rabunian, gandang katindik, yang bersumber dari musik tradisi Katumbak Pariaman.

Beragam Makna di Balik Isu Gempa dan Tsunami



OLEH Hary Efendi Iskandar
Pemerhati Sosial-Politik
Dampak gempa di Sumbar 30 September 2009
Beberapa hari belakangan ini—Kota Padang khususnya, Sumatra Barat umumnya—pembicaraan orang-orang tidak beranjak seputar isu gempa dan tsunami yang akan terjadi dalam waktu dekat. Akibat isu liar ini, kota-kota yang berada di pesisir pantai Sumatra Barat, lengang. Warganya eksodus mencari tempat sanak saudara yang tinggal di darek.
Pada awal 2005 isu serupa juga terjadi. Seminggu setelah peristiwa gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 di Aceh dan Nias. Saya merasakan betul betapa luar biasanya pengaruh sebuah Isu. Isu yang beredar secara massif lewat SMS membuat banyak orang kehilangan akal sehatnya.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...