Selasa, 04 Maret 2014

Menuju Kota Padang yang Ramah Investasi


OLEH Azizul Mendra 
Business and Technology Enthusiast dan Principal Konsultan Tata Kota

Bagi kelompok pertama, maka jalur yang dikira terbaik untuk menolak adalah dengan mengedepankan peraturan daerah kota Padang. Menyimak tulisan dari praktisi hukum Miko Kamal 19 Desember lalu di koran ini, perda tata kota itu memang bisa menjadi sandungan. Tapi, ketika Pemerintah Kota Padang merevisi Peraturan Daerah itu apakah kelompok yang menolak otomatis setuju ? Atau cara yang lebih cepat yaitu bila Lippo memindahkan lokasi super block-nya apakah kelompok yang menolak otomatis Setuju? Bila tetap tidak setuju, maka benarlah sentimen agama yang memicunya.

Senin, 03 Maret 2014

Perspektif Sejarah Nagari Minang Dibentuk dengan Lahan Baru dan Struktur Baru


(Bagian 2 dari 5 tulisan)

OLEH Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo
Ketua V LKAAM Sumatera Barat

Nagari Sungai Landia
Susunan masyarakat nagari pada nagari Minangkabau mulo dibuek (mulai didirikan) berproses dari paruik, jurai, suku, kampung dan nagari,  berhubungan dengan lahan/ wilayah baru tak berpenduduk. Bermula dari taratak, taratak menjadi dusun. Dusun menjadi koto. Koto sebagai wilayah pusat perkampungan. Kampung-kampung bergabung sepakat menjadi nagari baru.
Artinya pembuatan nagari baru bukan membagi wilayah nagari yang telah ada. Tetapi bermula dari mencari lahan baru karena ruang hidup (lebensraum) sudah sempit. Tak ada lagi lahan mendirikan rumah, tak cukup lagi sawah ladang yang ada untuk kaum (paruik – suku). Lalu KK (Tunganai/ saudara lelaki tertua) diikuti beberapa keluarganya dalam satu suku atau banyak suku mencari lahan baru. Mereka berpisah dengan kampung asalnya meninggalkan sanak saudaranya yang lain separuik atau sesuku. Di lahan baru itu mereka berladang, meneroka sawah dan mendirikan rumah. Saat itu dimulai proses pengembangan wilayah (resort) perkampungan baru sebagai berikut:

Kamis, 27 Februari 2014

Waspadai Dehumanisasi dalam Nagari Mekar (Terbelah)

(Bagian 1 dari 5 tulisan)

OLEH Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo
Ketua V LKAAM Sumatera Barat
Yulizal Yunus
Kebijakan “kembali ke nagari” sebagai strategi pelaksanaan otonomi daerah di Sumatera Barat mengundang pembicaraan hangat publik. Tidak saja pasalnya disebut-sebut implementasinya setengah hati, bahkan disebut sebagai “lebih parah”, paradoksal dan dehumanisasi. Parodoksal, teramati, dulu ketika pemerintahan desa melaksanakan UU 5/1979 dan Perda Sumar No.13/ 1983, nagari tidak pecah dan kelembagaan adat esksis, sekarang di era otonomi daerah melaksanakan UU 22/ 1999 diganti dengan UU 32/ 2004 plus UU 08/2005 dan Perda 09/2000 direvisi Perda 02/2007, justru nagari lama menjadi pecah dan dibagi dalam beberapa nagari disebut dengan istilah pemekaran. Dehumanisasi, teramati, niat pemekaran nagari hendak memudahkan urusan dan pelayanan warga, justru menghadang bahaya besar, ibarat meninggalkan bom waktu untuk anak cucu di nagari dan bisa meledak 5-10 tahun yang akan datang.

[Sekali-lagi] tentang Kesederhanaan

OLEH Deddy Arsya
probohindarto.wordpress.com
Pada suatu masa ketika Islam telah menjadi sebuah negara-kota, kekayaan berlimpah ke kas negara akibat penaklukan kota-kota kaya Persia dan Byzantium. Pada ketika itu, beberapa amir kaum muslim, para gubernur baru daerah taklukan, perlahan-lahan mulai menjadi tambun, kelebihan berat badan. Di sisi ini, Umar si khalifah, yang praktis dan taat, mulai merasa cemas, merasa pesan-pesan rasul telah disalah-artikan penerus-penerusnya. Dia lantas berniat menghentikan gerak penaklukan yang sedang begitu bersemangat itu.

Rabu, 12 Februari 2014

Dua Otokritik tentang Melayu



OLEH Deddy Arsya
“Melayu mati karena pangkat—karena jabatan!” kata Hamka dalam sebuah ceramahnya, mungkin di tahun 1970an, ketika dia dengan rutin mengisi pengajian di RRI dan TVRI. Saya hanya punya rekaman audionya, dan tak ada penanda tahun di situ.
Hamka barangkali tidak membaca Orientalism karya Edwar Said yang terkenal itu. Sebuah telaah kritis terhadap kecendrungan ilmuwan barat dalam menilai timur; kritik keras atas kerja para orientalis yang melakukan ‘generalisasi’ atas watak kultural masyarakat yang ditelitinya. Menurut Said, upaya ‘pengidentifikasian tabiat’ dilakukan para ilmuwan Eropa terhadap timur jajahan, yang pada akhirnya melahirkan generalisasi yang bias atas watak kultur masyarakat itu.

Api di Tangan Haji Miskin

OLEH Deddy Arsya
Alumnus Sejarah Islam IAIN Imam Bonjol Padang. Magister Ilmu Sejarah Unand
Haji Miskin telah lama mati, tetapi namanya di sini seperti abadi. Saya mengunjungi kuburnya di Pandai Sikek. Jalan setapak licin dengan tangga-tangga setengah berlumut. Di ujungnya, masa silam terbungkuk-bungkuk menyumbulkan diri: sebuah makam dari abad ke-19 berdiri. 
Panjangnya hampir lima meter, dipagari pagar besi. Nisan makam itu, sebuah batu pipih setinggi hampir satu meter dengan lebar tigapuluhan senti dan sebuah pokok pohon dengan diameter hampir sama tetapi memiliki tinggi dua kali itu. Tidak ada nama, keterangan kematian, atau informasi apa pun pada kedua nisan itu. Tetapi, sebuah plang di pinggir makam tertulis: Situs Cagar Budaya Makam Haji Miskin.

Selasa, 11 Februari 2014

Apa Kabar Sastra Indonesia?

OLEH Fadlillah Malin Sutan
Apa Kabar?
Sebuah sapaan yang ramah, bersahabat dan umum, “Apa kabar sastra Indonesia?” Pada sisi lain, seakan sudah lama tidak berjumpa, atau sesaat, satu waktu kita bertemu, tidak lagi dekat, tidak lagi akrab, sehingga kita ingin tahu kabar beritanya. Seandainya sastra Indonesia itu adalah orang maka tentu ia akan menjawab; “Baik-baik saja” atau dia menjawab, “Waduh, aku sedang sakit perut”.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...