Selasa, 31 Desember 2013

Dinamika Gender dalam Konteks Adat dan Agama dalam Novel-novel Warna Lokal Minangkabau

OLEH Atmazaki
Universitas Negeri Padang

ATMAZAKI
Salah satu nilai yang sangat menonjol dan banyak dibicarakan sejak beberada dasawarsa terakhir ini adalah perbedaan perempuan dan laki-laki dari dimensi gender. Persoalan ini menjadi topik yang cukup hangat di kalangan intelektual. Persoalan ini pulalah yang banyak dipersoalkan oleh sastrawan melalui karya sastra. Hampir di setiap negara/bangsa, selalu ada sastrawan yang mengemukakan persoalan gender sebagai tema karyanya, seperti Sinclair Lewis di Amerika Serikat (Djajanegara, 1995:8), Elizabeth Gaskell, dan George Eliot di Inggris (Selden, 1989:114).  Bahkan, perkembangan awal sastra modern Indonesia dipenuhi oleh persoalan-persoalan gender.

Estetika dalam Perspektif Budaya Minangkabau

OLEH Yusriwal
Pengajar dan peneliti di Fakultas Sastra Unand
YUSRIWAL
Masalah estetika cukup rumit karena bidang ini bukan hanya sebatas seni dan filsafat. Untuk memahami estetika, beberapa hal perlu diperhatikan: 1) apresiasi terhadap seni mencakup pengamatan (mendengarkan, membaca, dan lain-lain) pada situasi dan modus yang berbeda sehingga seseorang dapat menikmati dan meresapi segala sesuatu yang terpendam dalam karya tersebut. Apresiasi sering melibatkan berbagai kalangan seperti dosen, pencinta seni, serta melalui berbagai cara seperti peragaan, percakapan formal, dan bahkan dengan mengulangi secara diam-diam; 2) kritik terhadap karya seni terdiri atas kata-kata, yaitu kata-kata tentang karya seni dan dirancang untuk lebih memahami dan mengapresiasi karya seni (gaya atau periodenya) dengan cermat. Kritik terhadap seni merupakan cara untuk mencapai tujuan akhir yang lazim dilakukan di akademi/universitas yang mengurusi seni, sastra, musik, lukisan, pahat arsitek dan tari dengan melibatkan orang yang begitu telaten di bidangnya; dan 3) estetika termasuk bidang filsafat. Dalam estetika kita mencoba mengklarifikasi konsep yang dipakai dalam berpikir dan berbicara tentang objek pengalaman estetika (yang umumnya adalah karya seni, objek alam, pohon, matahari, lereng bukit dan manusia itu sendiri). Di antara konsep-konsep yang dipakai secara konstan untuk membicarakan estetika adalah Estetika (keindahan), nilai keindahan, makna estetika, simbolisme, representasi, ekspresi, kebenaran, dan seni.

Senin, 30 Desember 2013

TRADISI SANTET SEBAGAI PRANATA BUDAYA LOKAL: Kajian Kelisanan Mantra Sabuk Mangir dan Jaran Goyang dalam Budaya Using, Banyuwangi

OLEH Heru S.P. Saputra
Fakultas Sastra Universitas Jember

Pendahuluan
Sudah menjadi realitas empiris bahwa sastra, baik lisan maupun tulis, merupakan salah satu bentuk ekspresi estetis yang sarat dengan muatan budaya. Di dalam kedua bentuk karya tersebut terjadi dialektika budaya yang saling mengisi dan melengkapi. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kajian-kajian sastra tulis (khususnya sastra Indonesia modern), dari segi kuantitas, lebih mendominasi, sedangkan kajian-kajian sastra lisan cenderung sebagai “anak tiri” yang dinomorduakan (Suryadi, 1993: 8-9). Ketimpangan semacam itu menggelisahkan, terutama apabila mengacu pada konsepsi awal yang dilontarkan Teeuw (1988:304-305) bahwa sastra, baik dari segi sejarah maupun tipologi, tidak baik apabila diadakan pemisahan antara sastra lisan dan sastra tulis. Keduanya harus dipandang sebagai kesatuan dan keseluruhan, yakni tidak dipecah-belah berdasarkan pertentangan yang tidak hakiki. Selain itu, perlu dihindari adanya pertentangan dalam penilaian, seolah-olah hanya sastra tulis saja yang mempunyai nilai (tinggi).

Revitalisasi Indigeneous Literature, Cara Lain Membaca “Revitalisasi Sastra Pedalaman”



OLEH Ganjar Hwia
Balai Bahasa Semarang
Pamuka: Membaca Potensi Keaslian- Masa Silam-Modern
Di tengah rutinitas kerja penelitian tentang sastra modern Indonesia dan pembelajaran sastra yang menjadi spesialisasi bidang saya, saya sempat terpesona oleh hasil penelitian sastra asli (indigeneous literature)[1] di daerah-daerah “pedalaman” Indonesia yang pernah dilakukan oleh peneliti di Balai-Balai Bahasa dan induk tempat kerja saya, Pusat Bahasa. Begitu banyak, dan insya Allah masih banyak lagi, hasil penelitian tentang sastra asli Indonesia ini.  Obyeknya pun bermacam-macam, seperti sastra lisan (yang terbanyak), hikayat, cerita pendek, puisi, sastra lakon, naskah lama, serta biografi sastrawan[2].

Minggu, 22 Desember 2013

DIALOG FORUM EDITOR: Ekonomi Jalan di Tempat


Suasana Dialog Forum Editor edisi khusus di Hotel Ibis Padang
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat 2014 diprediksi tidak banyak berubah dari 2013 alias jalan di tempat. Pengamat menandai pertumbuhan dengan angka-angka, padahal kondisi ril nyaris tak berubah. Untuk kondisi Indonesia, pertumbuhan sering tidak sama dengan kenyataan.
Hal itu terungkap dalam Dialog Forum Editor edisi spesial akhir tahun yang digelar di lantai teratas Hotel Ibis Padang, Sabtu (21/12) malam. Edisi ini akan ditayangkan di Padang TV dan disiarkan RRI Padang serta Radio Classy.

Rabu, 18 Desember 2013

ANALISIS DALAM PERGOLAKAN PRRI (1958-1961): Perempuan, Seks, dan Perang

OLEH Reni Nuryanti 
Universitas Samudra Aceh

Pengatar
Tulisan ini membahas relasi antara: perempuan, seks, dan perang dalam pergolakan PRRI (1958-1961). Selama kurun tiga tahun pergolakan di Sumatera Barat, perempuan Minangkabau dihadapkan pada situasi dilematis. Dalam situasi rumit, sebagian perempuan ikut menjadi korban. Beragam kepentingan atas nama PRRI, menjadi tragedi tersendiri. Mereka mengalami intmidasi dari dua arah: pasukan PRRI dan APRI. Pada akhirnya, PRRI membawa perempuan dalam dua kelompok: mereka yang eksis dan tenggelam dalam konflik. Mereka yang eksis, menginduk ke organisasi politik atau mengikuti suami bergerilya dalam barisan PRRI. Sementara yang tenggelam, pasrah dengan situasi.

Kebijakan dan Dinamika Sastra di Padang

OLEH Darman Moenir
Sastrawan

Darman Moenir
Kebijakan sastra di Padang, Sumatra Barat, terkait dengan sejumlah lembaga pemerintah dan non-pemerintah serta interaksinya dengan berbagai kalangan di masyarakat.
Birokratisasi sastra dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Gubernur, Wali Kota) dan Bidang Kesenian Kantor Wilayah Departemen Pen-didikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatra Barat. Lembaga non-pemerintah yang didanai oleh Peme-rintah Daerah (Pemda) dan berdasarkan SK Gubernur dan berperan dalam mengelola kesusastraan adalah Pusat Kesenian Padang yang kemudian menjadi Taman Budaya Provinsi Sumatra Barat (TBPSB), serta Dewan Kesenian Sumatra Barat (DKSB). Pengayoman kegiatan kesusastraan didukung oleh sejumlah universitas, terutama melalui kegiatan ekstrakuri-kuler, yakni IKIP Padang, IAIN Imam Bonjol, Universitas Andalas dan Universitas Bung Hatta. Sementara itu lembaga yang berperan mengekang mobilitas sastra adalah aparat keamanan seperti Laksuskomkamtibda, Kodim dan Polresta.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...