Sabtu, 07 Desember 2013

DEKONSTRUKSI CITRA KEPEREMPUANAN DALAM SASTRA: Dari Budaya Lokal Hingga Global

OLEH Ali Imron A.M. 




Abstrak 
Sosok perempuan dalam karya sastra Indonesia tampil dengan pluralitas budaya dan makna yang kaya nuansa. Sejalan dengan mencuatnya issu gender dan eksisnya kaum wanita pada abad XXI seperti diprediksikan oleh futurolog Naisbitt & Aburdence (1990), citra dan stereotip perempuan dalam sastra Indonesia pun mengalami dinamika yang luar biasa unik dan menarik. 
Permasalahannya adalah bagaimana dinamika prasangka gender dalam sastra Indonesia. Lalu, bagaimana citra perempuan dalam sastra Indonesia dalam perspektif gender, dan bagaimana tipologi suara pengarang laki-laki dan perempuan dalam menyoroti sosok perempuan?
Dengan menggunakan pendekatan kritik sastra feminis ideologis dan dengan sampel bertujuan (purposive sample), maka ditemukan bahwa nuansa gender telah lama disoroti oleh para sastrawan kita, setidak-tidaknya dimulai pada roman Sitti Nurbaya karya Marah Rusli pada zaman Balai Pustaka. Sitti Nurabaya merupakan tokoh profeminis yang memprotes ketidakadilan gender yang telah mendarah daging, meskipun idenya tidak radikal. Dia hanya ingin membenahi sistem hubungan laki-laki dan perempuan sebagaimana mestinya.

PUISI Evan YS



Menjilat Luka Waktu

Langkah terseok tertatih menapak masa
Lelah mencerna suara tak beraturan

Bergumam, berdengung tanpa definisi

Aku muak, luka, dan muntah!

Darah dari luka-luka mengalir tak terbendung
Torehkan nyeri yang paling nyeri

Keculasan bertahta megah pada nurani
Kubur tembang perdamaian

Museumkan catatan usang

Demi sebuah keagungan
---sejarah---

akupun terseok menekan luka yang menerobos jantung

jilati hari tanpa makna

tanpa kata
tanpa suara

Kamis, 28 November 2013

Pohon Mangga di Muka Surau



CERPEN Sunlie Thomas Alexander
Mengapa masih saja kau cemaskan isyarat yang tumbuh pada matanya? Bukankah ia adalah takdir? Bagaimana kau harus menghindarinya?
“Apakah lebaran nanti, Abang pulang?” tanyanya menatapmu malu-malu. Kau melengos, berpaling ke arah surau kecil di belakangmu. Sejenak kau bingung. Hendak menjawab ya, kau takut memberikan harapan sementara kau belum memiliki kepastian soal itu. Bila menjawab tidak, mungkin akan mengecewakan. Bagaimana kalau kau betul-betul pulang nantinya?

Sepotong Nyanyian Senja


CERPEN Alwi Karmena
Dia sama sekali tidak ingin semuanya berakhir sedih. Tidak menyesal, apa lagi sampai membuahkan tangis. Dia ingin menguji hati nya, hati laki-laki yang seharusnya keras. Bukan seorang yang lembek dan bukan pula seorang yang sentimen. Meski telah beranjak tua . Ia rasa urat urat darahnya masih liat menahan dera perasaian. Tapi entah kenapa, hentak kenyataan, kali ini lain. Di rumah tangganya beban moral sudah demikian berat. Belakangan, bahkan dia merasa seperti telah terinjak-injak. Dan kiranya hal itu seperangkat kekeliruan, ianya sudah tak bisa memaafkan lagi. Dia akan bertindak, membuat semacam perlawanan hebat pada realita. Bagaimana pun akibatnya  nanti.

Jumat, 22 November 2013

Cerdas! Strategi Serangan Jilbab Hitam Diambil dari Skripsinya Sendiri

 OLEH HENDRA WARDHANA

Cerdas, itulah kesan pertama yang saya tangkap sesaat setelah selesai membaca salinan skripsi berjudul “Pemikiran dan Perjuangan Tan Malaka 1945-1949” milik seorang bernama Indro Bagus Satrio Utomo. Menyimak kekuatan ide dan jalinan kalimat yang mengisi skripsi tersebut tampak bahwa sang penulis sangat ingin mengangkat Tan Malaka. Menyimak setiap kalimatnya yang cair mengalir, sementara sebuah skripsi biasanya kaku, saya berfikir ia memang sosok yang cerdas, setidaknya ia berhasil menyajikan tulisan, argumen, dan analisis yang padu dalam skripsinya itu.

Membaca skripsi tersebut terasa bahwa sang penulis tahu banyak tentang Tan Malaka. Ia tahu Tan Malaka bukan hanya sebagai objek kajian skripsinya semata. Dengan kata lain Tan Malaka bukanlah nama yang seketika muncul akibat keterpaksaan harus mencari bahan skripsi. Skripsi tersebut pun benar-benar ditulis dari hati dan pantas mendapat nilai A.

Jilbab Hitam, Kebetulan Bukan Berarti Kebenaran

OLEH ANDREAS HARSONO

Jilbab Hitam sembunyi di balik identitas "mantan wartawati Tempo" atau "pacar Indro Bagus." Nama anonim membuat pembaca tak bisa mengukur derajad kepercayaan mereka terhadap Jilbab Hitam. Saya pakai fedora hitam, baju hitam dan kacamata hitam namun saya tak pakai nama gelap.

Rabu kemarin ketika hendak tidur siang, Metta Dharmasaputra dari Katadata, kirim SMS, “Mas, Jilbab Hitam alias Indro dan Ratu Adil baru nulis lagi di Kompasiana dan sekarang serang Mas Andreas juga.”

Saya jawab singkat: “Asyik” … ingin segera tidur. Tapi kantuk saya hilang. Saya memutuskan baca blog Jilbab Hitam, “Selingkuhnya Rudi Rubiandini, Pengalihan Isu Suap SKK Migas?” 


Selingkuhnya Rudi Rubiandini, Pengalihan Isu Suap SKK Migas?


OLEH JILBAB HITAM

Eks wartawan TEMPO, kini buruh biasa

Sempat bikin heboh, kalau tidak boleh dikatakan membahana sampai-sampai harus dihapus, kini saya kembali mau menuangkan reportase saya, secara individual tentunya, dibantu semangat dari kekasih saya Indro Bagus Satrio Utomo, yang disalahartikan sebagai saya.
Apa yang hendak saya reportasekan disini masih berkaitan dengan apa yang saya ungkap pada tulisan pertama yang kemudian dihapus oleh Kompasiana, yaitu ruang lingkup kasus SKK Migas.


Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...