Menunggu Godot (asbarez.com) |
Sabtu, 16 November 2013
Suara Lokal dalam Teks-teks Drama Mutakhir Indonesia
Teks Pidato Pasambahan Batagak Gala di Minangkabau dalam Perspektif Semiologi Roland Barthes
Universitas Andalas, Padang
silvia_rosa2003@yahoo.com
Pidato Pasambahan Adat Minangkabau (baralekdi.blogspot.com) |
Masyarakat
Minangkabau merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang masyarakatnya
dikenal suka merantau. Begitu kuat kesukaan itu sehingga merantau bagi
masyarakat tersebut bukan lagi sekedar aktivitas yang bersifat pribadi, yang
semata-mata didasarkan pada tuntutan kepentingan ekonomis, melainkan sudah
menjadi aktivitas kolektif dan merupakan imperatif kultural.
Kuatnya
kesukaan merantau telah turut mempengaruhi pandangan mereka tentang wilayah
tempat tinggal. Mereka membagi wilayah tempat tinggalnya menjadi dua bagian,
yaitu luhak dan rantau. Luhak adalah
wilayah kediaman asli mereka, sedangkan rantau
merupakan wilayah yang menjadi tujuan mereka dalam merantau. Luhak terletak di dataran tinggi, di
bagian pedalaman, sedangkan rantau di
dataran yang lebih rendah daripada luhak,
di pesisir. Wilayah yang pertama oleh masyarakat Minangkabau disebut juga darek (darat), sedangkan yang kedua pasisia (pesisir).
Langit Bandar Padang
CERPEN Deddy Arsya
Dia hendak menuruni tangga kapal ketika ingatan pada
mimpinya tiba-tiba menghentikannya. Beberapa hari belakangan ini, dia terbayang
lagi leher-leher yang putus tertebas parang, decap bunyi anak panah menghujam
kulit tubuh, atau letusan meriam yang menyalak tiada henti. Bermula, dua malam
berturut-turut di Batavia, sejak itu, dia terus bermimpi lagi tentang perang melawan
pasukan Pangeran, kelepak terompah kuda, desing dan letusan balansa, besi-besi
yang berdentang, juga dentuman-dentuman yang memekakkan telinga. Dia mulai lagi
membayangkan nyalang mata musuh yang meregang nyawa menatapnya tak kejap-kejap,
bunyi daging-daging yang terkelupas dan gosong terpanggang, tubuh-tubuh yang
sungsang, juga kepala yang lepas dari badan.
Air Mata Badut
CERPEN Alwi Karmena
“Sudah
jadi kau cuci topeng sama baju Badut itu Sam?” tanya Syair sambil menelan
sebutir obat sakit kepala.
“Ooo
yaa ya. Sudah, sudah,” k,ata Samiarni, istri Syair yang kurus pipih itu tak
bisa berdusta. Dia belum sempat mencuci topeng dan pakaian Badut, pakaian kerja
yang dipesankan suaminya kemarin. Cuma, dia tak ingin Syair marah. Agak lain
juga. Belakangan ini darah tingginya acap kumat. Untuk itu, sekali ini Samiarni
terpaksa berdusta.
Catatan Dasein pada Festival Monolog Kenthut-Roedjito Solo: mesin Eksistensialis dalam Perangkap Virtual
OLEH Delvi Yandra
Penggiat
Teater dan Pendongeng
Dasein [berarti ‘berada di
dalam’; bahasa Jerman: da zain]
merupakan suatu istilah yang sangat karib dalam karya besar filsuf Martin
Heidegger (1889-1976) berjudul Being and
Time. Ia memakai istilah tersebut untuk menjelaskan kemampuan manusia dalam
eksistensinya atau kemampuan ‘menetap’ dan memaknai hidupnya di dunia.
Istilah tersebut juga
menjadi judul dari naskah drama yang sekaligus disutradarai oleh Bina Margantara
pada rangkaian Festival Monolog ‘Kenthut-Roedjito’ di Solo, Kamis (5/7) malam
lalu. Pentas tersebut dilakukan untuk mengenang dua tokoh teater: Bambang
Widoyo SP (Kenthut) dan Roedjito (Mbah Jito).
Dalam pentas yang ke 29
tersebut, lewat Dasein, kelompok
Teater Rumah Teduh tampil di Kelurahan Danukusuman, Kecamatan Serengan, Solo-Surakarta.
Setelah sebelumnya pada Rabu (4/7) malam semua peserta melakukan upacara keprihatinan budaya di Lapangan Danukusuman Tanggul
Budaya (tanggul di pinggiran sungai), bersama Butet Kertarejasa, Didik Nini Thowok,
Slamet Gundono, Tony Broer, Yusril (Katil), Anastasya dan tokoh-tokoh teater
lainnya. Hadir juga kelompok teater dari pelbagai kota seperti Padang, Banjarmasin, Makassar, Palu, Bali, Surabaya,
Solo, Pekalongan, Jepara, Bandung, dan Jakarta. Upacara tersebut diadakan
mengingat terancamnya 49 mata air apabila di Danukusuman didirikan pabrik semen
oleh pemerintah.
Jilbab Hitam Versus Tempo: Sebuah Belantara Hitam Pers Indonesia
Berikut adalah link polemik yang awalnya dipicu pengakuan seorang yang mengaku mantan wartawan Tempo dengan menggunakan nama anonim "Jilbab Hitam" terhadap sepak terjang majalah Tempo, dan media lainnya. Ini merupakan sejarah perjalanan pers di negeri ini dan perlu didokumentasikan secara benar. Link bersumber dari www.rimanews.com dan tempo.co.
Pengasuh
Saya adalah seorang perempuan biasa yang sempat bercita-cita menjadi
seorang wartawan. Menjadi wartawan TEMPO tepatnya. Kekaguman saya
terhadap sosok Goenawan Mohamad yang menjadi alasan utamanya. Dimulai
dari mengoleksi coretan-coretan beliau yang tertuang dalam ‘Catatan
Pinggir’ hingga rutin membaca Majalah TEMPO sejak masih duduk di bangku
pelajar, membulatkan tekad saya untuk menjadi bagian dalam grup media
TEMPO.
Sesungguhnya apa sih yang membuat Bos TEMPO kelabakan ketika
dituding terlibat mafia pemerasan kepada pihak-pihak bermasalah?
Sedemikian paniknya Bos TEMPO melayani postingan blog yang ditulis oleh
akun @Jilbab Hitam. Sehingga terkesan ada apa-apanya antara mahluk halus
@Jilbab hitam dengan managemen Tempo Grup.
Berangkat dari apa yang di katakan oleh Pepatah “ Tidak Mungkin Ada Asap Kalau Tidak Ada Api “ begitulah kita menilai atas apa yang di tulis oleh Jilbab Hitam tentang kebobrokan Majalah Tempo yang di motori oleh Gunawan Muhammad dan Bambang Hari Murti. Walaupun penulis belum sempat membaca apa yang di tulis oleh Jilbab Hitam yang menelanjangi Majalah Tempo. Majalah yang cukup terkenal di Tanah Air bahkan di Asia Tenggara ini, namun dari beberapa tulisan yang menanggapi apa yang di tulis oleh Jilbab Hitam tentu kita menduga apa yang di tulis oleh Jilbab Hitam ke mungkinan mendekati kebenaran.
Sungguh,sosok Jilbab Hitam(http://www.rimanews.com/read/20131111/126044/mengerikan-dan-brutal-tempo...) kini populer di Indonesia, terutama di media, dan terutama di grup Tempo. Pasalnya, akun ini dinilai ‘menyebar fitnah’ dengan memaparkan sejumlah hal seputar kebobrokan media terkait dengan pemberitaan.
Menyimak banyaknya pemberitaan menyangkut tulisan yang ditayangkan oleh akun jilbab Hitam yang memantik tempo untuk membalas dengan sengit, hati saya bertanya-tanya; sudah pantaskah Kompasiana menghapus tulisan tersebut hanya karena pihak tempo merasa keberatan karena dianggap melakukan kebohongan publik dan cenderung mengarah pada fitnah?
Berangkat dari apa yang di katakan oleh Pepatah “ Tidak Mungkin Ada Asap Kalau Tidak Ada Api “ begitulah kita menilai atas apa yang di tulis oleh Jilbab Hitam tentang kebobrokan Majalah Tempo yang di motori oleh Gunawan Muhammad dan Bambang Hari Murti. Walaupun penulis belum sempat membaca apa yang di tulis oleh Jilbab Hitam yang menelanjangi Majalah Tempo. Majalah yang cukup terkenal di Tanah Air bahkan di Asia Tenggara ini, namun dari beberapa tulisan yang menanggapi apa yang di tulis oleh Jilbab Hitam tentu kita menduga apa yang di tulis oleh Jilbab Hitam ke mungkinan mendekati kebenaran.
Sungguh,sosok Jilbab Hitam(http://www.rimanews.com/read/20131111/126044/mengerikan-dan-brutal-tempo...) kini populer di Indonesia, terutama di media, dan terutama di grup Tempo. Pasalnya, akun ini dinilai ‘menyebar fitnah’ dengan memaparkan sejumlah hal seputar kebobrokan media terkait dengan pemberitaan.
Menyimak banyaknya pemberitaan menyangkut tulisan yang ditayangkan oleh akun jilbab Hitam yang memantik tempo untuk membalas dengan sengit, hati saya bertanya-tanya; sudah pantaskah Kompasiana menghapus tulisan tersebut hanya karena pihak tempo merasa keberatan karena dianggap melakukan kebohongan publik dan cenderung mengarah pada fitnah?
Identitas penulis misterius Jilbab Hitam kini ramai dipergunjingkan di media cyber. Di situs Kompasiana,
seorang penulis alias Kompasianer mengaku mengetahui jati diri si
Jilbab Hitam yang menjelek-jelekkan sejumlah individu dan institusi, di
antaranya Tempo, Bank Mandiri, dan lembaga riset Katadata. Meski tulisannya masih misteri pula.
Catat dulu, tulisan ini bukan fakta, sekedar analisis atau pendapat. Jagat kompasiana dan sosial media beberapa hari ini dihebohkan oleh tulisan kompasianer anonim “jilbab hitam”yang secara terbuka menuding TEMPO dan KataData memeras Bank Mandiri dalam Kasus SKK Migas. Siapa Jilbab Hitam itu? Benarkah ia adalah mantan wartawan TEMPO? Dan banyak pertanyaan lain yang lazim muncul ketika sebuah akun anonim melempar sebuah ‘fakta’ (fakta dalam tanda kutip) yang kita belum tahu kebenarannya.
Refleksi dari kasus Jilbab Hitam vs Tempo: Beberapa waktu lalu cukup ramai dipergunjingkan tulisan dari akun ‘Jilbab Hitam’ di Kompasiana yang mengkonstruk sebuah opini provokatif; upaya pemerasan terhadap perusahaan BUMN oleh media ternama (Kini tulisan tersebut sudah diturunkan). Sebagai manusia yang melek media, saya fikir kita tidak perlu memihak opini mana yang benar (Media Pemeras itu atau Perusahaan yang diperas).
Saya lega sudah dibukakan mata dan tidak lagi buta terhadap TEMPO maupun mimpi saya menjadi seorang wartawan yang bersih. Sulit menjadi bersih di kalangan wartawan. Godaan begitu banyak. Tidak hanya di luar organisasi tempat kamu bekerja, tetapi juga di dalam organisasi tempatmu bekerja.
'Jilbab Hitam' Ungkap 'Borok' Etika Pemberitaan TEMPO?Catat dulu, tulisan ini bukan fakta, sekedar analisis atau pendapat. Jagat kompasiana dan sosial media beberapa hari ini dihebohkan oleh tulisan kompasianer anonim “jilbab hitam”yang secara terbuka menuding TEMPO dan KataData memeras Bank Mandiri dalam Kasus SKK Migas. Siapa Jilbab Hitam itu? Benarkah ia adalah mantan wartawan TEMPO? Dan banyak pertanyaan lain yang lazim muncul ketika sebuah akun anonim melempar sebuah ‘fakta’ (fakta dalam tanda kutip) yang kita belum tahu kebenarannya.
Refleksi dari kasus Jilbab Hitam vs Tempo: Beberapa waktu lalu cukup ramai dipergunjingkan tulisan dari akun ‘Jilbab Hitam’ di Kompasiana yang mengkonstruk sebuah opini provokatif; upaya pemerasan terhadap perusahaan BUMN oleh media ternama (Kini tulisan tersebut sudah diturunkan). Sebagai manusia yang melek media, saya fikir kita tidak perlu memihak opini mana yang benar (Media Pemeras itu atau Perusahaan yang diperas).
Saya lega sudah dibukakan mata dan tidak lagi buta terhadap TEMPO maupun mimpi saya menjadi seorang wartawan yang bersih. Sulit menjadi bersih di kalangan wartawan. Godaan begitu banyak. Tidak hanya di luar organisasi tempat kamu bekerja, tetapi juga di dalam organisasi tempatmu bekerja.
Alhamdulillah, Whistleblower
terus bermunculan di Indonesia, sejak 1998 lepas dari cengkeraman Orde
Baru yang rasanya sulit mengungkap borok negeri yang menggurita.
Namun sayangnya tidak diikuti oleh media mainstream yang seharusnya
menjadi pengabar fakta, pemberi cahaya terang dalam kegelapan, bukan
malah bersekongkol dengan mafia, godfather atau para cukong yang malah
menjadi pengabur fakta dan membunuh para musuh cukong dan mengumbar
sentimen anti islam yang kental. Inilah kekejaman media mainstream
dengan menghakimi opini massa, 'trial by press'
Luar biasa, sebuah kejutan besar sekaligus ide hebat dari seseorang yang
menamakan diri “Jilbab Hitam.” Dalam tulisannya di Kompasiana.com, pada
11 November 2013, telah menghebohkan banyak pihak. Tak kurang, Tempo
sendiri menurunkan 5 tulisan bantahan atas informasi
yang dia paparkan. Bagaimanapun, tulisan “Jilbab Hitam” lebih kuat dari
semua bantahan Tempo; dan sangat disayangkan, Kompasiana.com men-delete
begitu saja tulisan itu. Bahkan dalam ulasan di Kompasiana.com
disebutkan, bahwa “Jilbab Hitam” hanyalah pemain amatir, tulisannya
dangkal. Bodoh, justru tulisan dia sangat kuat. Lebih kuat dari umumnya
tulisan-tulisan di Kompasiana.com yang ngalor-ngidul gak jelas.
Nama samaran Jilbab Hitam dengan tulisannya (http://www.rimanews.com/read/20131111/126044/mengerikan-dan-brutal-tempo...)
tentang isu pemerasan Tempo kepada Bank Mandiri menjadi pembicaraan
riuh di dunia internet. Pihak Bank Mandiri dan Tempo membantah tuduhan
si Jilbab Hitam. Beberapa orang teman saya di facebook dan teman-teman
mereka menanggapi dengan opini yang beragam. Ada yang bilang si Jilbab
Hitam menunjukkan bahwa ia merupakan orang tidak jelas karena nama dan
identitas palsunya.
Identitas penulis misterius Jilbab Hitam kini ramai dipergunjingkan di media cyber. Di situs Kompasiana,
seorang penulis alias Kompasianer mengaku mengetahui jati diri si
Jilbab Hitam yang menjelek-jelekkan sejumlah individu dan institusi, di
antaranya Tempo, Bank Mandiri, dan lembaga riset Katadata.
Direktur Utama PT Tempo Inti Media Tbk Bambang Harymurti memberikan
klarifikasi atas tulisan Hendra Boen yang dimuat di Kompasiana. Berikut
ini adalah tanggapan BHM--sapaan akrabnya.
Ini Kejanggalan Tuduhan Jilbab Hitam pada Tempo
Media Relations Bank Mandiri, Eko Nopiansyah, membantah bahwa dirinya pernah bertemu seseorang yang mengaku mantan wartawan Tempo untuk membicarakan dugaan pemerasan oleh media tersebut terhadap Bank Mandiri.
Pengelola media sosial Kompasiana, Pepih Nugraha, mengatakan tulisan
berjudul "Tempo Dan Kata Data Memeras Bank Mandiri Dalam Kasus SKK
Migas" dicabut karena dianggap memojokkan seseorang atau instansi.
Tulisan itu, kata Pepih, mengandung unsur provokatif.
Majalah Tempo bersama lembaga riset Katadata
dituding melakukan pemerasan terhadap Bank Mandiri berkaitan dengan
kasus Rudi Rubiandini. Tudingan itu ditulis oleh “Jilbab Hitam”, yang
mengaku sebagai bekas wartawan Tempo angkatan 2006, di media sosial Kompasiana, Senin, 11 November 2013.
Senin, 11 November 2013
Di Bawah Temaram Lampu Badai
CERPEN Delvi Yandra
Sejak pemberontakan meletus
empat hari yang lalu, anak-anak dan kaum perempuan tidak ada yang berani keluar
rumah sehingga kampung kami sungguh mengalami masa-masa sulit; sawah dan ladang
tak menghasilkan apa-apa, akses ke kampung sebelah hanya dapat dilewati melalui
sungai dengan perahu atau rakit, dan pengajian ditiadakan untuk sementara
waktu.
Bala tentara musuh semakin
rajin berkeliaran keluar masuk kampung seraya membawa bedil. Mereka menguasai
Batu Hampar hingga ke Kurai. Kami geram melihat manusia jangkung berkulit pucat
dan berambut pirang dengan hidung mencuat itu, sehingga kami bertekad
menghancur-leburkan mereka.
Tetapi kami tak butuh
arloji. Athar telah menjadi waktu bagi kami. Ketika malam tiba, itulah saatnya
bagi kami untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan seruan dari Athar.
Langganan:
Postingan (Atom)
Kristenisasi di Ranah Minang
Foto: Kompasiana Pemeluk Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...
-
Saldi isra Saldi Isra, SH, MPA, anak muda yang energik. Dosen pascasarjana program studi hukum Universitas Andalas, Padang, adalah ahli huku...
-
Foto: Kompasiana Pemeluk Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...
-
Ombak memecah kecil-kecil di bibir pantai. Desau angin pagi terasa mencubit kulit, agak dingin. Ketika salat Subuh baru saja selesai ditunai...