CERPEN R Yulia
Mereka
kembali berbisik-bisik. Di sudut. Menjauhkanku lewat tatapan setajam
clurit–seakan memberi ancaman tentang harga mahal yang harus kubayar jika coba
menguping atau memperpendek jarak terhadap mereka—lipatan dahi dan tarikan
garis mengetat pada bibir. Aku berpaling. Tak hendak mencuri lihat, mencuri
dengar atau bahkan mencuri hati.
Sekujur
tubuhku melekat erat pada jeruji besi, membatasi kehendak liar yang
menggelepar-gelepar dalam kepala, meronta-ronta seperti babi hutan yang
tertombak. Hawa dingin yang mengalir lewat genggaman tangan, kulit wajah, dada
dan pahaku, membekukan seluruh keinginanku pada temperatur nol absolut.
Termasuk keinginan menemuinya!