Senin, 11 November 2013

Wajah-wajah dalam Ingatan



CERPEN R Yulia
Mereka kembali berbisik-bisik. Di sudut. Menjauhkanku lewat tatapan setajam clurit–seakan memberi ancaman tentang harga mahal yang harus kubayar jika coba menguping atau memperpendek jarak terhadap mereka—lipatan dahi dan tarikan garis mengetat pada bibir. Aku berpaling. Tak hendak mencuri lihat, mencuri dengar atau bahkan mencuri hati.
Sekujur tubuhku melekat erat pada jeruji besi, membatasi kehendak liar yang menggelepar-gelepar dalam kepala, meronta-ronta seperti babi hutan yang tertombak. Hawa dingin yang mengalir lewat genggaman tangan, kulit wajah, dada dan pahaku, membekukan seluruh keinginanku pada temperatur nol absolut. Termasuk keinginan menemuinya!

Kisah Cinta Pekerja Malam di Kota Gigolacur



CERPEN Ramoun Apta
Lukisan Nasrul
Pada suatu malam berdebu, di suatu Minggu kota Gigolacur, trotoar tak pernah bercerita tentang apa dan bagaimana caranya dua ekor tikus bisa saling kejar-mengejar, meningkahi kerikil yang berserakan, menyusuri got-got yang bau, dan kemudian bergerumul seperti hendak saling membunuh. Begitu juga dengan tiang listrik yang kesepian menimang embun—yang sebenarnya tak patut juga disebut embun karena ia sedikit berminyak—di dekat taman itu, seperti hendak melepaskan kabel-kabel yang terentang memberat.

PUISI Yusrina Sri Oktaviani


Pelataran Rindu

Tak pernah ku tau betapa dalam hatiku
Hingga disana tumbuh rindu
Bermekaran.. berbunga indah
Menyebut namamu sebagai daun cinta yang ku tanami
Tak pernah ku tau betapa murni hatiku
Hingga sapa mu menanam cinta disana
Subur.. bertunas dan berpucuk
Membayangkan rupamu sebagai atap dari keteduhan jiwaku
Tak pernah pula ku tau betapa tabah hatiku
Hingga akhirnya aku menantimu
Bersama kasih yang pernah kau titipkan
Walau tetesan kalbu kian menghujaniku
Menatap hampa pelataran taman
Tempat dimana aku pernah memohonkan doa
Sebait kata yang masih kukuh ku genggam
Meski tenang hatimu tak mampu ku tebak
Bahkan resapan nafas itu..
Tak lagi kau beri makna..
Namun doa menabahkan jiwa
Ada kalanya kan tiba
Pelataran rindu akan kita tempati kembali
Dengan berseminya bunga-bunga kasih
Aku menanti..
Di setengah napasku

PUISI Dedi Supendra


:Malam

Malam,
Seperti kacang goreng
Laku keras dibeli kupu-kupu
Datangnya ditunggu membawa madu
Hilangnya meninggalkan kabar tak sedap, seperti keringat-keringat yang bercucur dari kulit-kulit berbalut bedak dan debu panas
Malam, laksana darah bagi nyamuk nakal
Segar dan sedap
Dan merah membakar sayap

PUISI Sondri BS


Seseorang

I
beberapa cahaya menetesi malam
gelisah angin di bibir jendela
seseorang, mungkin menanti mimpinya
kenangan menggeliat dalam jelaga
hidup telah jauh sendirian saja
pergi bagai kereta meninggalkan stasiun
berpasang mata hanya saling melepaskan
kemudian memendam rindu, bagai ratap biola
manusia : hanya kesedihan yang dihibur dengan tawa

II
malam akan sampai diujungnya
dan kau kan sendiri memeluk kenangan
kesedihan bagai seseorang pergi
tak ingin mengulang jejaknya

lalu senyap bertanya bagai kawan
sudah kau temukan beberapa bagian hatimu yang hilang
ah, sampai kini juga belum ada kabarnya.

2012

PUISI Fitri Yani


Bunga Tidur

asmara bersemayam
di kelopak mata

partikel-partikel waktu
memusar di lubuk dada

tujuh lingkaran
tujuh kehidupan
dibangkitkan
dari sebuah taman

lalu muncul daun-daun
tempat kumpulan embun
berselancar
seperti bocah
tujuh tahun

membuka kelopak mata
berkeriap

sekejap

sabda mengalun
di telinga yang terjaga


(06 April, 2011)

Minggu, 03 November 2013

SOSIOLOGI SENI TEATER DAN FILM INDONESIA: Dalam Perspektif Semiotika Sosial Budaya


OLEH Soediro Satoto
Guru Besar pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
 
Pendahuluan
Baik Seni Teater maupun Seni Film, keduanya m
Pementasan Teater Koma (Dok)
erupakan jenis-jenis seni pertunjukan yang bersifat kolektif, kompleks, rumit, dan (paling) akrab dengan publiknya, yaitu ‘masyarakat seni teater dan film’, ‘masyarakat seni pertunjukan’. Yang dimaksud ‘masyarakat seni pertunjukan’ di sini, antara lain: pencipta seni, para pekerja seni, karya seninya itu sendiri, manager (pengelola, atau pemimpin) kelompok (group) seni, pengayom atau maesenas seni, alam semesta (universe) dan lingkungan seni (poleksosbud hankam, iptek dan seni) yang bisa dijadikan bahan atau sumber inspirasi bagi seniman untuk melakukan proses kreatif seni, lembaga pengelolaan atau managemen seni (lembaga swasta atau pemerintah, lembaga sekolah atau kampus, baik lembaga formal maupun nonformal, sanggar, kelompok, paguyuban, dsb.), penikmat, pemerhati, kritikus atau peneliti seni, pelatih atau pengajar seni, baik guru, dosen, maupun empu seni, dan jangan lupa penonton karya seni, baik menggunakan sarana visual, auditif, audiovisual, dan sebagainya. Baik melalui media panggung pementasan atau pergelaran, media cetak, elektronik, audiovisual atau teve, maupun komputer, Khusus penonton, menurut hemat saya bukan sekadar berkedudukan sebagai faktor penunjang, melainkan merupakan komponen atau unsur bagi setiap seni pertunjukan. Tanpa penonton, penyebutan istilah ‘seni pertunjukan’ menjadi aneh, sebab lalu dipertunjukkan atau dipertontonkan kepada siapa?

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...