Sabtu, 02 November 2013

REFLEKSI UNTUK REPUBLIK INDONESIA: Bagaimana Kita Menilai PRRI?


OLEH H. Kamardi Rais Dt. P. Simulie

Pada penghujung tahun 1957 situasi tanah air semakin panas. Seakan-akan bara api yang siap nyala membakar daun-daun kering yang berserakan di persada tanah air. Belum setahun gerakan-gerakan daerah  mengambilalih jabatan Gubernur Sumatera Tengah oleh Ketua Dewan Banteng A. Husein dari tangan Gubernur sipil Ruslan Muljohardjo, (20 Desember 1956) Gubernur Sumatera Utara St. Komala Pontas diambilalih oleh Simbolon (22 Desember 1956).  Kolonel Simbolon kemudian didaulat oleh Letkol Djamin Gintings. Gubernur Sumatera Selatan Winarno oleh Panglima Barlian (9 Maret 1957).

Kabinet Ali II memang sudah jatuh digantikan oleh Kabinet Djuanda yang dibentuk oleh formatur tunggal Bung Karno. Keadaannya semakin tidak berdaya menyelesaikan kemelut tanah air yang chaos di segala bidang : politik, ekonomi, sosial, keamanan dan pemerintahan.

WAWANCARA KHALID SAIFULLAH: Pembalakan Hutan, Kerap Libatkan Oknum TNI dan Polri


Khalid Saifullah
Investigasi dilakukan Walhi Sumbar menemukan, setiap aktivitas pengambilan kayu secara ilegal di Sumatera Barat, selalu melibatkan oknum dari kepolisan dan oknum dari TNI sebagai backing, bahkan ada juga yang menjadi aktor utamanya (cukong) sebagai penyedia modal dan peralatan di samping itu ada juga oknum dari Dinas Kehutanan. “Menumpas pembalakan hutan, sama persis beratnya dengan menumpas korupsi di negeri ini. Ia  sudah mendarah daging,” kata Khalid Saifullah, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Barat. Berikut petikan wawancaranya dengan Nasrul Azwar.
Bagaimana komentar WALHI tentang kondisi hutan Sumatra Barat saat ini?
Jika kita lihat secara kasat mata dari kejauhan maupun dengan menggunakan helicopter kondisi kawasan hutan kita di Sumatera Barat sepertinya masih terlihat baik-baik saja karena terlihat masih tertutup oleh hijaunya perbukitan.

PENEBANGAN HUTAN SOLOK SELATAN DAN TANAH DATAR: Bahaya Laten Lebih Dahsyat

Penebangan hutan (http://awalinfo.blogspot.com)
Hutan Solok Selatan memberi hasil bagi daerah cukup besar, tapi jika tak dikelola baik, bahaya latennya lebih dahsyat. Banyak perusahaan kayu besar yang beroperasi di sini.
Sebagain besar hutan di Kabupaten Solok Selatan masih perawan. Hasil hutan telah mendatangkan miliaran rupiah bagi pembangunan daerah. Setidaknya Rp9 miliar/tahun PAD Solsel disumbangkan oleh hasil hutan.
Kadis Kehutan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan menyebutkan, sumbangan PAD dari PT Andalas Merapi Timber (AMT) mencapai Rp5 miliar, PT Bukit Raya Mudisa (BRM) Rp4 miliar, dan SKAU hutan rakyat Rp225 juta. Sejak 2005 sampai 2009, PT AMT telah menyumbangkan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp9,16 miliar.

Perambahan Hutan di Agam: Air Danau Maninjau Terancam Kering

Air danau Maninjau menyusut (komapost.com)
Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem memiliki arti dan peran penting dalam menyangga sistem kehidupan. Di sisi lain juga memiliki peranan sangat penting bagi keberhasilan pembangunan, baik secara nasional maupun daerah.

Kerusakan hutan akan berdampak pada lingkungan. Lingkungan yang rusak akan menimbulkan petaka bagi makhluk hidup.

Hal itu sangat disadari Bupati Agam H Indra Catri Dt Malako Nan Putiah. Makanya, sejak dilantik sebagai Bupati Agam, yang pertama menjadi perhatiannya adalah masalah pelestarian hutan dan lingkungan.

PENEBANGAN MEMBABI BUTA: Pesisir Selatan Dikepung Bencana

Dampak penebangan hutan (Dok Rivo)
Setiap hari hutan di Pesisir Selatan termasuk di TNKS dibabat. Ada puluhan titik lahan kritis yang mengepung Pesisir Selatan yang setiap saat bisa menjadi malapetaka bagi warga sekitar. Belum ada tindakan konkret dari pemerintah.
Tahun 2008 sampai 2009 lalu, barangkali rentang masa puncak habisnya ribuan hektare hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Hulu Batang Kambang, Pesisir Selatan. Diduga, hutan dibabat secara liar oleh oknum tak bertanggung jawab. Proses pembalakan liar yang telah dijadikan sebagai lahan perkebunan tersebut oleh orang yang tidak dikenal telah berlangsung lama.
Sementara warga Kambang Utara saat ini mulai resah atas perbuatan oknum yang mengancam puluhan ribu jiwa yang bermukim di Daerah Aliran Sungai Batang Kambang.

Kamis, 31 Oktober 2013

WAWANCARA DENGAN KHAIRUL FAHMI: Pedagang Akan Terus Melakukan Perlawanan

Surat yang dikeluarkan Walikota Padang No 511.2.72.I/Ps-2011 pada 19 Januari 2011 tentang Pemutusan Pelayanan Pasar di lokasi Inpres II, III, dan IV, ditolak pedagang. Apa rencana selanjutnya?
Ya, jelas surat tersebut ditolak pedagang. Karena pedagang dan kami sebagai kuasa hukum menilai surat tersebut bertentangan dengan hukum dan tidak punya alasan teknis dan yuridis  yang dapat diterima. Surat tersebut bertentangan dengan UU No 24 tahun 2007 Penanggulangan Bencana dan PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Tidak punya alasan teknis karena sampai saat ini gedung Inpres II dan III menurut hasil pemeriksaan yang dilakukan GAPEKSINDO berdasarkan surat No 50/GAPEKSINDO/2009 tanggal 28 Oktober 209 bangunan tersebut masih layak huni. Jika Pemko Padang tetap memaksakan kehendak untuk melaksanakan surat tersebut, maka pedagang akan terus melakukan perlawanan melalui saluran-saluran yang ada, baik melalui proses di luar maupun dalam pengadilan. 

'PR' BESAR WALIKOTA TERPILIH: Pedagang Pasar Raya Versus Pemko Padang: Bak Api dalam Sekam


Pasar Raya Padang (Foto: Net)

Persoalan Pasar Raya memang tak pernah kunjung usai. Pemerintah Kota Padang dinilai semena-mena. Kini masalahnya seperti lingkaran setan. Siapa yang diuntungkan?
Matahari sudah agak rebah ke barat. Puluhan pedagang berkelompok-kelompok di Komplek Gubernuran Provinsi Sumatera Barat. Lorong dan langkan bangunan yang serupa ruang pertemuan itu, pedagang tampak mengelongsorkan kakinya seperti rehat. Wajah mereka juga terlihat lelah.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...