Ya, jelas surat tersebut
ditolak pedagang. Karena pedagang dan kami sebagai kuasa hukum menilai surat
tersebut bertentangan dengan hukum dan tidak punya alasan teknis dan yuridis yang dapat diterima. Surat tersebut
bertentangan dengan UU No 24 tahun 2007 Penanggulangan Bencana dan PP No 21
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Tidak punya alasan
teknis karena sampai saat ini gedung Inpres II dan III menurut hasil
pemeriksaan yang dilakukan GAPEKSINDO berdasarkan surat No
50/GAPEKSINDO/2009 tanggal 28 Oktober 209 bangunan tersebut masih layak huni.
Jika Pemko Padang tetap memaksakan kehendak untuk melaksanakan surat tersebut,
maka pedagang akan terus melakukan perlawanan melalui saluran-saluran yang ada,
baik melalui proses di luar maupun dalam pengadilan.
Kamis, 31 Oktober 2013
WAWANCARA DENGAN KHAIRUL FAHMI: Pedagang Akan Terus Melakukan Perlawanan
'PR' BESAR WALIKOTA TERPILIH: Pedagang Pasar Raya Versus Pemko Padang: Bak Api dalam Sekam
Pasar Raya Padang (Foto: Net) |
Persoalan Pasar Raya memang tak pernah kunjung
usai. Pemerintah Kota Padang dinilai semena-mena. Kini masalahnya seperti
lingkaran setan. Siapa yang diuntungkan?
Matahari
sudah agak rebah ke barat. Puluhan pedagang berkelompok-kelompok di Komplek
Gubernuran Provinsi Sumatera Barat. Lorong dan langkan bangunan yang serupa
ruang pertemuan itu, pedagang tampak mengelongsorkan kakinya seperti rehat. Wajah
mereka juga terlihat lelah.
Selasa, 29 Oktober 2013
Televisi, Perempuan dan Wacana Posfeminisme
OLEH Yetti A.KA
Sastrawan
Yetti AKA |
Era globalisasi memiliki relevansi
dengan kebebasan berekspresi. Pada zaman ini orang-orang merayakan kediriannya
dengan bermacam-macam cara. Keadaan ini ditunjang pula oleh akses informasi dan
fasilitas yang tersedia, terutama di kota-kota besar. Orang-orang dengan mudah
mendapatkan apa yang ia inginkan. Situasi ini dijawab oleh hadirnya berbagai
teknologi sebagai pendukung euphoria itu.
Salah satu teknologi yang paling
digemari masyarakat adalah televisi.
Televisi jelas memiliki daya tarik luar biasa, di samping menimbulkan pengaruh
yang tidak bisa dianggap sepele. Dari televisi orang bisa mengetahui dunia lain
tanpa perlu datang ke sana. Televisi juga bisa membuat orang berada pada
ketaksadaran yang mengasyikkan, tempat di mana orang melupakan rasa sakit;
kemiskinan, pengangguran, harga-harga sembako yang mencekik, dan biaya sekolah
yang mahal (dalam iklannya boleh gratis).
Mengintegrasikan Minangkabau di Perantauan
OLEH Wannofri
Samry
Pengajar di FIB
Unand
Karatau madang
dahulu, babungo babuah balun,
marantau bujang
dahulu, di kampuang baguno balun.
Wannofri Samry |
Itulah ungkapan orang
Minangkabau yang turut mendorong mereka pergi merantau. Karena
mereka belum bisa memberikan sesuatu untuk kampung halaman secara mendalam, maka mereka
pergilah merantau. Alasan dan tujuan mereka pergi merantau memang
bermacam-macam. Ada yang bertujuan memenuhi keperluan ekonomi dan
ada juga yang bermaksud menambah ilmu pengetahuan. Namun setiap perantau Minangkabau
pastilah berhubungan juga kampung halamannya pada suatu masa. Walaupun mereka
sudah tua dan beranak cucu, dan sudah berjaya di rantau mereka tetap ingin
mengabdikan diri mereka untuk kampung halaman, baik secara moril maupun secara
materil.
Begitu pula kesan
mendalam yang kami jumpai ketika bertemu dengan seorang tokoh Minangakabau,
Dato Haji Kaharudin bin Momin generasi kedua
di Gombak, Selangor Malaysia. Beliau sebelumnya pernah menjawat Wakil
Menteri Besar Negeri Selangor. Beliau ini sedang merancang sebuah Rumah Adat
Minangkabau di kawasan Gombak, yang akan ditegakkan pada tanah seluas dua
hektare.
[TER]PENJARA DI PADANG: (Menyerap Inti Tesis Master Deddy Arsya pada Program Studi Ilmu Sejarah Unand 2012)
OLEH Zelfeni
Wimra
Sastrawan
Deddy melatari penelitiannya
dengan beberapa hal. Pertama, persoalan penjara masih menjadi persoalan
yang hangat diperbincangkan pada satu dasawarsa awal abad ke-21 ini. Sejak tahun
1995, penjara memang telah berganti nama menjadi Lembaga Pemasyarakatan. Dalam
konsep pemasyarakatan, penjara bertujuan menyiapkan para terhukum untuk dapat
kembali ke jalan orang ramai. Penjara dalam hal ini diidealkan mampu memulihkan
akhlak narapidana untuk dapat diterima kembali di tengah masyarakatnya.
Namun, setelah itu penjara
justru masih memunculkan berbagai permasalahan seputar dirinya sendiri. Tidak
jarang penjara dipinalti: “gagal menjalankan fungsinya”. Kesangsian itu lahir
karena penjara yang diidam-idamkan sebagai penyelamat sosial itu malah mencetak
penjahat-penjahat baru. Narapidana kasus copet setelah keluar dari penjara
mendapat ilmu merampok. Narapidana kasus teror setelah dipenjara menjadi lebih
mahir merakit bom. Narapidana kasus pemakai sabu ketika masuk penjara bertambah
kepandaian menjadi pengedar dan bandar. Penjara dengan ini seolah
bertransformasis menjadi ‘sekolah tinggi’ bagi para kriminalis.
Dilema Pemerintahan Nagari ‘Hadiah’ Reformasi
OLEH Suryadi
Dosen & peneliti Leiden University Institute for Area Studies, Leiden,
Belanda
Suryadi |
Berkat reformasi kita di Minangkabau telah kembali ke
sistem Pemerintahan Nagari. Namun rupanya sistem Pemerintahan Nagari ‘hadiah’
Reformasi itu telah menghadirkan kultur politik deviant yang kurang sehat di lingkungan nagari-nagari dan
mengandung banyak virus konflik (kepentingan). Pemerintahan Nagari yang
dipraktekkan sekarang tidak merepresentasikan spirit dan karakter budaya
Minangkabau, dan tidak memenuhi harapan masyarakat Minangkabau, sebagaimana
terefleksi dalam ramai wacana publik di berbagai media, baik di kampung maupun
di rantau. Setelah 12 tahun masyarakat Minangkabau kembali ke pemerintahan
nagari, ternyata kehidupan ber-nagari tidak lebih baik (Haluan, 22-1-2012).
Mungkin tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa kesempatan
untuk menjemput kembali spirit dan filosofi kehidupaan ber-nagari ala
Minangkabau melalui pencanangan ‘Baliak
ka surau ka nagari’ di Zaman Reformasi ini, yang dulu dibonsai oleh Rezim
Orde Baru, tampaknya telah disia-siakan oleh masyarakat Minangkabau dan para
pemimpinnya.
Pertempuran dalam Ruang Tradisi
OLEH Deddy Arsya
Sastrawan
Deddy Arsya |
Tujuh gelombang rombongan (semuanya
laki-laki) secara bergantian telah naik dan turun dari rumah tempat perhelatan
dilangsungkan. Sebentar tadi, masih tinggal dalam pandangan, sebelum rombongan-rombongan
undangan dapat menyantap hidangan, mereka harus ‘melayani’ tuan rumah berbalas
pantun. Mulanya masing-masing pihak memberi penghormatan dengan kalimat-kalimat
berkias yang panjang, menyampaikan maksud kedatangan dan maksud undangan, dan
seterusnya. Setelah makan, untuk dapat turun dari rumah itu, rombongan undangan
pun mesti minta izin kepada tuan rumah, dengan kalimat-kalimat yang metaforik
pula tentu saja. Berbalas pantun yang bisa lama bisa sebentar, tergantung
kemahiran kedua belah pihak ber-retorika. Dan kini acara pantun-memantun itu
telah usai setelah rombangan ketujuh.
Langganan:
Postingan (Atom)
Kristenisasi di Ranah Minang
Foto: Kompasiana Pemeluk Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...
-
Saldi isra Saldi Isra, SH, MPA, anak muda yang energik. Dosen pascasarjana program studi hukum Universitas Andalas, Padang, adalah ahli huku...
-
Foto: Kompasiana Pemeluk Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...
-
Berikut adalah link polemik yang awalnya dipicu pengakuan seorang yang mengaku mantan wartawan Tempo dengan menggunakan nama anonim "J...