OLEH Yasraf Amir Piliang
Dosen Program Pascasarjana Fakultas Seni Rupa dan Disain,
ITB
Alai-alai tabang
ka alai
Tabanglah pipit
duo tigo
Kaba lah lamo
tabangkalai
Kini
diulang-ulang pulo
‘Kaba’ (kabar) adalah
mekanisme kultural yang memanifestasikan esensi manusia sebagai homo homini
socius. Sapaan “A kaba?” (Apa kabar?) adalah ungkapan terdalam rasa sosial dan
kencintaan sesama manusia. Kita mungkin tak perlu menanyakan atau memberi kabar
seseorang, tanpa dorongan rasa sosialitas dan kebersamaan itu. Kaba, dengan
demikian, adalah sebuah mekanisme sentral dalam arsitektur sosial, yang
melibatkan bahasa, rasa, nalar dan imajinasi. Inilah yang membedakan manusia
dari hewan, yaitu pada kapasitas pemahaman dan ‘imajinasi’ tentang ‘kebersamaan’
sebagai manusia. ‘Bakaba’ (berkabar atau ‘memberi kabar’) menunjukkan
keniscayaan rajutan alam sosialitas manusia, yang merasa perlu saling berkabar
satu sama lain secara sosial.
|
Yasraf Amir Piliang |
Kaba adalah sebuah
tindak komunikasi (communicative action),
yang melaluinya pesan (message),
berupa nasehat dan petuah, disampaikan dari penyampai (sender) ke para pendengar (receiver),
baik itu pesan personal, adat, sosial, politik, kultural maupun agama. Ia juga
sebuah bentuk wacana (discourse),
yaitu sebuah ajang ‘pertukaran’ (exchange),
tidak saja pertukaran bahasa gerak, tetapi juga tindakan (action). Kaba juga
sebuah ekspresi estetik, karena dalam intensitas tertentu ia mengandung nilai
dan memberikan pengalaman estetik. Bakaba,
berarti menyampaikan pesan secara komunikatif, tetapi juga mengungkapkan
sesuatu secara estetis. Kaba, mempunyai fungsi konatif (conative) untuk merepresentasikan realitas ke dalam cerita, tetapi
juga sebuah ‘tindak’ (performative),
untuk menghadirkan sesuatu.