OLEH Nasrul Azwar
Pementasan Interogasi Teater Noktah di MTI#3 Solo |
Di atas panggung, setiap malam, manusia-manusia dipaparkan
dengan segenap kemanusiawiaannya. Properti yang efesien. Ada lelaki tua, Jumena
Martawangsa, rapuh iman yang merasa ajalnya kian dekat namun cemas hartanya
jatuh ke tangan istrinya. Dia tak percaya lagi kepada orang lain. Ada Emak yang
memberi angin surga pada sosok lugu bernama Abu. Sandek, aktivis buruh dengan
multikepribadian menggugat sisi kemanusiaan Direktur Umum.
Panggung teater selama lima hari—minus
Kalanari Teater yang menggunakan ruang terbuka— diisi dengan tokoh-tokoh yang
idiot, cacat pincang, profesi pelacur, tubuh berkudis, bisu, gembel, para
bandit, dan orang-orang tersisih dari kehidupan sosialnya. Semua sebagai representasi
kegetiran hidup orang-orang yang tak jelas identitasnya dalam statistik negara.
Pentas pun didominasi warna muram hitam, gelap, dan sunyi.