Kamis, 17 Oktober 2013

MITIGASI KEBENCANAAN: Pertahanan Terbaik Bernama Pengetahuan


OLEH Nasrul Azwar
Jurnalis Freelance, tinggal di Padang
Pertahanan terbaik terbaik manusia menghadapi bencana alam adalah pengetahuan. Pengetahuan yang tepat sangat berpotensi meminimalisir risiko jatuhnya korban lebih luas. Sejauh mana pengetahuan dan kesiapsiagaan bencana itu dipahami masyarakat?

Sumber: http://3.bp.blogspot.com/

Nenek itu tampak bingung. Orang-orang meneriakinya agar bergegas ke luar rumah. Malam itu, kebetulan hanya ia yang berada di rumahnya. Anak dan menantunya ke luar kota. Lidah nenek terasa berat untuk berucap membalas teriakan itu. Bibirnya pun menggigil.

“Air sudah setinggi pinggang. Sebentar lagi akan sampai ke sini. Cepat Nek!” Sorak lelaki paruh baya sembari memopong nenek itu ke atas mobilnya. Nenek itu tak bersuara. Ia pasrah. Mobil bergerak lambat.

Rabu, 16 Oktober 2013

Konsolidasi Kultural Suku Bangsa Minangkabau: Aktualisasi ABS-SBK di Tengah Tantangan Lokal, Nasional, dan Global

OLEH Azyumardi Azra
Guru Besar Sejarah dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
 
Azyumardi Azra
“Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah; syarak mangato, adaik mamakai.”
Konsolidasi kultural suku bangsa Minangkabau? Kenapa ada gagasan seperti ini? Bukankah suku bangsa Minangkabau terkenal di seantero Nusantara sebagai sebuah suku yang distingtif, yang relatif memiliki karakter yang khas? Begitu distingtifnya berbagai aspek kehidupan suku bangsa ini sehingga menjadi sasaran penelitian para ahli dan peneliti, mulai dari tradisi matrilinealnya yang unik, adat istiadatnya yang khas, budaya merantau yang tidak pernah pudar, sampai kepada Islam yang dipandang sangat kuat baik di masa lampau maupun kontemporer.
Tetapi, pada saat yang sama, berbagai aspek kehidupan suku bangsa Minangkabau juga cenderung cair, karena kebudayaannya yang terbuka, yang ‘eksvolutif’, berbeda dengan kebudayaan suku Jawa yang ‘involutif’—melingkar ke dalam jika kita meminjam kerangka Clifford Geertz tentang ‘involutif pertanian Jawa’. Karena itu, kebudayaan suku Minangkabau cenderung sangat terbuka bagi budaya luar, dengan mengorbankan budayanya sendiri, yang lebih lama menjadi distingsinya.

Nyanyian Badai (Sepotong Puisi yang Belum Selesai)


CERPEN Alwi Karmena

Sudah lama sekali kami tak bersama. Sudah lama. Sejak pelayaran penghabisan di Tanjung Cina itu. Berpuluh tahun yang lalu, kenangan semakin berkabut dalam derai musim yang urutannya hampir pupus. Kesan tentang dia, larut dalam sebuah tragedi perpisahan tak tercatat. Perpisahan yang tajam. Setajam silet. Mencukur remang impian masa lalu. Masa-masa di kapal. Masa di mana jiwa ini masih dahaga mengembara.
Karinus Budikase namanya. Orang Sangihe. Lelaki laut. Berdarah laut. Kekar, tapi tak kasar. Kulitnya legam dengan cambang yang lebat di rahang. Adalah dia, sahabat karibku. Sahabat yang tegar berkelebat  dalam badai. Sahabat seperasaian. Bergulat bersama antara hidup dan mati di laut malam.

Malam Lancip

CERPEN Ragdi F Daye
Aku tertegak canggung di depan pintu setelah mundur satu langkah. “Maafkan aku!” ujarnya sambil mengusap mata. Malam tampak hitam di belakangnya yang melintangkan senyum rapuh di bibir pucat. Kenapa dia ke mari? Kepalaku seperti dicucuk lusinan paku berkarat. Tubuhnya tampak ringkih. Rambutnya menjuntai-juntai basah bekas tersiram hujan. Dia datang sendirian.
Apa aku harus mengajaknya masuk ke dalam? Ini malam, baru usai hujan, dan aku seorang lelaki yang tinggal sendirian.
Kugerakkan tubuh untuk duduk di kursi kayu yang merapat ke jendela. “Di dalam sangat berantakan. Duduklah.” Ada jeda kosong yang tidak menyenangkan. Bau parfumnya masih menguar dari bajuku. Kurasakan hembus napasnya yang hangat. “Tentu ada yang kurang baik. Kau datang sendirian tanpa suami dan anakmu, sedang sekarang sudah lewat pukul sembilan. Kau datang dari Pekanbaru? Aku benar-benar kaget.”

Sesan yang Suka Air


CERPEN Yetti A KA
Sumber Ilustrasi http://jendelagertak.blogspot.com
Sesan suka air. Segala jenis air. Waktu papa dan mamanya belum bercerai, mereka sering berenang di laut, tepatnya di Samudera Ujung. Mereka juga mancing ikan. Mengejar anak kepiting yang merayap lincah di pasir. Atau mencari bangkai bintang laut.
Sampai Sesan berusia dua belas tahun ia masih sangat suka air.
Kemudian papa dan mamanya bercerai.  Sesan tinggal dengan papanya. Dan mereka tidak pernah lagi main air bersama di sungai, danau, air terjun atau sekadar duduk-duduk di pantai. Papanya tidak tahan berada di sebuah tempat di mana mereka pernah hidup bahagia. Mamanya memang tetap gemar berenang atau memancing—barangkali sampai akhir hidupnya—tapi ia segera menikah lagi, dan mereka punya acara liburan sendiri dalam keluarga baru itu. Papanya meminta Sesan untuk memahami bahwa mamanya sudah terbagi. Dan mereka tidak boleh berharap banyak pada sesuatu yang sudah terbagi itu. Sesan merasa lebih daripada itu sesungguhnya papanya sedang berusaha membenci mama.   

PUISI C H Yurma


PUISI C H Yurma

Jejak
berjalanlah
tembus kelambu waktu
satu arah
meramu tempat menuju

gerak susut bayang
adalah burung cahaya
yang hilang diterkam gelap

masihkah kita genggam
bisik dedaun gugur
ketika seruas cendawan getah
mengering
teringat mautnya
ke tanah teduh

maka kupilih untuk henti
menghidu jejak
yang dulu berulang
lewat
tertutup bayang tubuh

2008

PUISI Esha Tegar Putra


PUISI Esha Tegar Putra

Akan Ada yang Lelap

“Akan ada yang lelap dalam gerimis.” Seperti terakhir kali
aku katakan, seketika gerimis bertikaian. Dan kau benar terlelap
dalam dongengan yang tak akan pernah mampu kuselesaikan.

Seketika itu aku lupa menanam potongan kisah tentang sakit.
Semisal amuk gelombang, pohon tumbang, tusukan pada
punggung, atau maut yang sembarangan bermain tangan.

Gerimis teramat lamban, ada angin bergerak kosong, tik-tak
tik-tok jam sahut-bersahut dengan napasmu (atau barangkali
bunyi getar pada jantungmu.)

“Tapi seketika itu waktu adalah hitungan mundur kepergian.”
Sampai hari bermain curang. Waktu cuma imajinasi mengenai
cuaca dalam potongan gambar bergerak, tak akan bisa disangkal.

Di lamban gerimis, sisa napasmu tinggal gaung udara dalam
ruangan: Dan beberapa potongan gambar kuhentikan di antaranya.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...