Rabu, 16 Oktober 2013

Malam Lancip

CERPEN Ragdi F Daye
Aku tertegak canggung di depan pintu setelah mundur satu langkah. “Maafkan aku!” ujarnya sambil mengusap mata. Malam tampak hitam di belakangnya yang melintangkan senyum rapuh di bibir pucat. Kenapa dia ke mari? Kepalaku seperti dicucuk lusinan paku berkarat. Tubuhnya tampak ringkih. Rambutnya menjuntai-juntai basah bekas tersiram hujan. Dia datang sendirian.
Apa aku harus mengajaknya masuk ke dalam? Ini malam, baru usai hujan, dan aku seorang lelaki yang tinggal sendirian.
Kugerakkan tubuh untuk duduk di kursi kayu yang merapat ke jendela. “Di dalam sangat berantakan. Duduklah.” Ada jeda kosong yang tidak menyenangkan. Bau parfumnya masih menguar dari bajuku. Kurasakan hembus napasnya yang hangat. “Tentu ada yang kurang baik. Kau datang sendirian tanpa suami dan anakmu, sedang sekarang sudah lewat pukul sembilan. Kau datang dari Pekanbaru? Aku benar-benar kaget.”

Sesan yang Suka Air


CERPEN Yetti A KA
Sumber Ilustrasi http://jendelagertak.blogspot.com
Sesan suka air. Segala jenis air. Waktu papa dan mamanya belum bercerai, mereka sering berenang di laut, tepatnya di Samudera Ujung. Mereka juga mancing ikan. Mengejar anak kepiting yang merayap lincah di pasir. Atau mencari bangkai bintang laut.
Sampai Sesan berusia dua belas tahun ia masih sangat suka air.
Kemudian papa dan mamanya bercerai.  Sesan tinggal dengan papanya. Dan mereka tidak pernah lagi main air bersama di sungai, danau, air terjun atau sekadar duduk-duduk di pantai. Papanya tidak tahan berada di sebuah tempat di mana mereka pernah hidup bahagia. Mamanya memang tetap gemar berenang atau memancing—barangkali sampai akhir hidupnya—tapi ia segera menikah lagi, dan mereka punya acara liburan sendiri dalam keluarga baru itu. Papanya meminta Sesan untuk memahami bahwa mamanya sudah terbagi. Dan mereka tidak boleh berharap banyak pada sesuatu yang sudah terbagi itu. Sesan merasa lebih daripada itu sesungguhnya papanya sedang berusaha membenci mama.   

PUISI C H Yurma


PUISI C H Yurma

Jejak
berjalanlah
tembus kelambu waktu
satu arah
meramu tempat menuju

gerak susut bayang
adalah burung cahaya
yang hilang diterkam gelap

masihkah kita genggam
bisik dedaun gugur
ketika seruas cendawan getah
mengering
teringat mautnya
ke tanah teduh

maka kupilih untuk henti
menghidu jejak
yang dulu berulang
lewat
tertutup bayang tubuh

2008

PUISI Esha Tegar Putra


PUISI Esha Tegar Putra

Akan Ada yang Lelap

“Akan ada yang lelap dalam gerimis.” Seperti terakhir kali
aku katakan, seketika gerimis bertikaian. Dan kau benar terlelap
dalam dongengan yang tak akan pernah mampu kuselesaikan.

Seketika itu aku lupa menanam potongan kisah tentang sakit.
Semisal amuk gelombang, pohon tumbang, tusukan pada
punggung, atau maut yang sembarangan bermain tangan.

Gerimis teramat lamban, ada angin bergerak kosong, tik-tak
tik-tok jam sahut-bersahut dengan napasmu (atau barangkali
bunyi getar pada jantungmu.)

“Tapi seketika itu waktu adalah hitungan mundur kepergian.”
Sampai hari bermain curang. Waktu cuma imajinasi mengenai
cuaca dalam potongan gambar bergerak, tak akan bisa disangkal.

Di lamban gerimis, sisa napasmu tinggal gaung udara dalam
ruangan: Dan beberapa potongan gambar kuhentikan di antaranya.

Mata Anjing

CERPEN Alizar Tanjung
Aku menyaksikan mata anjing di beranda. Mata anjing di atas meja ukiran jepara. Di atas piring kaca dialas kain putih. Matanya mengeliat. Sebilah pisau di sebelah mata anjing. Pisau itu kemudian memantulkan mata anjing. Pisau itu memantulkan kepalaku, hidungku yang berdarah-darah, pipiku yang berdarah-darah, telingaku, keningku, kelopak mataku, jenggot tipisku.
Aku dapat melihat mataku bermain-main di bola dunia mata anjing. Dua bola mataku, aku saksikan sayu.
“Tuanku yang punya ruh. Kau orang hidup. Aku kini benda mati yang hidup.” Ouh, mata itu bicara. Mata paling setan yang pernah kusaksikan. Paling setan dari hari setan. Konon hari itu hari ketika Adam dilemparkan ke dunia. Hawa merayunya memakan buah kemelaratan. Terlemparlah Adam. Tapi memang kodrat perempuan. Ia berasal dari tulang rusuk yang bengkok, kalau engkau biarkan ia akan terus bengkok, kalau engkau paksa meluruskan ia akan patah.

PUISI Ramadhani


PUISI Ramadhani

Mulanya Kata

dalam bunyi apa sunyi menyelinap dalam kata?
pada ngilu-pilu sesayat luka
atau gebalau perang yang kacau

di jalan yang mana kata menjemput kedatangan makna?
apa pada jauh tempuh sebuah perjalanan
atau di sudut ruang perenungan

dalam rupa yang mana sunyi mengikat makna pada kata?
apa pada catatan para ahli bahasa
atau serupa dahaga penyair akan aksara


Kandangpadati 2010

Puisi Riyon Fidwar

Puisi Riyon Fidwar

Airmata

mengapa hanya airmata yang mengiba
ketika luka membisa, mengorek
sum-sum dan urat nadi
sedangkan kuku dan rambut
tak pernah mengundang tangis
bila di potong dan di iris

mengapa hanya airmata yang mengiba
ketika darah nanah
membasuh pedang dan peluru
apakah airmata ramuan kepiluan,
atau ramuan kerinduan?



Padang, 2010

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...