CERPEN Ragdi F Daye
Aku tertegak canggung di depan pintu setelah mundur satu langkah.
“Maafkan aku!” ujarnya sambil mengusap mata. Malam tampak hitam di belakangnya
yang melintangkan senyum rapuh di bibir pucat. Kenapa dia ke mari? Kepalaku
seperti dicucuk lusinan paku berkarat. Tubuhnya tampak ringkih. Rambutnya
menjuntai-juntai basah bekas tersiram hujan. Dia datang sendirian.
Apa aku harus mengajaknya masuk ke dalam? Ini malam, baru
usai hujan, dan aku seorang lelaki yang tinggal sendirian.
Kugerakkan tubuh untuk duduk di kursi kayu yang merapat
ke jendela. “Di dalam sangat berantakan. Duduklah.” Ada jeda kosong yang tidak
menyenangkan. Bau parfumnya masih menguar dari bajuku. Kurasakan hembus
napasnya yang hangat. “Tentu ada yang kurang baik. Kau datang sendirian tanpa
suami dan anakmu, sedang sekarang sudah lewat pukul sembilan. Kau datang dari Pekanbaru?
Aku benar-benar kaget.”