OLEH Suryadi
Alumnus Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas Andalas dosen dan
peneliti di Universitas Leiden, Belanda
SURYADI |
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sudah
sejak akhir abad ke-19 Padang menjadi kota ‘modern’, bahkan menjadi kota yang
paling ‘maju’di bagian barat Indonesia. Kemajuan Padang meningkat pesat setelah
sarana jembatan kereta api dibangun di Sumatra Barat pada 1892 menyusul pembangunan
pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur).
Sejak 1870-an Padang sudah mempunya koran
(koran pertama yang muncul di kota ini bernama “Bentara Melajoe”), yang
kemudian makin banyak jumlahnya (Adam 1975), baik yang berbahasa Belanda maupun
yang berbahasa Melayu. Unsur kebudayaan bandar (urban) lainnya, seperti rumah
bola (societeit), hotel (seperti
Hotel Sumatra dan Hotel Oranje) dan komplek pertokoan yang menjual
barang-barang impor dan buatan dalam negeri cukup lengkap di Padang Bahkan ikan
herring yang ditangkap oleh nelayan
Belanda di Laut Utara dapat dibeli di Padang pada waktu itu.