Kamis, 03 Oktober 2013

POLEMIK SASTRA SUMATERA BARAT: Biarkan Pembaca yang Menjadi “Hakim”



OLEH Muhammad Subhan
Penikmat Sastra, Bergiat di Komunitas Sastra Rumah Kabut Padang Panjang

TULISAN Darman Moenir berjudul “30 Tahun Terakhir Tak Ada Novel Bermutu dari Sumatra Barat” (Harian Haluan, Minggu, 23 Januari 2011) memicu polemik di koran ini. Respons pertama muncul dari Devy Kurnia Alamsyah yang mengaku bukan sastrawan di dalam tulisannya berjudul “Arogansi Sastra Kanon” (Haluan, Minggu, 30 Januari 2011). Disusul tulisan Sudarmoko pekan lalu berjudul “Sedikit Gambaran Sastra Indonesia di Sumatra Barat, Tanggapan Terhadap Tulisan Darman Moenir dan Devy Kurnia Alamsyah” (Haluan, Minggu, 6 Februari 2011), serta tulisan Elly Delfia, Dosen Fakultas Sastra Universitas Andalas Padang di hari yang sama berjudul “Bahasa Cermin Kebermutuan Karya Sastra dan Pengarang”.

Selasa, 01 Oktober 2013

Anak Pisang-Induak Bako

OLEH Anas Nafis

Pengantar

Masa ini terutama di perkotaan adat beranak pisang induak bako1 ini boleh dikatakan sudah menghilang. Penyebabnya antara lain ialah tanah tempat menanam bawaan induak bako seperti anak pohon pisang, bibit kelapa atau pun untuk memelihara ayam-itik maupun sapi dan kambing, boleh dikatakan sudah tidak ada lagi. Jamah telah beralih, musim telah berkisar, kata peribahasa.
Namun demikian inti dari adat baranak pisang barinduak bako ini cukup menarik, karena di Minangkabau dahulu setiap kelahiran bayi senantiasa diikuti oleh penambahan bahan makanan yang ujung-ujungnya tabungan bagi sang sang anak.

Ruang Ekspresi Perupa Masih Terbuka


OLEH Ady Rosa
Kurator dan Dosen Seni Rupa Universitas Negeri Padang

Sumatra Imaginable, merupakan sebuah tawaran terbuka kepada para perupa Sumatra untuk “memikirkan (kembali) tentang Sumatra”, yang bisa diwujudkan dalam bahasa rupa.
Ruang rupa dalam jagat raya merupakan ruang yang dapat diinterpretasi perupanya (pelukis), banyak sajian yang tampak secara kasat mata. Bisa persoalan alam, masalah sosial, dan masalah apa saja yang dapat dikembangkan melalui ekspresi objektif kosmik, sebagai bentukan rupa konkret – realis, yang sangat mudah dikenali lewat kasat mata khalayak. Corak ini sampai sekarang masih dianggap “booming”, terutama lukisan-lukisan kontemporer perupa Cina, yang memiliki landasan kuat dalam tradisi melukis realis. Jadi jangan heran apabila Cina dalam kekondisian kini, menjadi kiblat perkembangan seni rupa kontemporer di Asia maupun dunia saat ini.

KABA UMBUIK MUDO: Bapadoman kapado kaba Umbuik Mudo

Disusun dan Ditulih: Musra Dahrizal Katik jo Mangkuto
bagian 2

Gurindam Legaran 2
Kandak buliah pintak balaku
Sanang rasonyo kiro-kiro
Dapek pangaja dari ayah

Niaik sangajo pai baguru
Lalu bajalan si Umbuik Mudo
Tinggalah mandeh nan di rumah

Nan satibo di rumah guru
Untuang kabaiak ditarimo
Baguru silek jo mangaji

Sampai basuo bahadapan
Bajawek salam maso itu
Sadang ba-andai bapaparan

Hap …Tah …Tih …

Minggu, 29 September 2013

POLEMIK SASTRA SUMATRA BARAT: Sedikit Gambaran Sastra Indonesia di Sumatra Barat


OLEH Sudarmoko
Universitas Leiden

Sudarmoko
Sepanjang sejarahnya, Sumatra Barat menjadi bagian yang penting dari sedikit daerah di Indonesia yang dalam segi jumlah memberikan pengaruh penting dalam kesusastraan. Hingga tahun 1977, kehidupan sastra Indonesia modern di Sumatra  Barat dicatat dengan baik oleh Nigel Phillips dalam artikelnya di Indonesia and the Malay World (Vol. 5(12): 26-32),”Notes on Modern Literature in West Sumatra”. Dalam catatan yang dibuat di sela-sela penelitiannya tentang sastra lisan, terutama Si Jobang yang sudah diterbitkan, ia mencatat sejumlah pencapaian dan sastrawan Sumatra Barat.

Jumat, 20 September 2013

Musik Islami Minangkabau dalam Fenomena Budaya Populer

OLEH Ediwar Chaniago
Direktur Pascasarjana ISI Padang Panjang
Sepasang seniman tradisi Minang salawat dulang (Foto Dok) 
Budaya populer bukanlah suatu fenomena baru. Ia merupakan persambungan daripada budaya rakyat, yang menjadi milik rakyat. Budaya populer (populer culture) merupakan salah satu budaya yang pernah berkembang di Amerika kurang lebih satu abad yang lalu sebagai mass culture atau seni budaya massa. Demikian juga seni populer (populer art), yang sering juga disebut dengan seni pop cenderung dipandang sebagai seni yang menyimpang dari pola kebudayaan yang sudah mapan, bahkan sering disebut sebagai perkembangan budaya prematur.
Oleh sebab itu apabila kita berbicara tentang seni populer, maka senantiasa menunjuk pada hasil dan tingkah laku budaya (termasuk seni) yang dianggap tidak termasuk kebudayaan yang mapan dan hanya bersifat sementara. Ignas Kliden lebih menegaskan lagi bahwa seni populer lebih dianggap sebagai kebudayaan seketika, karena mudahnya diterima dan dinikmati, tetapi mudah pula dilupakan oleh banyak orang, sering dianggap kurang berbobot apabila dibandingkan dengan kebudayaan tinggi (high culture). Seni (musik) populer itu mudah dicerna dan diserap orang, target publiknya bersifat massal. Apabila diperbandingkan sifat tersebut sangat berbeda dengan kebudayaan tinggi yang butuh waktu pemahaman dan perenungan dalam menerima kebudayaan dan atau kesenian tersebut.

KABA UMBUIK MUDO: Bapadoman kapado kaba Umbuik Mudo

Disusun dan Ditulih: Musra Dahrizal Katik jo Mangkuto
bagian 1

Musra Dahrizal sebagai instsruktur randai di Hawaii (Foto Dok)
Sabalun gurindam pambukaan, nan banamo Dayang Daini/Minangkabau nan sarancaknyo anak randai masuak dari lua ka dalam galanggang jo balabek silek, walau buliah juo babarih sajo sambia batapuak tangan. Satibo di dalam galanggang mambuek sambah silek sasuai jo silek nan ado, mungkin juo bisa disambia-an sambah ka panonton untuak ampek suduik. Sudah tu baru mulai gurindam pambuka-an.


Gurindam Pambukaan
Ampun baribu kali ampun
Rila jo maaf dikandak-i
Rundiang jo langkah kok nyo ragu

Nan mananti urang panyantun
Kami nan datang bagadang hati
Itu nan tuah di pangulu

Di ... randai disusun
Di dalam kota/kab…
Di... sasaran kami

Sapuluah jari kami susun
Pado panonton nan basamo
Randai dimulai hanyo lai

Ap...Tah...Tih…

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...