CERPEN Indrian Koto
“Jika puasamu bolong satu hari saja tanpa alasan, maka
puasa-puasa lain di bulan itu tidak akan diterima,” kata ibu ketika aku kelas
tiga sekolah dasar. Ajaib, untuk pertama kalinya puasaku penuh sebulan tanpa
bolong sama sekali.
Kata-kata ajaib ibu itu terus menjadi motivasi buatku
untuk selalu berpuasa dan tak ingin bolong satu hari pun. Namun, seiring usia,
justru aku merasa puasa terasa semakin berat dan penuh godaan.
Yang sangat berat bagiku ketika kecil tentu saja bangun
untuk makan sahur. Sehabis itu di minggu-minggu awal puasa, anak-anak dan para
remaja, akan menghambur keluar rumah. Rasanya asyik saja sehabis subuh
jalan-jalan tak tentu arah. Mereka yang sudah mengenal asmara tentu lebih
menikmati kesempatan itu. Setelahnya kami meringkuk tidur dan bangun di siang
hari. Laki-laki berkumpul di pos ronda, anak gadis biasanya berkumpul di rumah
teman perempuannya dengan muka penuh bedak beras.