mantagibaru.com—Pusat grosir modern di
Padang, Sumatera Barat, Sentral Pasar Raya (SPR) akan disita menyusul langkah juru
Sita Pengadilan Negeri Padang yang menerima
permohonan untuk eksekusi SPR.
Hal itu dikatakan Juru Sita PN Padang, H. Hendri D seperti
dilansir Haluan, saat ditemui di ruang
kerjanya, Kamis (12/2/2015).
Meski permohonan ini sudah masuk sejak satu bulan yang lalu,
namun pihak Pengadilan Negeri Padang melalui juru sita belum bisa langsung
melakukan eksekusi.
“Kita tunggu saja kapan waktunya,” sebut Juru Sita PN Padang
ini.
Bukan bermaksud untuk menahan proses eksekusi, lanjut Hendri
D, namun hingga saat ini, Pengadilan Negeri Padang sudah banyak menerima
permohonan eksekusi jauh sebelum permohonan eksekusi SPR ini.
“Setiap permohonan yang masuk kita beri nomor. Jadi kita
tunggu saja kapan waktunya,” tambahnya lagi.
Sebagaimana diketahui, kasus dugaan korupsi pembangunan
Sentra Pasar Raya (SPR) Padang ini mulai terkuak saat Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang menerima laporan adanya kejanggalan dalam pembangunan SPR
tersebut. Lembaga antirasuah itu langsung menindaklanjuti perkara tersebut
dengan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit SPR.
Temuan pemeriksaan yang berkaitan dengan keuangan daerah di
antaranya, perjanjian kerja sama Build Operate and Transfer (BOT) revitalisasi
pertokoan Pasar Raya Barat Padang belum memberikan kontribusi untuk peningkatan
pendapatan daerah.
Pemerintah Kota Padang, dalam temuan tersebut kurang
menerima pendapatan royalti sebesar Rp29,36 juta dan berpotensi kehilangan
kesempatan memperoleh pendapatan royalti minimal sebesar Rp144,77 juta per
tahun atau seluruhnya sebesar Rp3,33 miliar.
Pemerintah Kota Padang belum menerima royalti tahun
2008-2009 sebesar Rp54,71 juta dan royalti tahun 2013 sebesar USD77,178
sebagaimana disepakati dalam per janjian kerjasama. Selanjutnya, PT CSR tidak
melaporkan penjualan dan penyewaan petak toko lantai 1 (FF) Gedung SPR, milik
Pemerintah Kota Padang.
Pembayaran royaliti dan transparansi SPR. Tidak hanya itu
saja, pembangunan SPR diduga dengan anggaran meminjam kepada Bank Arta Graha
sebesar Rp144 Miliar, sehingga menimbulkan tanda tanya. Sebab, dikemana uang
asuransi dari PT. Wahana Tata Nugraha jika tidak dibangunkan ke gedung yang
saat ini dominan ditempati oleh pedagang baru. Uang asuransi itu juga tidak diberikan
kepada pedagang.
Dari informasi yang dihimpun Haluan pihak Bank Arta Graha
juga akan menuntut pihak SPR. Polemik SPR ini diperkuat dengan pengelola SPR
berusaha mengelak memberikan informasi kepada wartawan dengan berbohong.
Apalagi, persoalan SPR satu persatu selalu bertambah dan membuat pengelola
kewalahan menjelaskan persoalan ini kepada media. Sebab, mau tidak mau SPR
juga menjadi milik Pemerintah Kota Padang.
Haluan sudah dua hari mencoba
mengkonfirmasi dugaan penyitaan gedung SPR oleh pengadilan sebagai barang
bukti. Tetapi, pengelola SPR Carles berusaha mengelak. Hari pertama anak
buahnya dipaksa berbohong untuk mengatakan bahwa Carles tidak ada di kantor
ketika Haluan menunggu di ruang tunggu. Kebenaran ini terungkap ketika pesanan
makanan untuk Carles datang. Hari kedua, pihak kantor SPR tidak memberikan
layanan kepada Haluan untuk memberitahukan keberadaan Carles.
Haluan juga sudah menghubungi Carles melalui nomor 081267726
xxx, tapi tidak pernah aktif. Ketika ditanya kepada karyawannya, hanya nomor
itu yang dimiliki oleh Carles. Permohonan Eksekusi SPR Sudah Masuk ke PN Padang
Sementara itu, Ketua Ikatan Pedagang Sentral Pasar Raya Padang,
Komi Chaniago mengatakan kecurangan yang dilakukan oleh pihak SPR kepada
pedagang sampai hari ini tidak pernah terjawab walaupun pengelola SPR sudah
dipanggil DPRD Padang.
Dikatakan, ikatan Pedagang Sentral Pasar Raya Padang
memiliki 69 pedagang. Mereka memiliki 100 petak toko di SPR, karena beberapa
pedagang memiliki lebih dari 1 unit petak toko. Namun, hingga kini tak ada
kejelasan tentang hak-hak pedagang tersebut, kendati telah 6 tahun berjalan
pascagempa 30 September 2009 lalu.
“Kami minta kejelasan hak kepemilikan petak toko kami,
bangunan petak toko yang diruntuhkan pascagempa dan dijual besinya serta
barang-barang perlengkapan toko. Berapa biaya bangunan, kemana uang asuransi
dan tunjukkan petak toko pedagang lama yang sesuai dengan posisi sebelumnya.
Semua pertanyaan kami itu tidak bisa dijawab oleh PT CSR,” tegas Komi Chaniago.
Ia mengatakan, berawal dari Perjanjian Kerjasama Pemerintah
Kota Padang dengan PT. Cahaya Sumbar Raya (PT. CSR) No. 183. 11/ HUK/pdg/2005
Tanggal 05 Januari 2005 dan Addendum I No. 183.16/HUK/PDG/2007 Tanggal 19
Januari 2007, maka secara hukum kepemilikan atas petak-petak toko yang ada di
gedung SPR beralih ke pedagang. Kepemilikan petak toko dibuktikan dengan
dibaliknamakan buku tanah hak milik atas Satuan Rumah Susun kepada para
pedagang.
Ketentuan pasal 5 ayat perjanjian kerja sama Pemko Padang
dengan PT CSR guna menjamin keutuhan gedung SPR selama 25 tahun, maka gedung
SPR yang ada di dalamnya ratusan petak toko milik pedagang diasuransikan oleh
PT CSR pada PT.Asuransi Wahana Tata Cabang Padang. Dengan demikian, seluruh
gedung SPR yang di dalamnya terdiri ratusan toko milik pedagang ambruk akibat
gempa 2009 harus mendapatkan asuransi sebesar Rp72 miliar tersebut.
“Namun, hingga kini asuransi Rp72 miliar yang diberikan ke
PT CSR tersebut tidak diinformasikan dan dibagikan ke pedagang sebagai pemilik
objek pertanggungan. Kami tidak mau tahu terkait royalti, gedung yang akan
disita, yang jelas kembalikan hak kami,” tegasnya.
Sumber Haluan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar