OLEH Gamawan
Fauzi Datuak Rajo Nan Sati
"Orang mencari makan masak dirobohkan bangunannnya," begitu kira-kira ucapan yang terlontas. Bagi yang emosional mendengar alasan itu, kadang langsung bereaksi membela tanpa memahami persoalannya. Padahal bangunan itu didirikan tanpa izin dan kadang yang membangun juga punya beberapa bangun semacam itu untuk disewakan.
Persoalan roboh-merobohkan bangunan liar
sebenarnya bukan hanya terjadi di Alahan Panjang saja. Kejadian serupa hampir
terjadi di seluruh Indonesia. Kota Jakarta adalah salah satu contoh yang paling
hebat, terutama di zaman Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) jadi Gubernur DKI
Jakarta. Saat itu ributnya bukan hanya soal pembongkaran semata, tapi juga soal
kata yang diucapkan Ahok dan tanggapan atas ucapannya itu membuat makin ramai.
Meskipun saya hanya beberapa hari di
"rumah", banyak yang datang menemui saya untuk bercerita atau meminta
pendapat dan nasihat. Saya tegaskan bahwa saya mendukung penuh langkah pemda
untuk penertiban itu. Hal itu juga yang saya sapaikan kepada Wakil Bupati
Kabupaten Solok saat bertemu.
Pengalaman mengajarkan, bahwa banyak
kota dan desa/nagari yang sebenarnya secara natural memiliki potensi keindahan
luar biasa. Ada yang mengatakan sekeping surga yang jatuh ke bumi. Ada yang
menyebut Tuhan tersenyum ketika membuatnya. Semua itu untuk mengungkapkan
betapa indahnya hampran bumi di sana.
Alahan Panjang adalah salah satu contoh
sekeping hamparan bumi yang indah. Terletak di ketinggian 1.400 dpl, di kaki Gunung
Talang yang menjulang, di bibir Danau Diatas yang sejuk, dengan relief yang
bergelombang dan tanaman hortikultura yang terhampar hijau adalah perpaduan
yang amat menawan.
Seorang teman saya yang lama tinggal di
Eropa saat berkunjung ke sana, tak hentinya berdecak kagum. Katanya lebih
cantik dari Swiss, Teatlis, atau Katmandu. Kalaulah alam ini ada di Eropa atau
Amerika, pasti akan menjadi luar biasa: “Wonderful. Wonderful,” katanya
berulang.
Tapi Alahan Panjang ditakdirkan ada di
Solok, Sumtera Barat. Bukan di tangan orang Eropa, tapi tangan putra-putri
Minangkabau, di bawah otoritas Indonesia, khususnya Kabupaten Solok, Sumatera
Barat.
Kita belum kaya, belum punya kekuatan
meng-create-nya menjadi lebih hebat,
menjadi lebih " bernila ekonomis". Kita baru punya potensi, tapi
belum memberdayakannya menjadi kekuatan nyata ekonomi secara maksimal.
Faktornya tentu bermacam macam: ada politik lokal, ada kemampuan anggaran,
kemampuan mempromosikan, kemampuan memprediksi ke depan, membangun mimpi untuk
hari esok atau forcasting dan kita
juga bukan featurolog dan lain sebagainya.
Mimpi kita mungkin baru mimpi dua pekan,
bukan mimpi 30 tahun ke depan sehingga kita baru bisa berkata: "Nan jaleh, nan kini. Bukan nan isuak.” Soal visi? Masih
jauhlah.
Tersebab keperluan sekarang itulah,
kemudian muncul berbagai kegiatan. Bangunan rumah, tempat usaha dalam beragam
bentuk tumbuh tak terkendali dan tak tertata dengan baik, persoalan rencana
umum dan rencana detil tata ruang dan tata letak yang mungkin belum ada, atau
sudah ada sekalipun ditabrak. Kadang di lokasi usaha ekonomi berdiri umah
tinggal dan rumah rumah medesak ke jalan. Jalan menyempit, kemudian semua
mengeluh mulai macet.
Bangunan tempel sana sini menjamur,
dapur di depan kedai, bengkel di sebelah toko parfum, dan semua jadi campur
aduk. Di sepanjang pasar sampah berserakan, belukar tumbuh di dekat pasar.
Lengkaplah sudah, mirip daerah slum baru di tanah nan indah. Slum adalah sebuah
kawasan kumuh dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang
umumnya dihuni oleh masyarakat miskin
Apa yang terjadi selanjutnya apa? Kelak
kita menyesali masa lalu. Anak cucu kita yang makin maju mengumpat. Kita adalah
sosok sesal masa depan.
Aktivitas usaha, terutama hasil hasil
pertanian yang menjadi penyangga utama ekonomi Nagari Alahan Panjang dengan
produk hortikultura yang terus meningkat, menyisakan sampah organik dalam
jumlah besar, belum terpikirkan jalan keluarnya. Akibatnya sampah dibuang di
sembarang tempat hingga kita menemukan sampah berserak di sepanjang jalan, di pinggir
danau dan tanah tanah yang belum digarap. Akibatnya bukan hanya tak enak di
pandang, tapi juga mengancam kesehatan warga untuk jangka panjang.
Dengan mimpi masa depan menjadi nagari wisata,
tampaknya akan berat bila sejak awal masalah-masalah prinsip tersebut tidak
dipecahkan karena lambat laun nagari akan menuju pada kerusakan mendasar.
Alhamdulillah saya berkesempatan
mengunjungi banyak kota di 5 benua, baik di beberapa negara di Eropa dan
Amerika, maupun Asia dan Australia. Saya melihat penataan awal, kedisiplinan
warga, komitmen bersama pemerintah dan masyarakat, perencnaan yang matang dan
konisten dalam menjalankannya adalah kunci menentukan sebuah kota menjadi
tumbuh dan menarik untuk dikunjungi, yang kemudian mendatangkan rezeki bagi
warganya.
Persoalan yang terjadi di Alahan Panjang.
Saya kira juga menghinggapi banyak nagari di Sumatera Barat, dalam corak yang
tentu beragam. Tapi persoalan dasarnya saya kira sama, yaitu perencanaan yang
matang, konsisten dalam menjalankan konsep, ketegasan pemda, kepedulian warga,
kedisiplinan, komitmen bersama untuk mau bersama dan sebagainya.
Singapura sebagai sebuah negara kecil
dan hidup dari kunjungan tamu, warganya paham betul dengan kepentingn bersama.
Jika kita ketinggalan sesuatu di taksi, maka sopir taksi akan segera
mengingatkan kita. Apakah karena sopirnya jujur? Belum tentu. Tapi yang pasti
karena si sopir taksi dan penduduknya paham betul bahwa mereka hidup dari tamu
yang datang, karena itu mereka tidak akan mau merugikan tamunya.
Spirit itu dibangun bersama pmerintah dan rakyat Singapura. Tapi tentu kita tak boleh menilai Singapara hanya saat ini. Mereka juga melewati fase seperti kita sekarang ini hingga akhirnya secara konsisten/istikamah menjalankan visi misi dan programnya hingga mereka meraih hasilnya yang gemilang.
Saya bukanlah siapa-siapa? Saya bukan
pejabat, bukan juga konglomerat, hanya seorang marbot Masjid Ummi di bibir Danau
Diatas bersama sejumlah pengurus lainnya yang sangat aktif. Saya tak punya
wewenang mengatur dan juga tak berdaya berinvestasi tapi saya selalu berharap
bagi kemajuan nagari nagari di Minangkabau.
Kini..., saya dan pengurus serta warga
sekitarnya, diamanahi mengurus areal sekitar Masjid Ummi. Tak lebih dari 2 hektare.
Kami secara bertahap selalu menjaga
kebersihannya, menatanya, mempercantik dan membuat semakin teratur. Meskipun
masih banyak orang yang mampir untuk salat atau sekadar buang air di situ masih
membuang puntung rokok sembarangan, atau bungkus kue, kulit kacang dan sampah
lainnya di parkiran atau halaman masjid, besok paginya semua kami bersihkan
dengan senang hati. Hingga tumbuh kesadaran hidup bersih. Biarlah dimulai dari
yang kecil, small is beautiful.
Sekecil apapun kita lakukan adalah
amaliah, sepanjang niat karena Allah. Saya ingat suatu ungkapan: Dont talk just act, dont say just show, dont
promise just prove.
Jangan Nato. No action talk only.
Saya juga sering mengingat ungkapan Bung
Hatta, seorang Proklmator bangsa ini, yang mengutip ungkapan Ernes Renant,
dalam sidang Konferensi Meja Bundar: "Hanya ada satu negeri yang menjadi
negeriku, negeri itu tumbuh dengan kekuatan, kekuatan itu ada di tanganku."
Selamat bermimpi anak nagari di
Minangkabau. Semoga Sumatera Barat makin maju.
Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar