Sepekan ini penduduk Kota Padang terasa kembali ke suasana kota tahun 1958. Saat mana Uwan baru berumur 2 tahun, diboyong orang tua meningalkan Nagari Kubang Putiah pergi merantau ke Kota Padang. Kota kecil Padang waktu itu mengalami pemadaman listrik bergantian mirip sekarang karena pasokan belum imbang dengan kebutuhan.
Pemadaman listrik saat ini bukan disebabkan pasokan terbatas tapi ada masalah dengan pengelolaan unit pembangkit listrik yang berbasis tenaga air. Ada krisis pasokan air untuk PLTA Maninjau, Singkarak, Koto Panjang, dan Batang Agam. Masalah kepentingan terhadap air ini telah menghadirikan sengketa publik yang melibatkan banyak pihak.
Akibat debit air terbatas yang terjadi tahun-tahun lalu telah
membuat petambak jala apung di Maninjau mengalami kerugian besar. Kemarau telah
membawa perubahan ekosistem air karena peningkatan konsentrasi bahan organik,
sehingga membuat ikan-ikan yang dipelihara mati berapungan. Mati kolektif,
berpulang serentak ke Rahmatullah.
Masyarakat selingkar danau, pelaku pariwisata, petani,
perantau, kalangan akademis, pencinta lingkungan dan Pemkab Agam mempersoalkan
penurunan daya dukung lingkungan (carrying capacity). Tapi sampai saat
ini belum terdengar jalan keluar yang memuaskan seluruh pihak.
Sengketa juga akan marak di Danau Singkarak. Petani menjerit
karena tak bisa menanam padi akibat kekeringan. Muka air danau telah turun
drastis karena tersedotnya air danau untuk memutar turbin PLTA Singkarak.
Perebutan air ini telah berakibat pula pada DAS (daerah airan sungai) Batang
Ombilin. Masyarakat sepanjang DAS tentu tak lama lagi akan protes pula,
termasuk PLTU Sijantang dan PLTU Salak yang memerlukan cukup pasokan air untuk
pendingin unit pembangkitnya.
Semua pihak boleh saja berargumentasi dari sisi
kepentingannya. PLTA jelas perlu untuk memasok energi bagi pembangunan Sumatera
Barat. Masyarakat perlu sumber daya alir untuk mengolah lahan, jala apung, dan
hajat hidupnya. Pelaku pariwisata berkepentingan dengan keindahan dan
kelestarian danau. Pemerintah kabupaten juga berambisi pula untuk meningkatan
pendapatan asli daerag (PAD) sebagai cerminan prestasinya sehingga perlu pula
memberlakukan pajak air.
Menyimak berbagai konflik kepentingan ini, Uwan melihat
kita hanya sibuk adu argumentasi dan
berwacana saja. Polemik di media, berkilah di seminar-seminar membela
kepentingan tertentu dan ironisnya masalah lingkungan itu masih bercokol di
sana. Tahun ke tahun, air Danau Maninjau
selalu berubah warna hijau kehitaman, berbau busuk dan membuat petambak rugi
miliaran rupiah.
Kita perlu keluar dari kemelut kepentingan ini dengan suatu
pendekatan sistemik yang cerdas serta melibatkan partisipasi berbagai pihak.
Pengolahan potensi Danau Maninjau menghendaki pengendalian jumlah petambak dan
luasan jala apungnya. Penggiat pariwisata perlu mengontrol limbahnya. Demikian
pula rumah tangga dan petani. Intinya untuk mengatasi masalah peningkatan bahan
organik, perlu pengendalian pasokan limbah oleh berbagai pihak. Langkah awal,
hentikan fungsi danau sebagai lokasi pembuangan sampah akhir (LPA).
Harus ada kesadaran baru bahwa untuk kepentingan publik, semua
pihak harus mengendalikan diri dan ego kelompoknya. Kita harus mengOrde
Barunkan sebagian kepentingan untuk penyelamatan sumber daya air.
Bila kondisi ini tercapai, semua pihak termotivasi untuk
merelakan kepentingannya atas nama penyelamatan danau yang berdampak
pelestarian pasokan air dan pemulihan daya dukung lingkungan. Kompromi seluruh
pihak ini akan membuat kita lega untuk memulai suatu kerja maha besar lainnya.
Pekerjaan mahabesar itu adalah rehabilitasi daerah tangkapan
air (catchment area) seputar danau yang luasnya puluhan ribu hektaree
serta daya dukung DAS, baik yang masuk ke danau maupun ke luar danau. Untuk
Danau Singkarak, misalnya, reboisasi produktif seluruh lahan kritis seputar
danau maupun kawasan terbuka di Bukit Kanduang, Padang Licin sebelah timur
sampai-sampai kawasan perbukitan di atas Saniang Baka dan Malalo.
Reboisasi tidak melulu
tumbuhan konservasi tapi melalui pendekatan hutan kemasyarakatan yang
tercermin ada peluang ekonomi produktif bagi masyarakat sekitarnya. Begitu pula
untuk kawasan tangkapan air Danau Maninjau, mungkin perlu diperhitungkan
rehabilitasi sampai ke Kabupaten Padang Pariaman di samping daerah Matur sampai
Palembayan serta daerah Leter W arah barat Samudera Indonesia.
Dengan naluri dan logika seorang pencinta lingkungan, Uwan
sangat yakin, bahkan haqqul yaqin, bahwa pelestarian daerah tangkapan
air akan berbuah pelestarian pasokan air danau yang akan menguntungkan semua
pihak. (zukri saad)
Sumber ilustrasi: https://jogja-training.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar