Jakarta, mantagisme—Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri dalam diskusi ‘Negara Kepulauan dengan Mentalitas Daratan’ seperti dilansir di kanal Youtube Neraca Ruang, baru-baru ini, mengatakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara angka belum tentu dirasakan rakyat Indonesia.
Senada dengan Faisal Basri, capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan saat pidato politik di acara Relawan Amanat Indonesia di Stadion Tenis Indoor Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu menyatakan bahwa dampak dari pertumbuhan perekonomian yang tinggi secara angka belum tentu dirasakan rakyat.
Pertumbuhan
yang angkanya tinggi, tapi tidak berkualitas, tidak dirasakan oleh rakyat
kebanyakan. Prinsip yang perlu didorong adalah pertumbuhan yang berkualitas,
bukan semata-mata pertumbuhan yang angkanya tinggi.
Menurut
Faisal Basri, salah satu contohnya dapat dilihat dari belum terintegrasinya
ekonomi Indonesia karena sebagai negara kepulauan, tetapi lebih memprioritaskan
angkutan darat.
“Derajat
integrasi ekonomi (Indonesia) rendah. Secara ekonomi, Indonesia tidak
terintegrasi. Contoh ongkos angkut laut Jakarta-Shanghai lebih murah dari
Jakarta-Makassar, ongkos laut Jakarta-Amsterdam lebih murah dari Jakarta-Papua.
Oleh karena itu jangan heran kalau jeruk mandarin lebih murah dari jeruk medan
karena di sana (Shanghai) angkut pakai kapal dengan muatan 20.000 ton,
sedangkan dari Medan diangkut pakai truk hanya kapasitas 10 ton, habis diongkos,”
kata Faisal Basril seperti dilansir KBA
News, Selasa, 4 Juli 2023.
Namun,
tidak sadar-sadar sampai sekarang, negara kepulauan dijejali jalan tol. Saya
bukan antijalan tol, tapi body-nya
dulu dong, jalan tol untuk link kedua.
Ia
mengklaim 70 persen barang di seluruh dunia didistribusikan melalui jalur laut.
Sebaliknya, 80 persen angkutan barang di Indonesia justru melalui darat.
Padahal, biaya logistik di darat rerata 10 kali lebih mahal dibandingkan dengan
jalur laut.
“Gila
enggak, negara kepulauan, tetapi mentalitasnya daratan. Dipidatokan sih di atas
kapal waktu Pak Jokowi menang pertama, setelah itu yang keluar cuma tol laut.
Laut mau didaratkan, sikap budaya, dari pilihan diksi, tol laut,” katanya.
Di
sisi lain, lanjutnya, selama ini pemerintah lebih memfokuskan pembangunan
infrastruktur darat sebagai tumpuan distribusi barang di seluruh Indonesia.
Alhasil, ia menyebut Indonesia sebagai negara kepulauan tetapi memiliki
mentalitas daratan.
“Indonesia
paling unik di dunia. Kalau kita lihat dari dari geografisnya, negara kepulauan
terbesar, perairannya sekitar dua pertiga dari luas wilayah, garis pantainya
terpanjang kedua di dunia, ada yang bilang terpanjang keempat di dunia. Kita
menggunakan sebutan Tanah Air, bukan motherland atau homeland. Laut lah yang
mempersatukan pulau-pulau sehingga mengintegrasikan ekonomi domestik. Jangan
bilang laut memisahkan pulau-pulau, lautlah yang membentuk gugusan zamrud
khatulistiwa itu teruntai sedemikian sangat indahnya,” ujarnya lagi.
Selain
itu, dia mengkritisi rendahnya volume transportasi laut di Indonesia. Meskipun
pada saat pandemi sempat naik, tetapi volume tersebut masih lebih rendah
daripada moda transportasi lain.
“Ngomongnya
tol laut, ngomongnya poros maritim, tapi peranan transportasi laut turun terus,
karena Covid justru lautnya yang lebih naik. Yang lain-lain karena Covid turun,
si lautnya naik karena lebih kebal dari Covid barangkali kalau kita naik
transportasi laut. Tapi angkutan berbasis air turun terus,” paparnya.
Dengan
demikian, Faisal mengatakan bahwa dengan mengingat beragamnya kondisi geografis
dan kultur masyarakat antar daerah, maka pendekatan sentralistik tidak cocok
untuk digunakan dalam hal pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Sepemikiran dengan Capres
Anies
Apa
yang diungkapkan Faisal ini sepertinya relevan dengan apa yang disampaikan
capres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan saat pidato politik di acara Relawan
Amanat Indonesia di Stadion Tenis Indoor Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ia menyatakan bahwa dampak dari pertumbuhan perekonomian yang tinggi secara
angka belum tentu dirasakan rakyat.
“Pertumbuhan
yang angkanya tinggi, tapi tidak berkualitas, tidak dirasakan oleh rakyat
kebanyakan,” kata Anies.
Anies
menambahkan, prinsip yang perlu didorong adalah pertumbuhan yang berkualitas,
bukan semata-mata pertumbuhan yang angkanya tinggi. Menurutnya, salah satu
pandangannya soal perekonomian adalah pertumbuhan berkualitas. Yaitu
pertumbuhan ekonomi yang bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dengan
penekanan terhadap pemerataan.
“Ada
pertumbuhan yang begitu tinggi, tapi rakyatnya tidak merasakan. Kenapa? Karena
hanya ada 1-2 sektor yang tumbuh utama, yang lain hanya menonton dari rumahnya
masing-masing. Inilah yang kita ingin jangkau semuanya,” ujar Anies. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar