Sabtu, 25 Februari 2023

Terminologi Silek dari Belantara Tambo


OLEH
Sheiful Y Tk Mangkudun (Akademisi dan Budayawan)

 

Sebuah sentilan "Gayuang Angin" telah ditebarkan dalam salam, melalui ujung jari Pandeka Koko, sang Sumando. Berdetaklah rangkai hati, berkucak rantai jantuang, berderik limpo jo rabu para pandeka se antero Ranah nan menerima salam. 

Itu sekelumit peristiwa silek abstrak, di sebuah grup WA dalam bentuk konkret. Sangat kompleks dampak Gayuang Angin yang telah menyerang hati-jantuang-limpo-rabu. Sebagai salah satu yang terkena gayuang, penulis sampai tidak bisa tidur sampai azan Subuh berkumandang. Karena itulah maka penulis merasa harus menjawab agak selangkah, sebelum jurus berikutnya bersarang di pangkal telinga.

Ada permasalahan krusial dalam gagasan besar yang sedang diusung Mas Koko, setidaknya dari kacamata penulis yang beberapa waktu terakhir bergelut dengan Tambo Minangkabau. Permasalahan tersebut mungkin akan menjadi salah satu indikator keterterimaan wujud akhir yang dicita-citakan: Ensiklopedia Silek Minangkabau, ESM.

Permasalahan tersebut adalah: bagaimana mendudukkan posisi dua rujukan yang masih belum "bersahabat" dalam dunia ilmiah: Tambo Minangkabau dan Sejarah Minangkabau. Jujur harus diakui bahwa belum ada benang merah yang dapat mempertemukan cara pandang Tambo Minangkabau dan cara pandang Ilmu Sejarah. Masing-masing berdiri di atas "kebenarannya" secara sepihak, dan terjadi perebutan-perebutan klaim kebenaran terhadap data, nama, atau bahkan situs, dan artefak.

Menurut tambo, tambolah yang memiliki kisah sahih dari niniak muyang tentang Mnangkabau. Menurut (ilmu) sejarah, sejarahlah yang berhak menyatakan klaim kebenaran, karena disusun berdasarkan metode ilmiah. Manakala keduanya berebut menjelaskan sebuah data, maka salah satu akan mengalami kehilangan legitimasi. Khususnya ketika data yang diperdebatkan tersebut ditarik ke dalam ranah metodologi masing-masing.

Sekedar contoh, dapat diajukan sebuah tuturan Tambo Minangkabau tentang asal-usul Silek Minangkabau. Menurut tambo, adalah niniak kito Datuak Suri Dirajo sebagai peletak dasar Silek Minangkabau. Semua tuo silek akan menganggukkan kepala terhadap pernyataan tersebut. Karena sejatinya, seluruh falsafah bahkan ranji per-silek-an di Minangkabau diwariskan melalui metodologi pewarisan tambo: melalui tuturan lisan, sastra lisan.

Ranji silek, misalnya, akan berujung pada empat tokoh perdana yang melahir aliran-aliran Silek Minangkabau: Anjieng Mualim, Kambieng Hutan, Harimau Campo, Kucieng Siam. Siapakah keempat tokoh perdana ini? Akankah sejarah memberi penjelasan dan menyatakan mereka sebagai tokoh sejarah? Tambo akan menepuk dada, bahwa itu semua adalah nama-nama dari khazanah Tambo Minangkabau.

Sebagian besar terminologi Silek Minangkabau sulit (kalau tidak mustahil) ditelusuri asal-usulnya, jika menggunakan metode (ilmu) sejarah semata.

Terminologi silek seperti: Langkah Tigo, Langkah Ampek, Langkah Sembilan, Gayuang Lahia, Sajangka Duo Jari, Gayuang Angin, Juhuang, Parmayo, Sewai, atau nama-nama aliran terkenal: Silek Tuo, Silek Lintau, Starlak, Silek Harimau, Silek Kumango, dan banyak lagi. Semuanya punya rujukan kepada tokoh-tokoh sentral dalam tuturan Tambo Minangkabau. Adalah lucu, jika hanya menjelaskan arti semua kata tersebut secara etimologi, tanpa memberi penjelasan terminologisnya. Ensiklopedia bukan sekedar kamus toh.

Ada rangkaian nama properti silek yang sangat terkait dengan Langgam Nan Tigo dalam adat, yaitu Pakaian Adat, Bungo Adat dan Pamenan Adat. beberapa contoh properti silek berikut dijelaskan dalam tuturan Tambo Minangkabau, yaitu: sambah, deta, karih, siriah, timbakau. Wujud dan maknanya sangat berkaitan (kalau tidak dapat dinyatakan persis sama) dengan wujud dan makna pakaian dan properti seorang penghulu menurut tuturan tambo.

Masih ada lagi terminologi Tagak Alif, Dal, Mim, Pitunggue Adam, Langkah Muhammad, Tagak Allah, Kudo-kudo bagi Adam, Kilik di Muhammad, Tangkok dek Ali, dan sipak Malaikat, Alif, Lam, Lam, Hu, Illa Hu, Mim Tasydid,  dan banyak lagi terminologi yang merujuk kepada istilah-istilah dalam Tarekat dan Tasawuf.

Bagaimana Tarekat dan Tasawuf masuk dan memberi khazanah dalam Silek Minangkabau? Ini permasalahan baru. Sejarah (mungkin) belum menggalinya. Tuturan tambo sudah punya rangkaian penjelasan tentang itu, secara mendalam, mendetail, di samping juga melebar.

Sebagian besar nama dan istilah dalam Silek Minangkabau hanya punya rujukan berdasarkan warisan tuturan lisan dari para Tuo Silek. Pewarisan secara lisan sebagaimana umumnya tuturan tambo. Semua istilah itu dapat ditelusuri "rujukan" tuturan, bahkan ranji-silsilahnya.

Perlu kerja keras para pendekar sejarah agar calon Ensiklopedia Silek Minangkabau, ESM, yang sedang digagas, nantinya tidak didominasi oleh entri yang hanya punya rujukan tambo, khususnya Tambo Minangkabau. Kalau sebagian besar entri ESM berasal dari belantara tambo, ada peluang akan menuai cap sebagai karya yang "kurang" atau "tidak" ilmiah.

Mungkin ada cara kedua, dengan mengabaikan semua tuturan tambo, ESM cukup hanya menjelaskan nama dan istilah, tanpa menjelaskan bahwa sumbernya tambo, tuturan lisan, dan semacamnya. Dapat saja dipakai pendapat, atau penyataan narasumber tuo silek tertentu sebagai pengganti tuturan tambo.

Cara kedua tersebut berpeluang memancing para pemerhati dan pelaku silek mempertanyakan kredibilitas sumber rujukan, akhirnya mempertanyakan kredibilitas ESM. Bagaimanapun juga, pelaku silek tidak akan menghapus tambo sebagai rujukan.

Cara ketiga adalah sikap legowo pendekar sejarah untuk menerima tambo sebagai sebuah rujukan ilmiah, karena sebagaimana sejarah, tambo juga memiliki sendiri metode pembuktian kebenarannya. Bahkan tambo punya bukti-bukti artefak hidup, yang belum dijadikan kajian oleh para sejarawan.

Pendekar sejarah perlu berlapang dada menerima dan memperlakukan tambo sebagai salah satu sumber sah, sumber yang dihormati masyarakat per-silek-an. Tentu dengan penjelasan a la metode tambo, dengan landasan tutur seperti bunyi pantun para tukang kaba:

Banda urang kito bandakan

Banda urang Koto Tuo

Nak tajun aia ka baruah

Kaba urang kito kabakan

Duto urang kito ndak sato

Badoso kito tak namuah

Semoga langkah Pandeka Koko makin kokoh.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...