BADAN PENGELOLA BELUM TERBENTUK
REPORTASE Nasrul Azwar, Rahmat Irfan Denas
Mantagisme.com–Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto atau Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto ditetapkan sebagai Warisan Dunia Unesco, Sabtu, 6 Juli 2019 di Kota Baku, Azerbaijan, pukul 12.20 waktu setempat. Penetapan ini diumumkan pada gelaran Sesi ke-43 Pertemuan Komite Warisan Dunia.
Penantian panjang ini menjadi momentum yang menegangkan bagi bangsa Indonesia dan rombongan Sumatera Barat yang hadir saat penetapan. Tantangan ke depan ialah benahi Kota Sawahlunto.
"Mewakili masyarakat Sumatera Barat, saya
menyampaikan rasa syukur dan bangga karena Sawahlunto sudah masuk sebagai situs
Warisan Dunia Unesco," kata Irwan Prayitno tak lama setelah penetapan itu
diuumumkan di Baku, Azerbaijan.
Itu empat tahun lalu. Kini sudah 2023. Saat itu, Irwan
menyebut, sebagai situs warisan dunia, Kota Sawahlunto akan memberikan dampak
positif bagi masyarakat lokal, terutama yang berkaitan dengan pariwisata dan
nilai-nilai sejarah. Pemerintah akan menetapkan Kota Sawahlunto menjadi
destinasi wisata sejarah.
Untuk itu, ia mengimbau agar semua pihas bersama-sama
berkomitmen untuk menjaga warisan budaya dunia ini. Dampaknya akan sangat besar
mendatangkan kebaikan, penghasilan untuk kesejahteraan masyarakat.
Wali Kota Sawahlunto Deri Asta mengaku sangat gembira dan
senang atas penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto sebagai
Warisan Dunia Unesco.
“Hari ini akan dikenang sebagai hari yang sangat
bersejarah bagi warga Kota Sawahlunto. Hari yang luar biasa dan akan selalu
kita kenang," kata Deri Asta dengan wajah gembira, empat tahun lalu.
Dikatakannya, penetapan tersebut tidak hanya membuat
bangga masyarakat Sawahlunto, tapi juga masyarakat Sumatera Barat dan
Indonesia.
"Ini penghargaan yang luar biasa. Usaha kita
akhirnya membuahkan hasil. Tambang batu bara ini merupakan tambang yang secara
masif dan besar-besaran pertama di Asia Tenggara," katanya.
Lebih lanjut Deri Asta mengatakan, penetapan ini
merupakan upaya yang sangat luar biasa dan hasil kerja sama semua pihak; yaitu
masyarakat pada umumnya, Pemerintah Kota Sawahlunto, Pemerintah Provinsi
Sumatera Barat, serta kementerian terkait.
Ia menegaskan komitmennya, khususnya Pemerintah Kota
Sawahlunto untuk melestarikan warisan dunia ini dengan segala dukungan
kebijakan dan infrastruktur yang memadai. Sebagai informasi, selain Kota
Sawahunto, wilayah penetapan nominasi ini juga melintasi beberapa
kota/kabupaten lainnya di Sumatera Barat, yaitu Kabupaten Tanah Datar, Kota
Padang Panjang, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kota Solok, dan
Kabupaten Solok.
Tantangan Berat
Sementara, Nurmatias, saat menjavat sebagai Kepala Balai
Pelestarian Cagar Budaya (BLCB) Sumatera Barat yang berperan penting dalam
proses pengusulan beberapa tahun lalu agar Warisan Tambang Batubara Ombilin
Sawahlunto ditetapkan sebagai Warisan Dunia Unesco.
“Dengan ditetapkan Warisan Tambang Batubara Ombilin
Sawahlunto sebagai Warisan Dunia oleh Unesco merupakan langkah awal bagi Kota
Sawahlunto untuk melakukan kerja sama dan komitmen melestarikan kebudayaan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini jelas sangat membanggakan bagi
Sawahlunto, Minangkabau, dan Indonesia,” kata Nurmatias.
Menurut sosok sederhana Kepala BLCB ini, penetapan ini
akan member arti besar dan penting untuk memperkenalkan Sawahlunto kepada
masyarakat dunia. Ini merupakan promosi, publikasi dan diplomasi
kebudayaan Indonesia dengan masyarakat
dunia. “One way ticket bagi kita untuk memperkenalkan Indonesia dalam
komunikasi dan pergaulan dunia,” urainya.
Selanjutnya, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
menindaklanjuti dengan konkret semacam perjanjian kesepahaman dengan semua
pemangku kepentingan baik dengan pemerintah kabupaten-kota, kementerian dan lembaga-lembaga relevan.
“Semua pemangku kepentingan harus membuat badan pengelola
dan rencana aksi menjaga Sawahlunto. Masyarakat, pemerintah dan akademisi serta
anak-anak muda komunitas pencinta warisan budaya untuk bersinergi agar Warisan
Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto terjaga dan berkembang,” jelas Nurmatias.
Warga Sawahlunto Tak Tahu
Kendati penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin
Sawahlunto sebagai Warisan Dunia oleh Unesco disambut gembira para pejabat bai
pemerintah pusat maupun daerah, dari bincang-bincang dengan warga Sawahlunto
beberapa jam setelah pengumuman di Baku, Azerbaijan, banyak yang mengaku tak
tahu dan kurang memahami penetapan kotanya sebagai Warisan Dunia.
“Tidak tahu saya kota ini ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh Unesco. Yang jelas bagi kota ini jangan sampai sepi. Pemerintah harus sering buat kegiatan yang bisa mengumpulkan orang ramai. Hendaknya setiap hari. Apakah Unesco atau lainnya, bagi kami panggaleh yang hebat itu keramaian setiap malam ada di Sawahlunto,” kata Imahniati, 57 tahun, pedagang goreng pisang, bakwan, dan aneka lontong di Pasar Remaja Sawahlunto. Yang senada dengan Imahniati cukup banyak di Kota Sawahlunto yang umumnya mereka berdagang kecil-kecilan.
Rutin
Pertemuan komite Unesco diselenggarakan sejak 30 Juni
hingga 10 Juli 2019 merupakan acara rutin tahunan Komite Warisan Dunia (World
Heritage Committee) yang dimandatkan oleh Konvensi tentang Perlindungan Warisan
Budaya dan Alam Dunia (Convention concerning the Protection of World Cultural
and Natural Heritage) atau yang secara singkat disebut sebagai Konvensi Warisan
Dunia 1972.
Di tahun 2019 ini, terdapat total 36 situs yang
dinominasikan untuk masuk ke dalam Daftar Warisan Dunia, dan Warisan Tambang
Batubara Ombilin Sawahlunto menjadi salah satunya.
Di Kota Sawahlunto, masih berdiri kokoh sisa-sisa
industri pertambangan batu bara di era kolonialisme. Menjadi bagian dari
sejarah dan perkembangan kebudayaan di Sumatera Barat, Warisan Tambang Batubara
Ombilin Sawahlunto dianggap memenuhi kriteria internasional untuk diinskripsi
menjadi warisan dunia.
Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto pantas
diposisikan sebagai warisan dunia karena konsep tiga serangkai yang dicetuskan
oleh Pemerintah Belanda pada masa itu. Tiga serangkai meliputi industri
pertambangan batubara di Sawahlunto, yang selanjutnya dibawa keluar Sawahlunto
dengan menggunakan transportasi kereta api melalui wilayah Sumatera Barat, dan
sistem penyimpanan di Silo Gunung di Pelabuhan Emmahaven, atau Teluk Bayur
sekarang.
Ini menunjukkan perkembangan teknologi perintis abad
ke-19 yang menggabungkan antara ilmu teknik pertambangan bangsa Eropa dengan
kearifan lingkungan lokal, praktik tradisional, dan nilai-nilai budaya dalam
kegiatan penambangan batubara yang dimiliki oleh masyarakat Sumatera Barat.
Hubungan sistemik industri tambang batubara, sistem
perkeretaapian, dan pelabuhan ini berperan penting bagi pembangunan ekonomi dan
sosial di Sumatera dan di dunia. Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto
menggambarkan dinamisnya interaksi sosial dan budaya antara dunia timur dan
barat, yang berhasil mengubah daerah tambang terpencil menjadi perkotaan
dinamis dan terintegrasi.
Adapun pengajuan kriteria Warisan Tambang Batubara
Ombilin Sawahlunto yang menjadi Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding
Universal Value) karena adanya pertukaran penting dalam nilai-nilai kemanusiaan
sepanjang masa atau dalam lingkup kawasan budaya dalam perkembangan arsitektur
dan teknologi, seni monumental, perencanaan kota dan desain lansekap.
Selain itu, keunikan Warisan Tambang Batubara Ombilin
Sawahlunto menunjukkan adanya pertukaran informasi dan teknologi lokal dengan
teknologi Eropa terkait dengan eksplotasi batubara di masa akhir abad ke-19
sampai dengan masa awal abad ke-20 di dunia, khususnya di Asia Tenggara. Ada
juga karya arsitektur dan kombinasi teknologi atau lanskap yang menggambarkan
tahapan penting dalam sejarah manusia yang menunjukkan rangkaian kombinasi
teknologi dalam suatu lanskap kota pertambangan yang dirancang untuk efisiensi
sejak tahap ekstraksi batubara, pengolahan, dan transportasi, sebagaimana yang
ditunjukkan dalam organisasi perusahaan, pembagian pekerja, sekolah
pertambangan, dan penataan kota pertambangan yang dihuni oleh sekitar 7.000
penduduk.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO
(KNIU), Prof. Dr. Arief Rachman menyatakan bahwa penetapan status warisan dunia
bukanlah tujuan utama dari diplomasi budaya kita.
Dikatakannya, pengakuan internasional ini, Indonesia
harus dapat memastikan identifikasi, perlindungan, konservasi dan transmisi
nilai-nilai luhur warisan bangsa dapat terjadi dan berkelanjutan dari generasi
ke generasi.
Selain perlindungan dan edukasi, status warisan dunia
sudah seyogyanya juga dapat dimanfaat secara optimal untuk mendatangkan manfaat
ekonomi. “Pada akhirnya, status warisan dunia ini harus bisa meningkatkan
harkat hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya,” terangnya.
Hingga saat ini Indonesia telah memiliki total 9 Warisan
Dunia. Lima pada kategori Warisan Budaya, yaitu Kompleks Candi Borobudur
(1991), Kompleks Candi Prambanan (1991), Situs Manusia Purba Sangiran (1996),
Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak sebagai Manifestasi dari Filosofi
Tri Hita Karana (2012), dan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto
(2019). Adapun pada kategori Warisan Alam terdapat empat warisan, yaitu Taman
Nasional Ujung Kulon (1991), Taman Nasional Komodo (1991), Taman Nasional Lorentz
(1999), dan Hutan Hujan Tropis Sumatera (2004).
Bukan Hanya Tambang
Kota Sawahlunto memiliki banyak peninggalan dari masa
kolonial Belanda. Sisa-sisa kejayaaan itu dapat disaksikan melalui
infrastruktur, bangunan, dan bekas galian tambang. Namun, daya tarik Sawahlunto
sebenarnya tidak hanya berupa benda saja. Terdapat tradisi dari beragam etnik
yang hidup di Kota Sawahlunto dan terus dilestarikan.
Hal itu dikatakan sejarawan dan peneliti dari UIN Imam
Bonjol Padang Dr Sudarman. "Di Sawahlunto, terdapat tradisi dari berbagai etnik yang muncul
sebagai kearifan lokal masyarakat akibat pembauran hubungan sosial
kemasyarakatan yang tercipta sejak berabad-abad silam. Hal ini bisa menjadi
atraksi budaya yang disuguhkan selain dari tinggalan bangunan dan bekas kawasan
tambang," ujar Sudarman.
Sejak dijalankannya proyek pertambangan di akhir abad
ke-19 silam, Sawahlunto dikenal sebagai kota multietnik. Ribuan pekerja etnis
Jawa, Sunda, Batak, Cina, dan Minangkabau didatangkan untuk menambang batu
bara. Sampai sekarang, mereka berdampingan di kota ini. "Oleh sebab itu, Sawahlunto bisa dikatakan sebagai miniatur
Indonesia," tambahnya.
Salah satu etnik yang memberi warna di Sawahlunto adalah
Jawa. Meski sudah lebih dari seratus tahun tinggal di Ranah Minang, warna
budaya Jawa kental terasa. Dari tradisi Jawa, kita bisa saksikan kesenian
wayang kulit, kuda lumping, dan Grebeg Suro.
"Di Sawahlunto, etnik Jawa menyumbang persentase
terbesar setelah Minang. Saat ini, tercatat sebanyak 30 persen penduduk
Sawahlunto merupakan etnis Jawa," jelas Sudarman.
Dari Batak, ada kesenian musik gondang sembilan dan tari tor-tor. Adapun dari Minang, ada tradisi makan bajamba. Sudarman mengapresiasi Pemerintah Kota Sawahlunto memberi ruang bagi tiap etnik untuk mengekspresikan dan melestarikan budaya.
"Terlebih saat ini Sawahlunto telah mendapat
pengakuan sebagai Warisan Dunia dari Unesco. Setiap tradisi yang ada di
dalamnya harus lestari," tandasnya.
Belum Ada Badan Pengelola
Empat tahun sudah
berlalu, namun Badan Pengelola Warisan Budaya Dunia belum dibentuk, yang
semestinya dilakukan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan dan Ristek RI. Padahal, pembentukan badan pengelola merupakan amanat
dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Badan pengelola
nantinya akan mempermudah koordinasi mengenai pengembangan dan pemeliharaan
kawasan. Selain itu, badan pengelola juga akan menjadi wadah dalam mengkomunikasikan
segala kepentingan yang terkait termasuk dalam hal koordinasi anggaran.
Semnetara itu, Pemerintah Kota Sawahlunto, hingga kini
mengaku masih menunggu tindak lanjut dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek untuk realisasi pembentukan badan
pengelola Warisan Dunia Unesco Tambang Batubara Ombilin.
Dilansir kompas.id, Kamis (29/12/2022), Wali Kota
Sawahlunto Deri Asta, mengatakan, sejauh ini belum ada informasi dari
Kemendikbudristek untuk jadwal pembentukan badan pengelola.
”Namanya Badan Pengelola Warisan Dunia. Ada beberapa unit
di sana, salah satu unitnya nanti Warisan Dunia Tambang Batubara Ombilin. Itu
wacana terakhir. Kami belum dapat informasi saat ini. Kami masih menunggu,”
kata Deri Asta.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Kebudayaan
Kemendikbudristek Hilmar Farid, Kamis (22/12/2022), mengatakan, badan pengelola
sebenarnya bisa dibentuk pemda, dunia usaha, ataupun masyarakat. Walakin,
selama ini ada harapan bahwa kementerian juga memegang peran.
”Sebenarnya pembicaraan mengenai hal itu (pembentukan
badan pengelola) sudah berulang-ulang kami lakukan. Cuma waktu untuk duduk
bersama menetapkan dan membentuk itu. Harapan saya, sih, dalam waktu tidak
terlalu lama itu terjadi,” kata Hilmar dikutip kompas.id
Hilmar mengaku sering berkomunikasi dengan Wali Kota
Sawahlunto Deri Asta terkait dengan pembentukan badan pengelola ini.
Pembicaraan tentang pembentukan badan pengelola ini sudah hampir final. Tinggal
tahap lebih teknis bertemu dan menyepakati bentuk pembagian kerja dan membentuk
organisasinya.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar