Bagian 2 dari 5 tulisan
OLEH Yulizal Yunus Datuak Rajo Bagindo
Susunan masyarakat nagari pada nagari Minangkabaukabau mulo dibuek (mulai didirikan) berproses dari paruik, jurai, suku, kampung dan nagari, berhubungan dengan lahan/ wilayah baru tak berpenduduk. Bermula dari taratak, taratak menjadi dusun. Dusun menjadi koto. Koto sebagai wilayah pusat perkampungan. Kampung-kampung bergabung sepakat menjadi nagari baru.
Artinya pembuatan nagari baru bukan membagi wilayah
nagari yang telah ada. Tetapi bermula dari mencari lahan baru karena ruang
hidup (lebensraum) sudah sempit. Tak ada lagi lahan mendirikan rumah,
tak cukup lagi sawah ladang yang ada untuk kaum (paruik–suku). Lalu KK (tunganai/saudara
lelaki tertua) diikuti beberapa keluarganya dalam satu suku atau banyak suku
mencari lahan baru. Mereka berpisah dengan kampung asalnya meninggalkan sanak
saudaranya yang lain separuik atau sesuku. Di lahan baru itu mereka berladang,
meneroka sawah dan mendirikan rumah. Saat itu dimulai proses pengembangan
wilayah (resort) perkampungan baru sebagai berikut:
1.
Taratak. Prosesnya bermula dari orang di kampung-kampung pada
satu nagari lama. Dari perspektif ekonomis, mereka pindah dan membuka lahan
baru berladang jauh dari nagarinya untuk memenuhi kebutuhan hidupannya. Dari
perspektif geostrategis, ruang hidup mereka di nagari lama sudah merasa sempit
dan perlu perluasan wilayah. Mereka membuka lahan baru jauh dari nagarinya.
Mereka membangun pemukiman disebut Taratak. Mereka membuat rumah, meneroka
sawah, mengolah ladang dan mengatur kebutuhan hidup dan sosial budaya mereka.
Setidaknya mereka terdiri dari dua suku. Pertalian dengan kampung asal usul
masih kuat dan utuh. Mereka masih bermamak dan berpenghulu andiko ke kampung
asalnya sebagai kepala keluarga dalam masyarakat adat.
2.
Dusun.
Berproses dari taratak. Ketika wilayah taratak berkembang, jumlah penduduk bertambah
pindah ke sana, rumah semakin bertambah, maka wilayah itu diproses penduduknya
menjadi dusun. Syarat menjadi dusun itu setidaknya ada 3 suku. Warga dusun ini
masih bermamak ke kampung lama tempat asal usulnya.
3.
Koto dan Nagari. Lahirnya
koto berproses dari dusun. Ketika itu dusun telah punya penduduk yang cukup
rapat dan terus bertambah menjadi 4 suku. Mereka terus memperluas perkampungan
di sekitar wilayah itu. Mereka meneroka sawah dan membuka lahan kering
berladang. Mereka mendirikan perkampungan baru dan menjadi banyak kampung yang
berpusat pada Koto. Kampung-kampung dari daerah pusat itu bersama-sama mereka
membuat nagari. Kampung-kampung baru menjadi nagari baru merupakan
keberlanjutan hidup paruik baranak pinak dan berkembang menjadi jurai. Di
nagari baru ini saudara perempuan yang banyak dalam kaum sesuku mendirikan
rumah berdekatan/ mengelompok. Di sini tempat kediaman tetap yang baru bagi
paruik yang berpisah dari keluarga di kampung lama. Hubungan selanjutnya tetap
erat, diatur kesatuan geneologis (suku – tali darah) yang tidak dibatasi
teritorial kampung lama dan baru. Di sini mereka menetapkan struktur baru
pemerintahan di wilayah nagari baru, KK (tunganai), penghulu andiko, tuo
kampung/ jorong, penghulu 4 suku dst.
Dapat dicatat, taratak, dusun, koto bukanlah struktur
nagari tetapi proses pengembangan wilayah menuju terbentuknya kampung baru
sebagai wilayah utama nagari. Yang menjadi struktur wilayah nagari adalah (1)
Kampung/Koghong (Korong/Jorong) dan (2) Nagari.
Nagari lama tidak dapat dibagi/ dipecah meskipun luas
karena sudah menjadi wilayah subkultur dan persekutuan hukum. Budaya Minangkabau
tidak baik mendirikan kampung – nagari dalam kampung – nagari. Apakah kearifan
lokal (local genius) Minangkabau seperti ini, Minangkabau tidak menuntut
sebagai daerah istimewa, di samping memang kuat tekan luar yang tak tersongsong
arus Minangkabau.
Namun yang jelas, budaya Minangkabau kalau ingin membuat
kampung harus membuka lahan baru jauh dari kampung induk meski harus menguatkan
tali hubungan darah. Setidaknya budaya (kode perilaku) Minangkabau tak mau
bikin kampung di tengah kampung seperti ini dapat menyertai (menengahi?)
polemik wartawan senior Marthias Pandoe (Padang Ekspres, Jum’at 24 Okt 2008)
dan pakar budaya Suryadi (Padang Ekspres Selasa 28 Okt 2008) tentang orang Minangkabau
ke mana pun Merantau tidak pernah membuat kampung Minangkabau di kota/ negeri
rantau seperti Kampung Jawa, Cina, Keling, Nias, Bugis dan kampung lainnya yang
ada di kota-kota besar. Sebab itu pula pemekaran nagari memasuki wilayah pro
kontra.Yang kental geneologis dan budaya adatnya pasti tak mau (kontra) dan
longgar mengantarkan prinsip setuju (pro).
Struktrur, Sarana dan Aset Ekonomi
Secara umum pemerintah nagari di Minangkabau diatur
dengan Undang-Undang
Nagari (bagian dari UU nan-4 Minangkabau). Yang diatur tidak saja struktur
tetapi juga sistem pemerintahan nagari yang mandiri, dieksplisitkan dalam rukun,
syarat dan syiar nagari.
1. Rukun
nagari, nilainya dalam undang-undang dalam bentuk petatah sbb.:
Rang gadih
mangarek kuku
Pangarek pisau
sarawik
Pangabuang batang
tuonyo
Batangnya ambiak
ka lantai
Nagari baampek
suku
Dalam suku babuah paruik
Kampuang bamamak ba nan tuo
Rumah dibari batunganai
(anak gadis memotong kuku
Pemotongnya pisau serawik
Pemotong batang tuanya
Batangnya diambil untuk lantai
Nagari harus ada 4 suku
Dalam suku ada keturunan se perut
Kampung punya mamak dan punya ketua kampung
Rumah ada lelaki sulung)
Nagari
sebagai wilayah subkultur, sejak dahulu sudah memiliki alat kelengkapan
pemerintahan. Struktur pertama dari bawah rumah batunganai sebagai
Kepala Keluarga (saudara lelaki tertua/ mamak tertua dalam paruik). Kedua
bamamak yakni mamak kaum sebagai penghulu andiko/ dipilih dari
Tunganai, ketiga kampung ba nan tuo yakni Tuo Kampung (Kepala
Jorong) dipilih dari penghulu andiko, keempat kepala tali darah
(suku) dipimpin penghulu suku nan-4 di nagari.
Struktur ini terlihat pada petatah (tata pemerintahan) dalam
Undang Undang Nagari Minangkabau di atas.
Pertama penghulu 4 suku, kedua tuo kampung, ketiga
penghulu andiko, keempat kepala keluarga/ tunganai/
mamak paruik yang tertua. Dari petatah tadi juga terbaca sistem pemerintahan,
kerukunan nagari otoritas 4 suku, tuo kampung, penghulu andiko, dan tunganai/
anak lelaki sulung yang berfungsi sebagai KK dengan tugas sebagai pengawas
harta benda kaumnya. Penghulu 4 suku memilih ketua KN (Kerapatan
Nagari), ketua kerapatan nagari langsung menjadi Kapalo Nagari (Penghulu Palo).
Struktur ini berkembang sesuai kelarasan dan demokrasi Minangkabau yang dianut
nagari, nanti dijelaskan dalam perubahan sistem pemerintahan nagari.
2. Syarat nagari
Balabuah batapian
Babalai ba musajik
Bagalanggang bapamedanan
(punya jalan dan tepian tempat mandi
Punya balai-balai tempat bermufakat dan punya masjid
Punya gelanggang tempat bersilat)
Butir
Undang Undang Nagari ini mengariskan sarana dan prasarana pisik sebagai syarat
vital harus dimiliki Nagari. Sarana dan prasarana vital yaitu (1) jalan, (2)
pemandian, (3) balai-balai/ gedung pertemuan (tempat musyawarah), (4) masjid,
(5) gelanggang (tempat latihan bela diri) dan (6) pemakaman Nagari.
3. Syiar
nagari
Rangkiang nan
tinggi manjulang
Sawah nan bapiring bapamatang
Ameh jo perak nan batahia batimbang
Kabau jo bantiang nan banyak di padang
(rangkiang yang tinggi menjulang
Sawah luas punya petakan dibatasi pematangnya
Emas dan perak
banyak
Kerbau dan jawi
banyak di padangnya)
Butir Undang Undang Nagari ini mengatur sarana prasarana
serta aset ekonomi nagari disebut sebagai dapat menghidupkan syiar
(semarak) nagari yang menunjukan kesejahteraan rakyat dan aman kemakmuran.
Sarana dan aset ekonomi nagari itu yang mesti diadakan: (1) rangkiang (lumbung
gabah/ beras), (2) lahan basah (sawah), (3) masyarakat memiliki perhiasan (emas
dan perak), memiliki ternak (kerbau dan jawi) serta padang rumput tempat
pengembalaannya.
Simpul kecil struktur, sistem dan sarana dan prasarana
serta aset ekonomi nagari dapat dieksplisitkan dalam 8 butir, yaitu:
1)
Babalai–bamusajik:
punya rumah adat tempat bersidang membuat mufakat dan masjid untuk tempat
beribadat dan pusat budaya ABS-SBK dengan aplikasi SM-AM (Syara’ Mangato – Adat
Mamakai).
2)
Basuku – banagari: punya 4 suku, struktur tertinggi
nagari yang punya otoritas memberikan jaminan berkembangannya suasana kehidupan
bernagari.
3)
Bakorong – bakampuang: punya korong (lingkaran inti)/ jorong)
kampung sebagai bagian wilayah utama nagari.
4)
Bahuma–babendang: punya rumah gadang
tempat berteduh paruik dan punya penerangan kampung yang cukup.
5)
Balabuah – batapian: punya prasarana jalan untuk mengakses
nagari dan punya tepian tempat pemandian. Sekarang tepian mungkin sebagian
sudah dipindahkan ke dalam rumah dalam bentuk kamar kecil/ kamar mandi yang
indah yang sifatnya privat, menggusur dan tak menganggap penting lagi pemandian
yang komunal (milik kaum).
6)
Basawah – baladang: punya aset ekonomi nagari sawah –
ladang yang luas termasuk perhiasan (emas dan perak) dan ternak (kerbau dan
jawi) dengan padang pengembalaan.
7)
Bahalaman – bapamedanan: rumah kediaman punya halaman
dan gelanggang pemainan anak nagari atau sasaran silat.
8)
Bapandam – bapakuburan: punya komplek pemakaman nagari tempat
berkubur anak nagari). *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar