Kamis, 18 Februari 2021

Esai: Bukan Esei atau Essei

OLEH Yusriwal


Sejauh yang dapat ditelusuri, dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan kata “essei”, yang ada hanya kata “esai”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayan, 1988) esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisanya.

Oleh sebab itu, esai digolongkan ke dalam ragam sastra. Dalam Kamus Bahasa Inggris (Echols,1989) “essay” adalah karangan, esai (sastra). Kemudian dalam Encyclopedia of Knowledge (Grolier) dikatakan:

            The essay, the most flexible of all literary form, offers writers maximum freedom with respect to choice of subject, length of composition, and style of expression. An essay can be formal or informal, personal or impersonal, highly organized or rambling, playful or didactic, serious or satirical.

Dalam Kamus Istilah Sastra (Sudjiman,1984) diterangkan bahwa pada mulanya esai diartikan karangan prosa dengan bahasa dan cara menarik. Dalam perkembangannya dibedakan antara esai nonformal dan esai formal. Esai formal adalah karangan yang membahas suatu tema atau topik secara panjang lebar dan mendalam, dengan tujuan yang cukup obyektif.  Esai nonformal adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas dari sudut pandangan penulisnya atau sama dengan pengertian awal esai.

Sudjiman menggunakan istilah “esei” bukan “essei” atau “esai”. Dari segi baku atau tidaknya istilah tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah yang baku adalah “esai”, karena terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dianggap kamus resmi untuk Bahasa Indonesia. Walaupun dalam Kamus Istilah Sastra, Sudjiman menggunakan istilah “esei”, namun jika dibandingkan dengan istilah “esai” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jelas “esai” lebih baku. Alasan lain Kamus Besar Bahasa Indonesia lebih kemudian terbitnya dibanding Kamus Istilah Sastra.

Panitia lomba ini menggunakan istilah “essei”: apa yang dimaksud dengan istilah tersebut? Jika dianggap salah tulis: pengertian esai yang mana yang dimaksud? Apakah esai formal atau esai nonformal?

Oleh sebab itu, pada tulisan berikut akan dikemukakan berapa aspek yang berhubungan dengan kepenulisan esai, baik esai formal maupun esai nonformal.

Setelah reformasi, tidak berlaku lagi undang-undang yang mengharuskan media massa memiliki SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Akibatnya, siapa saja yang mempunyai keinginan dan memiliki modal, dapat mendirikan surat kabar atau majalah. Maka, di mana-mana terbit surat kabar dan majalah, baik harian, mingguan, bulanan, dari format koran, tabloit, dan majalah.

Fenomena tersebut, juga terjadi di Sumatra Barat. Dari empat surat kabar berkembang menjadi 20-an media (harian, mingguan, tabloid, dan majalah).

Namun perkembangan surat kabar tersebut tidak diiringi dengan pertambahan penulis. Penulis yang mengisi kolom-kolom atau artikel-artikel, masih dapat dikatakan muka-muka lama. Kalau pun ada penulis baru tidak sebanding dengan pertambahan media yang ada. Apa yang menyebabkan ketimpangan tersebut? Ini sebuah persoalan yang patut dicermati.

Dunia internasional mengenal Soekarno, Hatta, Sudjatmoko, Tan Malaka, A.A. Navis, dan banyak tokoh lainnya. Mereka dikenal bukan karena jabatannya, tetapi karena tulisan-tulisan mereka. Soekarno memang dikenal sebagai presiden RI yang pertama, namun ia lebih dikenal karena menuliskan dan mempublikasikan pemikirannya. Bahkan, karena pemikirannya tersebut Soekarno diberi gelar doktor oleh beberapa universitas di Amerika.

Plato, Aristoteles, Descartes, dan banyak tokoh lain yang telah meninggal beberapa abad yang lalu masih dikenal sampai sekarang, tidak lain karena mereka menulis. Bahkan Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce baru dikenal setelah dia meninggal karena tulisan-tulisannya dibaca orang. Padahal semasa hidup mereka tidak dianggap apa-apa.

Sebenarnya persoalan menulis adalah persoalan sederhana yaitu bagaimana menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan. Ia merupakan sebuah keterampilan atau skil. Setiap orang bisa menjadi penulis. Namun pada akhirnya, terpulang kepada pribadi masing-masing: mau atau tidak? Atau bisa jadi tidak mempunyai pikiran. Kalau tidak mau berpikir memang tidak akan pernah bisa menulis.

Menulis merupakan sebuah proses yang hasilnya adalah karya tulis. Proses ini berawal dari pemahaman terhadap sebuah persoalan. Pemahaman akan memunculkan masalah dan masalah akan diselesaikan dengan analisis. Dalam analisis dibutuhkan pengalaman, baik yang berasal dari bacaan atau yang berasal dari pengalaman empiris. Analisis akan menghasilkan sebauah solusi.

Beberapa contoh esai yang baik dapat dikemukakan di sini, antara lain misalnya Catatan Pinggir (Goenawan Mohamad), Mempertimbangkan Tradisi (W.S. Rendra), Solilokui (Budi Darma), Angin Musim (Mahbub Djunaidi), dan Etika Pembebasan (Soedjatmoko). *

Tulisan ini disampaikan dalam acara Penyerahan Hadiah bagi Pemenang Lomba Penulisan Essei Antar Mahasiswa se-Kodya Padang dan Dialog Kepenulisan Essei, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Andalas, di Padang 9 April 2002.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...