OLEH Agus Taher (Peneliti dan Seniman)
Dan, tanggal 19 Februari 2019 yang lalu, ketika ngumpul
bareng di Rumah Makan Mama Oki
bersama pak Gamawan, Eko, Alwi Karmena, Kafrawi, Pak Fachrul Rasyid, wartawan senior yang memiliki banyak
catatan tentang infrstruktur Kota Padang dengan tegas menyebut penyebab banjir Kota Padang bukan luapan sungai, akan
tetapi genangan yang disebabkan drainase tak memadai. Peta drainasenya pun tak ada, katanya lagi.
Nah, dua iven tadi yang menyebabkan tulisan ini hadir. Refleksi pemikirannya ke kota Jakarta saat
ini dan kota Padang ke depan. Jakarta,
meskipun jaraknya dengan wilayah Bogor atau Bandung relatif jauh, akan tetapi
karena wilayah Jakarta yang kerendahan sudah dipenuhi oleh bangunan dan cemented areas (wilayah yang sudah di
semen untuk jalan, bangunan dan lainnya),
ditambah lagi dengan kurangnya pepohonan, menyebabkan ibukota RI ini menjadi
pelanggan banjir. Banjir menjadi musuh ibukota
yang belum tertandingi hingga saat ini.
Kawasan-kawasan yang lebih rendah
dari permukaan laut, yang dulunya berfungsi sebagai wilayah resepan air, sudah
berkembang sebagai real estate, seperti kawasan Pantai Indah Kapok.
Di kota Padang, wilayah kerendahan ini meliputi sebagian
besar kawasan pinggir pantai kota Padang, termasuk wilayah sekitar Balai Kota
Padang yang baru. Wilayah Parak Jambu dan Maransi, yang berdekatan dengan
kampus UBH yang baru, malah merupakan kawasan gambut dengan kedalaman 1-2
meter.
Di masa datang, wilayah-wilayah resapan di sekitar Balai Kota Padang Aie
Pacah inilah yang akan berubah wajah menjadi semacam Pantai Indah Kapok Jakarta,
karena daya tarik Aie Pacah sebagai pusat pertumbuhan baru, karena keberadaan
Kantor Balai Kota Padang, pusat bisnis, serta Universitas dan RS Baiturrahmah,
serta UBH. Di lain pihak, isu gempa
membuat kawasan timur kota Padang, mulai dari kawasan datar hingga berbukit,
seperti Limau Manis, Parak Buruak, Rimbo Tarok dan lainnya semakin menjadi
inceran developer untuk membangun perumahan, terutama perumahan bersubsidi,
karena harga tanahnya masih murah. Sekarang,
rumah bersubsidi lakunya seperti kacang goreng.
Ketika trend pembangunan perumahan di Kota Padang ini
makin menggeliat ke kawasan timur kota Padang, maka laju deras air ketika hujan
lebat juga akan semakin dahsyad. Tentu,
akan makin sempurna lah bencana banjir di kota Padang.
Rapulai
Menanam dan Pengembang Peduli
Solusi teknis terbaik memang normalisasi sungai dan
pembenahan drainase. Biasanya,
normalisasi sungai dibiayai oleh APBN. APBD tak mampu membiayainya. Perbaikan drainase biasanya dibiayai oleh
APBD, seperti yang sedang gencar dilakukan Pemko Padang era Mahyeldi. Meskipun
demikian, dengan besar PAD kota Padang sekitar 500-600 milyar setahun, maka
pembenahan jaringan drainase cakupannya tetap akan terbatas. Yang terjamah baru sekitar pusat kota,
sebagian besar dalam kegiatan mengangkat sedimen dan sampah dari got. Got
drainase kota Padang, ukurannya pun masih kecil, dan tak semuanya tersambung ke
parit berukuran besar atau sungai. Itu sebabnya, banjir bandang belum
teratasi. Meskipun demikian, kerja
keras Pemko Padang dalam pembenahan drainase sudah patut diapresiasi.
Apa tak ada solusi lain?
Jawabannya ada. Malah bisa multi fungsi dan murah. Di
desa Kupang, sebelum nikah kedua mempelai wajib menanam 5 pohon. Di desa Lepadi kecamatan Pajo, sejak 1996
ada Peraturan Desa, dimana kedua mempelai wajib menanam 2 pohon di sekitar kawasan
aliran air ke persawahan penduduk. Sementara, Bupati Kendal Jatim, membuat Perda tahun 2011 yang mewajibkan kedua mempelai menanam 2
pohon. Petugas KUA disanksi, apabila
menikahkan mempelai yang tidak menanam pohon. Aturan ini yang saya sebut Rapulai
Menanam.
Tanaman
yang biasa ditanam adalah buah2an, seperti mangga rambutan, pisang, atau lengkeng. Di Kendal, juga
bibit trambesi..
Hal yang sama juga sudah diterapkan di beberapa daerah, bahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan bersama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian
Agama.telah menanda-tangani Nota Kesepakatan, tanggal 16 Juni 2015 tentang
gerakan Rapulai Menanam ini.
Nah, gerakan “rapulai menanam” ini pun perlu juga diberlakukan kepada para developer, sebagai bentuk peningkatan kepedulian pengembang terhadap kelestarian lingkungan. Meskipun, luas kapling perumahan kecil, terutama perumahan bersubsidi, akan tetapi setiap rumah pasti memiliki rolen, minimal 3 meter. Pada luasan bagian rolen tersebut , yang biasanya berfungsi pekarangan, masih bisa ditanam 1 -2 tanaman.
Sesuai judul tulisan ini, multi fungsinya gerakan rapulai
menanam ini mencakup: 1) meningkatkan resepan air ke tanah sebagai akibat
perakaran tanaman, 2) memperkecil efek hantaman butiran hujan ke tanah,
sehingga mengurangi erosi permukaan, 3) meningkatkan efek paru-paru kota; 4)
mendukung gerakan Indonesia hijau, 5) penyedia buah dan meningkatkan gizi
masyarakat, termasuk berpotensi ekonomi, dan 6) meningkatkan sumber Pendapatan Negara
Bukan Pajak (PNPB) dari Dinas Pertanian melalui penjualan bibit unggul.***
Pernah dimuat di Harian Khazanah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar