Tahun itulah yang dipatok sebagai awal dimulainya era musik Minang modern. Meskipun
demikian, kita agaknya masih perlu melihat keberadaan musik Minang pramodern,
yang sebenarnya lebih condong dikelompokkan ke musik modern.
Dalam era
1920-an-1950-an di Sumatera Barat sudah berkembang kesenian gamad, Hawaian,
gambus, dan keroncong, termasuk gambang.
Akan tetapi, hanya gamad dan gambus yang bertahan sebagai kesenian rakyat di
Minangkabau, bahkan gamad sudah dianggap sebagai bagian dari kesenian
Minang.
Sementara, gambus
memang masih sangat jelas wujudnya sebagai musik impor dari Arab, samahal
dengan musik Hawaian dari Kepulauan Hawai. Sementara gamad, walaupun disebut
dari luar, akan tetapi perbaurannya yang unik dengan seni tradisi Minangkabau
sudah disepakati oleh para ahli musik sebagai musik tradisi dari Padang
Kota.
Sebenarnya, seni
gamad tidak begitu saja bisa disebut sebagai musik tradisi Minang, karena
cirinya sangat berbeda dengan musik tradisi subetnik di Minangkabau, terutama
dilihat dari dominannya peralatan dari luar pada musik gamad, seperti biola, armonium, akordion, atau
gitar.
Gamad tidak
mengenal alat musik saluang, bansi, pupuik batang padi, rabab, dan talempong,
yang menjadi ciri seni musik sub etnik Minangkabau. Apalagi kesenian gamad
lebih diwarnai oleh tangga nada diatonik, tidak seperti seni musik tradisi
Minang yang didominasi oleh tangga nada pentatonik.
Oleh karena itu,
gamad lebih tepat diposisikan sebagai kelompok musik Minang pramodern, kalau
kita sudah menganggap era musik Minang modern dimulai dari kelahiran Orkes
Gumarang. Sebaliknya, kita bisa juga
mengatakan bahwa musik Minang modern generasi pertama adalah gamad, sedangkan
format musik yang diusung oleh Orkes Gumarang adalah musik Minang modern
generasi kedua.
Lebih jauh dari
itu, perbedaan musik tradisi itu dengan musik modern dapat pula ditinjau dari
sudut pandang etno musikologi. Musik
modern dan musik tradisi dapat dikenal dari 2 ciri utama, yaitu alat musik yang
digunakan, serta corak lagu yang dinyanyikan.
Musik tradisi
adalah musik yang lahir dan berkembang secara turun temurun di daerah setempat
sehingga sifatnya lebih lokal spesifik serta dipertahankan sebagai sarana
hiburan.
Musik tradisi
memiliki ciri khas yang terletak pada isi lagu dan alat musik tradisi. Syair dan melodi lagu dalam bahasa dan gaya
daerah setempat, seperti kita melihat berbedanya musik rabab dengan musik
dendang darek.
Musik tradisi
cenderung eksklusif, tidak dapat dinikmati secara luas oleh masyarakat di luar
budaya masyarakat yang melahirkan musik tersebut. Karena sifatnya khas, masyarakat luar tidak
mudah mencerna dan menikmati musik tradisi tersebut. Orang Pariaman akan
kesulitan menikmati dendang pauah, musik tradisi Kota Padang, begitu juga orang
Payakumbuh akan tidak mudah memahami musik tradisi rabab Pesisir Selatan.
Sebaliknya musik
modern adalah musik yang sudah mendapatkan sentuhan kebaruan dan
teknologi, baik dalam penggunaan alat
musik, maupun penyajian musik. Sifatnya
lebih universal, sehingga semua orang relatif lebih dapat memahami dan
menikmatinya.
Musik modern tidak
dilahirkan dari tradisi suatu masyarakat tertentu. Musik modern dicirikan oleh
kejelasan notasi, tangga nada, serta motif musik. Biasanya alat musik yang
digunakan sudah dikenal luas dan mudah dipelajari. Biola, gitar, saxophon,
akordion, bass, armonium, gendang ketipung atau pun drum sudah dikenal oleh
berbagai bangsa di dunia, serta lebih
mudah mempelajarinya dibandingkan alat musik tradisional seperti saluang atau
rabab.
Nah, dari sisi
penggunaan alat musik, maka gamad makin jelas dapat dikategorikan sebagai musik
modern, apalagi lirik lagu berbahasa Minang yang dipakai dalam musik gamad
tidak berbeda dari lirik lagu musik
Minang modern.
Perjalanan Panjang
Musik Gamad
Menapaktilasi
perjalanan musik gamad, mirip sekali saat kita mempelajari asal usul orang
Minangkabau. Samar, gelap, dan hampir sulit mendapatkan kata pasti. Untuk memastikan asal kata gamad saja, seperti
tak mudah. Mana yang betul, gamad
atau gamat. Perbedaan kecil tersebut
masih saja diperdebatkan.
Menurut Burhan,
salah seorang pemain gamad sekitar tahun 1937, asal kata gamad itu adalah game, alias main, atau ajakan ayo mari
kita main. Kakak kandung pencipta M. Gaus ini memberi alasan bahwa dalam acara
gamad ada prosesi mengajak penyuka
gamad untuk main, baik bernyanyi ataupun menari. Selanjutnya, Rizaldi dari ISI Padang Panjang
yang banyak meneliti tentang gamad, juga memperlihatkan begitu kusutnya silang
pendapat asal kata gamad itu. Katanya, menurut budayawan AA. Navis, kata gamad
berasal dari kata gamit. Gamit
artinya menyentuh seseorang untuk suatu keperluan.
Pendapat ini
didasarkan adanya tradisi "menggamit"
si penyuka gamad yang hadir dalam acara pesta ketika memberikan saputangan atau
selendang. Pada gilirannya, yang kena
gamit harus siap untuk bernyanyi atau menari.
Pemain biola orkes
gamad Ikatan Budi, Rusyid lain lagi penjelasannya. Katanya, gamad berasal dari
kata gamek, yang artinya "kacau". Dulu, belum ada
aturan dan patokan antara lagu dan musik. Keharmonisan melodi instrumen dengan
vokal belum terjadi, karena alat musik barat, seperti biola, armonium, akordion
belum begitu dikuasai oleh musisi generasi perintis gamad tempo doeloe. Sementara latar belakang
penyanyinya adalah seniman yang biasa mendendangkan lagu tradisi dengan teknik
bernyanyi yang tidak mengenal birama atau ketukan. Jadi, akibat yang satu ke
barat, yang satu ke timur, maka kedengarannya kacau.
Rahim Cik, seorang
penyanyi gamad era 1950-an menyebutkan bahwa gamad berasal dari akronim Gabungan Musik Alunan Daerah, karena
musik gamad sebagai jenis musik baru berasal dari gabungan berbagai aliran
musik, seperti musik Malaya, Medan, Portugis dan Minang.
Versi Wan Abdul
Kadir lain lagi. Gamad berasal dari kata ghazal,
sedangkan ghazal adalah musik Melayu
Hindustan, yang juga disebut gamat.
Rizaldi lebih condong ke pendapat Wan Abdul Kadir ini, terutama
berdasarkan kesamaan alat musik gamad dengan musik gazal.
Bertitik tolak
dari penjelasan Burhan dan rangkuman pendapat yang dikumpulkan Rizaldi, maka
dapat disimpulkan bahwa sebenarnya asal usul kata gamad saja masih kelam.
Setiap alasan
tentang asal kata sepertinya dipaksakan cocok dengan kata gamad. Persoalan ini wajar terjadi karena rentang
waktu antara peristiwa penamaan gamad dengan penelusuran peristiwa mendekati 4,5
abad.
Menurut Indra
Yudha, dosen UNP, kedatangan bangsa
Portugis ke Padang dalam misi dagang sekitar tahun 1589. Kedatangan Portugis
ini selalu dikaitkan dengan kelahiran musik gamad. Saat itu, orang Cina yang
sudah ada di Padang membawa etnik Nias sebagai buruh dan pembantu rumah tangga
untuk bangsa Portugis. Mereka ditempatkan di sekitar Muara Padang, Pariaman,
Pasar Usang, dan Muara Sakai, akan tetapi sebagian besar tinggal di
Padang.
Hubungan kerja
antara Portugis dan Nias ini menyebabkan terjadinya relasi sosial budaya, antara lain dalam tari Balanse
Madam. Setiap pesta orang Portugis, baik
di atas kapal, maupun di darat selalu menghadirkan tari Balanse Madam ini. Pesta-pesta Portugis ini yang sering ditonton
oleh etnik Nias.
Dalam
perkembangannya, tari Balanse Madam ini menjadi tarian tradisi etnik Nias
perantauan, atau etnik Nias yang merantau ke Padang. Akan tetapi, tari Balanse
Madam ini tidak dikenal dalam budaya Nias di kepulauan Nias. Barangkali karena 1) Dalam acara gamad selalu
ada tari Balanse Madam.
2) Pertunjukan
gamad selalu dibuka dengan lagu Kaparinyo, dimana notasi lagu Kaparinyo ini
kentara sekali iro Spanishnya,
terutama lagu Kaparinyo Pulau Batu,
bahkan notasi lagu ini sangat mirip dengan lagu Katakam Takam, lagu rakyat Filipina, yang juga dikenal sebagai lagu
yang berasal dari Portugis.
3) Eratnya relasi sosial budaya Portugis dan
Nias, maka sebagian orang menyimpulkan bahwa musik gamad berasal dari Portugis
dan musik gamad adalah musik tradisi etnik Nias. Mungkin itu pula sebabnya,
Yusri Z, pimpinan orkes gamad Budi Sejati, menyatakan bahwa kata gamad berasal
dari bahasa Nias, "gama-gama",
yang artinya sejumlah peralatan, seperti alat pertukangan, alat dapur, atau
alat musik.
Pernahy dimuat di Harian Khazanah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar