Padang,
mantagibaru.com—“Sumbang Dua Baleh” yang jadi acuan etika dan kesopanan, serta
perilaku perempuan Minangkabau harus dijaga dan dilestarikan tapi tidak bisa
dipaksakan. Jika perlu, “Sumbang Dua Baleh” diperdakan pelaksanaannya.
Menurut Sastri Yunizarti Bakry atau Sastri Bakry salah seorang aktivis perempuan dan sastrawan, poin-poin dalam “Sumbang Dua Baleh” harus disesuaikan dengan zamannya, waktu, dan tempat.
“Hanya adaik nan sabana
adaik (sunatullah) yang tidak
bisa berubah yang lain dimungkinkan berubah. Jika “Sumbang Dua Baleh” dilaksanakan
mati. Misalnya saja sumbang bajalan.
Bagi perempuan-perempuan yang bekerja cepat tidak mungkin berjalan seperti itu.
Atau pergi sendiri kemana-kemana. Kan bukan berarti tidak beradat,” kata Sastri
Bakry.
Selain itu, tambah penulis novel Hatinya Tertinggal di Gaza, agar “Sumbang Dua Baleh” bisa sebagai
acuan dalam tatanan kehidupan orang Minangkabau, masyarakat harus
berpartisipasi aktif ambil peran sebagai pengontrol kendati itu tidak cukup.
“Menurut saya tidak cukup kontrol sosial tapi peran institusi
kebudayaan juga diperlukan agar ada kekuatan formal yang bisa mengawal dan
mengeksekusinya,” jelasnya.
Lebih jauh dikatakannya, sampai sekarang, misalnya, untuk pakem
baju Minangkabau yang belum juga dihasilkan Dinas Kebudayaan Sumatera Barat. Yang
ada hanya berupa buku dan tak berani memformalkan.
“Kesan saya, institusi budaya, lembaga adat dan pihak lainnya,
belum berani memformalkan karena jenis berpakaian perempuan kita di Minangkabau
sangat banyak sekali. Tapi tetap harus ada kesepakatan. Jika kita melihat
pakaian orang-orang lama justru lebih gawat juga,” papar Sastri Bakry tanpa
menguraikan arti gawat itu.
Ia mengatakan, jika masing-masing luhak atau daerah, adaiknya bersikeras dengan model
pakaiannya masing-maka, prinsip busana Minang yang disepakati harus mengacu
kepada ABS SBK.
“Misalnya bakain kodek, basalendang, batingkuluak dan babaju
kuruang. Modelnya terserah saja, yang penting sopan dan tertutup. Identitas itu
saja orang sudah tahu itu Minangkabau yang ABS SBK,” kata pendiri Sumbar
Talenta ini.
Baginya, prinsip yang harus dijaga dalam penampilan pertunjukan
seni kreasi Minangkabau di depan publik ialah pakaian tidak boleh terbuka
dengan simbahan betis. Tetapi jika penampil tari mengenakan celana dianggap
melanggar “Sumbang Dua Baleh”tentu sulit dicerna.
“Gawat juga kan. Tidak mungkinlah tari Rantak atau silek randai
pakai rok. Gusmiati Suid puluhan tahun yang lalu sudah dicerca orang karena dinilai
melanggar “Sumbang Dua Baleh”tapi sampai kini tarinya tetap hidup, Dan di
luar kesenian, sejarah menunjukkan banyak perempuan itu perkasa, misalnya Siti
Manggopoh dan juga ada dalam kaba Sabai Nan Aluih,” terangnya.
Kendati begitu, ia tetap meminta dan menyarankan agar para
penari dan penampil tari kreasi yang berbasis Minangkabau, saat tampil tetap
menjaga “Sumbang Dua Baleh” karena itu merupakan tuntunan perilaku perempuan
Minangkabau.
“Setiap karya tari kreasi, mengaculah kepada ABS SBK. Janganlah
menari rambuik bagerai. Laki-laki jo
padusi bagendong-gendongan, baju
ketat-ketat. Pakaian dan penampilan harus mencerminkan urang Minangkabau,” tegas pendiri Teras Talenta, sebuah komunitas
literasi di Padang.
Maka agar “Sumbang Dua Baleh” dapat diterapkan di tengah
masyarakat Minangkabau sangat perlu peran ninik mamak, alim ulama jo cadiak pandai. Barambuaklah mereka. Jika mau dilaksanakan secara menyeluruh paralu
diatur dengan regulasi perda.
“Kini peran lembaga adat kita sangat lemah. Bisanya hanya
manyalah-nyalahkan saja. Pembinaan kepada anak kemenakan nyaris tak ada sama
sekali. Pendekatan kepada anak-anak kemenakan harus berbeda dengan masa lalu. Anak-milenial sudah pintar-pintar,” kata Sastri Bakry.
Terkait dengan masifnya sanggar-sanggar yang diduga “melanggar” “Sumbang
Dua Baleh”, juga salon-salon
pengantin, dan sewa pelaminan, menurutnya menunggu aturan yang jelas.
“Nan jaleh nan ma nan
harus dilarang nan ma nan harus dijago. Mereka perlu pencerahan karena
bagaimana pun sebagai pebisnis mereka tentu melayani permintaan konsumen. Yang jelas, jangan dulu berpikir soal sanksi.
Bangun dulu pemahaman dan kesadaran bagi
generasi muda,” tegas Sastri Bakry. nasrul
azwar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar