Selasa, 03 Maret 2020

Sastri Bakry: Perdakan “Sumbang Dua Baleh”

Padang, mantagibaru.com—“Sumbang Dua Baleh” yang jadi acuan etika dan kesopanan, serta perilaku perempuan Minangkabau harus dijaga dan dilestarikan tapi tidak bisa dipaksakan. Jika perlu, “Sumbang Dua Baleh” diperdakan pelaksanaannya.

Menurut Sastri Yunizarti Bakry atau Sastri Bakry salah seorang aktivis perempuan dan sastrawan, poin-poin dalam “Sumbang Dua Baleh” harus disesuaikan dengan zamannya, waktu, dan tempat.

“Hanya adaik nan sabana adaik (sunatullah) yang tidak bisa berubah yang lain dimungkinkan berubah. Jika “Sumbang Dua Baleh” dilaksanakan mati. Misalnya saja sumbang bajalan. Bagi perempuan-perempuan yang bekerja cepat tidak mungkin berjalan seperti itu. Atau pergi sendiri kemana-kemana. Kan bukan berarti tidak beradat,” kata Sastri Bakry.

Selain itu, tambah penulis novel Hatinya Tertinggal di Gaza, agar “Sumbang Dua Baleh” bisa sebagai acuan dalam tatanan kehidupan orang Minangkabau, masyarakat harus berpartisipasi aktif ambil peran sebagai pengontrol kendati itu tidak cukup.

“Menurut saya tidak cukup kontrol sosial tapi peran institusi kebudayaan juga diperlukan agar ada kekuatan formal yang bisa mengawal dan mengeksekusinya,” jelasnya.

Lebih jauh dikatakannya, sampai sekarang, misalnya, untuk pakem baju Minangkabau yang belum juga dihasilkan Dinas Kebudayaan Sumatera Barat. Yang ada hanya berupa buku dan tak berani memformalkan.

“Kesan saya, institusi budaya, lembaga adat dan pihak lainnya, belum berani memformalkan karena jenis berpakaian perempuan kita di Minangkabau sangat banyak sekali. Tapi tetap harus ada kesepakatan. Jika kita melihat pakaian orang-orang lama justru lebih gawat juga,” papar Sastri Bakry tanpa menguraikan arti gawat itu.

Ia mengatakan, jika masing-masing luhak atau daerah, adaiknya bersikeras dengan model pakaiannya masing-maka, prinsip busana Minang yang disepakati harus mengacu kepada ABS SBK.

“Misalnya bakain kodek, basalendang, batingkuluak dan babaju kuruang. Modelnya terserah saja, yang penting sopan dan tertutup. Identitas itu saja orang sudah tahu itu Minangkabau yang ABS SBK,” kata pendiri Sumbar Talenta ini.

Baginya, prinsip yang harus dijaga dalam penampilan pertunjukan seni kreasi Minangkabau di depan publik ialah pakaian tidak boleh terbuka dengan simbahan betis. Tetapi jika penampil tari mengenakan celana dianggap melanggar “Sumbang Dua Baleh”tentu sulit dicerna.

“Gawat juga kan. Tidak mungkinlah tari Rantak atau silek randai pakai rok. Gusmiati Suid puluhan tahun yang lalu sudah dicerca orang karena dinilai melanggar “Sumbang Dua Baleh”tapi sampai kini tarinya tetap hidup, Dan di luar kesenian, sejarah menunjukkan banyak perempuan itu perkasa, misalnya Siti Manggopoh dan juga ada dalam kaba Sabai Nan Aluih,” terangnya.

Kendati begitu, ia tetap meminta dan menyarankan agar para penari dan penampil tari kreasi yang berbasis Minangkabau, saat tampil tetap menjaga “Sumbang Dua Baleh” karena itu merupakan tuntunan perilaku perempuan Minangkabau.

“Setiap karya tari kreasi, mengaculah kepada ABS SBK. Janganlah menari rambuik bagerai. Laki-laki jo padusi bagendong-gendongan, baju ketat-ketat. Pakaian dan penampilan harus mencerminkan urang Minangkabau,” tegas pendiri Teras Talenta, sebuah komunitas literasi di Padang. 

Maka agar “Sumbang Dua Baleh” dapat diterapkan di tengah masyarakat Minangkabau sangat perlu peran ninik mamak, alim ulama jo cadiak pandai. Barambuaklah mereka. Jika mau dilaksanakan secara menyeluruh paralu diatur dengan regulasi perda.

“Kini peran lembaga adat kita sangat lemah. Bisanya hanya manyalah-nyalahkan saja. Pembinaan kepada anak kemenakan nyaris tak ada sama sekali. Pendekatan kepada anak-anak kemenakan harus berbeda dengan masa lalu. Anak-milenial  sudah pintar-pintar,” kata Sastri Bakry.

Terkait dengan masifnya sanggar-sanggar yang diduga “melanggar” “Sumbang Dua Baleh”, juga salon-salon pengantin, dan sewa pelaminan, menurutnya menunggu aturan yang jelas.

Nan jaleh nan ma nan harus dilarang nan ma nan harus dijago. Mereka perlu pencerahan karena bagaimana pun sebagai pebisnis mereka tentu melayani permintaan konsumen.  Yang jelas, jangan dulu berpikir soal sanksi. Bangun  dulu pemahaman dan kesadaran bagi generasi muda,” tegas Sastri Bakry.  nasrul azwar

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...