Prof Rusdi Muchtar, Mantan Ahli Peneliti
Utama LIPI
Daerah Istimewa Minangkabau (DIM) seharusnya
memang bisa diwujudkan karena secara historis Minangkabau memiliki tempat dalam
sejarah Indonesia baik sejarah zaman klasik dan modern. Kontribusi putra-putri
Minangkabau cukup penting dan signifikan dalam perjalanan bangsa Indonesia.
Demikian penilaian dan alasan yang
dikemukan Prof Rusdi Muchtar, MA, APU, pensiunan Ahli Peneliti Utama Bidang
Ilmu Komunikasi dan Budaya pada Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terkait pentingnya kehadiran Daerah Islam
Minangkabau (DIM) menggantikan Provinsi Sumatera Barat.
“Jika dirunut sejarah, pada masa
raja-raja dulu, umpamanya Adityawarman yang telah membangun kerajaan di Melayu Minangkabau
hingga pada masa perjuangan kebangsaaan awal abad ke-20, putra-putra Minangkabau
banyak berjasa dalam menumbuhkan keinginan merdeka dengan berbagai cara. Itu
kontribusi besar yang bisa dijadikan alasan untuk mendapatkan hak istimewa
itu,” papar Rusdi Muchtar, yang kini juga mengajar di Ilmu Komunikasi dan Metode
Penelitian Komuniasi di Universitas Binus, Universitas Jayabaya, dan
Universitas Muhammadiyah Jakarta kepada, Minggu, 3 Maret 2019.
Untuk tokoh-tokoh besar yang berasal dari
Minangkabau, Rusdi Muchtar mencontohkan Moh Yamin dan tokoh-tojoh Pujangga Baru
yang menciptakan berbagi prosa untuk Cinta
Tanah Air. Mohammad Hatta, St Sjahrir, peristiwa PDRI, Sjafruddin
Prawiranegara, dan lain sebagainya.
“Ini bisa dikatakan sebagai alasan untuk
hadirnya DIM itu. Selain itu, bisa jadi keinginan masyarakat Minangkabau untuk
membentuk DIM, mungkin merasa bahwa masyarakat Minangkabau kan juga bisa
seperti Aceh, DI Yogyakarta, dan Papua yang menjadi daerah istimewa,” urainya.
Sehubungan dengan keinginan sebagian masyarakat
menghadirkan DIM ini, menurut Rusdi Muchtar, bukan karena ada masalah dengan Provinsi
Sumatera Barat.
“Tak ada masalah dengan Provinsi Sumatera
Barat karena yang dituntut adalah
normal sesuai dengan berbagai fakta
sejarah masa lalu. Jika PRRI dianggap sebagai 'dosa' orang Sumatera Barat, itu
sudah tak berlaku lagi sekarang. Semua ide PRRI sekarang sudah dipakai dalam
sistim pemerintahan RI, yaitu otonomi daerah,” papar Rusdi Muchtar.
Selain itu, alasan munculnya DIM juga
terkait dengan dekadensi moral sebagai dampak perkembangan zaman kendati soal
ini bukan hanya terjadi di Sumatera Barat semata tetapi sudah jadi fenomena
sosial remaja urban di seluruh tanah air.
“Mungkin dengan DIM tokoh masyarakat dan pemerintahan bisa
bekerja sama dalam membina generasi muda, melalui berbagai program baik secara
tradisional, agama maupun pendidikan resmi di sekolah-sekolah formal. Mungkin
saja pendidikan budi pekerti dan agama kembali digalakkan di berbagai institusi
pendidikan, agama dan sosial,” terangnya.
Menjawab pertanyaan semenjak DIM
dicetuskan empat tahun lalu hingga hari ini, tak begitu tersosialisasi dengan
baik, dan ini terlihat DIM belum jadi gerakan semua lapisan masyarakat baik di
ranah maupun di rantau, menurutnya karena DIM lebih banyak digerakkan tokoh
tua-tua dan senior.
“DIM umumnya digerakkan oleh tokoh-tokoh senior dan sudah tua-tua. Mungkin untuk bisa
menjadi isu sentral pada masyarakat Minang, maka upaya untuk mempromosikan itu
perlu dilakukan di berbagai lapisan sosial, pemerintahan, pendidikan formal dan
nonformal serta tokoh-tokoh agama dan tokoh adat. Ikut sertakan juga berbagai
media massa resmi, serta juga fungsikan
berbagai media sosial agar isu ini tersosialisasi dengan baik,”
ujarnya. nasrul azwar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar