30 TAHUN
SANGGAR PALITO NYALO
kelompok Seni Tradisi Palito Nyalo
bersama dengan Wali Kota Padang Mahyeldi
|
Militansi
sebuah grup atau kelompok seni, khusus seni tradisi Minangkabau, tergambar dari
perjalanan panjang Palito Nyalo. Palito Nyalo ialah sebuah kel0mpok atau sanggar atau komunitas yang berbasis pada seni tradisi Minangkabau bermarkas
di Kelurahan Limau Manih, Pauh, Padang.
Komunitas Palito Nyalo awalnya
merupakan sebuah kelompok yang beranggotakan keluarga dan beberapa
kerabat didirikan Djamaluddin Umar pada 14 April
1989. Tujuan dihadirkan Palito Nyalo untuk mengisi acara kesenian
dalam perhelatan warga di Pauh dan sekitarnya.
Selain itu, Palito Nyalo hadir karena saat itu tidak adanya kelompok seni tradisi yang dikelola secara
profesional di Pauh.
"Pada
waktu itu belum ada kelompok seni tradisi yang dikelola secara profesional. Kelompok atau sanggar seni yang
tradisional banyak di Padang, tapi belum dikelola profesional. Palito Nyalo memang diupayakan
pengelolaannya secara profesional atau
paling tidak dengan manajemen yang tertib. Awal mula berdiri fokus pada randai, silek, musik, dan tari-tarian yang khas Pauh," kata Dasrul, Ketua Palito Nyalo, Jumat, 12 April 2019.
Dijelaskan Dasrul terkait makna dan arti palito
nyalo, yaitu pelita (lampu) yang menerangi. Filosofinya merupakan dama kecil yang menerangi dirinya
sendiri dan sekitarnya. Karena pada mulanya berdiri para pendiri mempunyai misi
agar anak-anak di Pauh mendapatkan pengetahuan mengenai kesenian
Minangkabau," ungkap Hendri Yusuf, salah satu anggota Palito Nyalo.
Sekarang, tata
kelola program dan manajerial Palito
Nyalo sudah mengarah professional. Kalender program disusun secara
tertib dan dijalankan dengan konsisten. Palito Nyalo memokuskan dirinya pada pertunjukan
seni-seni tradisional berupa randai dan silek berbasis Minangkabau dan Pauh.
Seni-seni kreatif berbasis tradisi juga dikembangkan.
“Kita
di sini ada pertunjukkan randai, musik, silek, perkusi dan musik kreasi yang tetap berbau
keminangkabauan, belajar pidato adat pepatah dan petitih, serta halakah juga digiatkan,"
urai Dasrul.
Dalam perjalanan panjang selama 30 tahun, Palito Nyalo memiliki basis dan arahnya yang
dengan visi 4 M, yaitu Menggali, Menumbuh,
Mengembang, dan Melestarikan seni tradisi Minangkabau. Misinya
merawat kebudayaan seni tradisi Minangkabau.
"Kita
mengajarkan seni tradisi Minangkabau tidak terbatas hanya kepada masyarakat
Minangkabau saja, tetapi ke semua orang yang ingin belajar seni tradisi
Minangkabau. Saat ini ini kita juga menjadi pusat studi oleh Fakultas
Ilmu Budaya (FIB) Unand," ujarnya.
Dikatakan Dasrul, dalam visi menggali kesenian Minangkabau, Palito Nyalo rutin menggelar diskusi bulanan. Diskusi seputar seni Minangkabau dan juga wirid kebudayaan. Diskusi budaya menghadirkan tokoh-tokoh, akademisi, dan mahasiswa, zserta masyarakat.
“Tema-tema
diskusi yang yang dibahas tentang sosial kemasyarakatan
yang berkaitan dengan seni dan budaya, dan upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarak lewat seni,"
tambah Dasrul, yang juga alumnus Jurusan Minangkabau FIB Unand.
Lebih jauh ia uraikan tentang program Palito Nyalo dalam hal pendidikan dan pelestarian
seni tradisi Minangkabau. Dalam bidang pendidikan seni kepada generasi
muda di Kecamatan Pauh, Palito Nyalo membuka seluasnya untuk mereka belajar adat, musik, randai tari, silek, dan lainnya.
“Anak-anak muda itu, langsung datang ke Sanggar Palito Nyalo. Dalam program pendidikan ini, Palito Nyalo tidak mematok
biaya kepada anggota.
Mereka tidak dipungut biaya sama sekali bagi masyarakat lokal," jelas
Dasrul.
Palito Nyalo kini memiliki sumber daya yang telah
mampu melatih seni-seni tradisi Minangkabau yang siap dipanggil jika
dibutuhkan.
“Mereka ini bisa melatih seni tradisi ke sekolah hingga ke sanggar-sanggar yang
ada di Padang dan daerah lainnya di Sumatera Barat. Saat ini kami melatih seni tradisi di sekolah jenjang
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Ada mata kuliah randai di UNP dan Unand yang pelatihnya berasal dari Palito Nyalo. Ada
juga randai yang berbahasa Inggris yang sudah berjalan selama 4 tahun," urai
Dasrul yang juga jurnalis PadangTV ini.
Selain itu, tambahnya, tenaga pelatih itu juga melatih di sanggar-sanggar yang menjadi binaan
Palito Nyalo dan juga kelompok Karang Taruna di Batuang
Taba. Kini, total anggota aktif di Palito Nyalo sebanyak lebih kurang
60 orang.
Berawal dari Upah Panen Padi
Perjalanan sejarah Palito Nyalo menembus angka
30 tahun, bukan hal yang mudah, pastinya. Perjalanan waktu itu dibuktikan
dengan capaian Palito Nyalo mengembangkan potensinya.
Palito Nyato, sebuah kelompok seni yang jauh
dari ingar dan konflik galibnya yang dialami kelompok-kelompok seni sejenis di
Kota Padang. Palito Nyato jauh dari perseteruan karena mereka datang dari
kebersahajaan kesenian.
Palito Nyalo, tentu harus bernapas. Napas itu
menggerakkan kegiatan dan program yang disusun.
Maka, dengan perencanaan yang kreatif dan konsisten, Palito Nyalo
menggagas sebuah program yang diberi nama kampong wisara budaya Palito Nyalo di
Limau Manih.
Program yang dirancang menyasar tetamu atau
wisatawan ini, terutama wisatawan mancanegara. Palito Nyalo menawarkan paket-paket kesenian dan budaya
Minangkabau.
“Kita
sasar wisatawan luar Sumbar dan mancanegara. Banyak paket-paket pertunjukkan
seni tradisi Minangkabau. Mareka terlibat langsung dalam pagelaran. Jadi tetamu
bisa bermain randai, musik, dan lainnya. Kita bekerja sama dengan biro travel,
asosiasi wisata, instansi, juga perorangan," kata Hendri Yusuf, Ketua
Wisata Budaya di Palito Nyalo di Sekolah Alam Minangkabau, Jumat, 12 April 2019.
Hendri
Yusuf lebih jauh mengatakan, penghasilan dari paket-paket wisata itulah Palito
Nyalo dengan beragam programnya dihidupkan.
“Untuk
dana operasional diperoleh dari paket wisata budaya yang ditawarkan. Paket
wisata budaya merupakan salah satu indikator pemasukan,” tambahnya.
Selain
itu, pemasukan diperoleh dari honorarium para anggota yang melatih seni-seni
tradisi ke sekolah. Juga paket kesenian yang dijual untuk acara-acara
pemerintah dan lembaga, hingga pertunjukkan yang diminta oleh masyarakat,
misalnya acara baralek.
“Itu
pemasukan rutin untuk menopang keberlangsungan operasional dan jalannya Palito
Nyalo,” terang Hendri Yusuf, yang juga seorang guru di Sekolah Alam Minangkabau.
Selain
dari paket wisata, dana operasional berasal dari pendapatan Palito Nyalo
saat diundang melakukan pertunjukan.
“Cara
subsidi silang ini kita menyebutnya manajemen lapau nasi. Pendapatan yang ada
dikurangi biaya produksi dan honor anggota. Kemudian 20 persennya menjadi kas
yang digunakan sebagai dana operasional sanggar," urai Hendri Yusuf.
Dasrul,
Ketua Palito Nyalo juga menjelaskan terkait dengan bentuk bantuan pemerintah yang
duterima kelompok ini.
“Palito
Nyalo pernah mendapatkan bantuan berupa alat musik, dan pakaian, dari
Pemerintah Kota Padang, Pemprov Sumbar, dan juga anggota dewan,” kata Dasrul.
Setiap
tahun Palito Nyalo menggelar pertunjukkan besar yang dinamakan dengan “Pauh
Bagalanggang”. Peristiwa budaya ini didukung oleh pemerintah.
"Setiap
tahun kita mengadakan Pauh Bagalanggang. Luas kegiatan se-Sumatera Barat. Tahun
ini yang ke enam kalinya. Iven budaya ini khusus menampilkan seni tradisi khas
Minangkabau. Selain itu juga diadakan diskusi, lomba pidato, pepatah petitih
adat, tari, dan musik kreasi. Tapi untuk pertunjukkan kita hanya menampilkan
seni tradisional Minangkabau," jelas Dasrul.
Konsep
kegiatan Pauh Bagalanggang itu sebagai salah satu upaya Palito Nyalo melestarikan
seni Minangkabau dari pengaruh budaya asing, dan juga seni-seni kontemporer
yang tak jelas manfaatnya bagi Minangkabau.
"Kita
memang fokus pada seni tradisi Minangkabau. Karena seseuatu yang hilang itu
lebih berharga dari menciptakan yang baru," timbal Hendri Yusuf.
Dalam
pengembangannya, Palito Nyalo terbuka untuk siapa saja yang ingin belajar
kesenian Minangkabau. Palito Nyalo bukan komunitas yang tertutup.
"Siapa
saja boleh latihan di sanggar dan siapa saja boleh memakai sanggar. Kita sangat
terbuka. Untuk latihan, Palito Nyalo tidak memungut biaya," ungkap Hendri
Yusuf lagi.
Kesepakatan
tidak memungut biaya ini merupakan nilai yang diwariskan oleh pendiri Palito
Nyalo. Pada mulanya Palito Nyalo untuk operasional didapat dari upah memanen padi.
Penghasilan upah panen padi itulah yang digunakan untuk operasional.
“Dahulu
kan ekonomi susah, masyarakat kita sebatas baru bisa memenuhi kebutuhan
primer," kenangnya.
"Kita
dipesankan jika dulu belajar di Palito Nyalo tanpa biaya. Mengajarkannya juga
mesti tanpa meminta biaya," ujarnya.
Hendri
Yusuf menceritakan, dirinya jadi anggota
Palito Nyalo sejak tahun 1991. Ia aktif memberikan pendidikan seputar kesenian
Minangkabau kepada generasi muda.
"Saya
bergabung dengan Palito Nyalo itu sejak tahun 1991, masih SD, awal mulanya
sebagai penari. Saya belajar tari bui-bui dan tari piriang," ujar Hendri
Yusuf.
Sekarang
ia mengajar kesenian dan menghidupi keluarganya melalui seni. "Saya
termasuk anggota yang banyak bisanya. Saya bisa menjadi pelatih tari, silat,
randai, gandang, dan musik. Sekarang saya mengajar seni di sekolah (Sekolah
Alam Minangkabau), di kampus UNP dan Unand, dan di kelompok-kelompok
masyarakat," ungkapnya.
Ia
mengisahkan, tak semua yang dilatihnya mendapat honor. Ada kalanya, Hendri
tidak menerima honor. "Iya honornya biasa kopi atau rokok. Saya berprinsip
jika memberi materi itu akan habis dan lenyap. Sementara membagi ilmu, maka
ilmu itu akan bertambah," ujarnya.
Untuk
menopang biaya hidup di samping mengajar, Hendri memiliki usaha menjahit
pakaian adat. "Saya memiliki usaha sampingan menjahit pakaian adat,"
jelasnya.
Hendri
sekarang menjabat sebagai Ketua Wisata Budaya di Palito Nyalo. "Saya juga
mengelola kampung wisata budaya di Palito Nyalo. Kita menjadikan budaya sebagai
destinasi. Nanti pengunjung dikenalkan dengan pertunjukkan tradisi, galeri, dan
benda-benda kesenian Minangkabau," ungkapnya.
Apa
yang digeluti Hendri sekarang adalah upaya dari membuktikan kepada orang-orang
banyak, bahwa ia dapat hidup dengan berkesenian.
"Saya
membuktikan bahwa apa yang saya kerjakan dengan penuh, yakin, dan tidak
tanggung-tanggung bisa menghidupi saya. Saya dulu sering disangsikan: Lai ka iduik ang jo manapuak-napuak sarawa
galembong tu," kenang alumni Jurusan Sendratasik UNP ini.
"Meskipun tidak kaya, tapi mencukupi," ungkapnya. reportase sonia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar