Kamis, 28 Februari 2019

Cadar Takluk pada Otoritas Kampus


MUHAMMAD TAUFIK (Ketua Umum Majelis Sinergi Kalam (MASIKA) ICMI
Hayati Syafri salah seorang pengajar di IAIN Bukittinggi, dipecat Kementerian Agama (Kemenag) sebagai dosen. Latar belakangnya beragam, ada yang menyebut tersebab cadar yang ia kenakan, ada pula karena indisipliner.
Menurut Dosen Fakultas Syariah UIN Imam Bonjol Padang, Muhammad Taufik terkait kasus Hayati Syafri ini, ia menilai adanya framing pemberitaan terkait persoalan pemecatanan dosen Bahasi Inggris di UIN Bukittinggi.
"Saya melihat persoalan itu sekarang sudah clear, bahwa pemecatan itu berkaitan dengan persolan kinerja, berdasarkan surat yang dikeluarkan Kemenag, bukan karena bercadar," ujar Taufik di Padang, Selasa, 26 Februari 2019.
Polemik Hayati muncul setahun yang lalu, ketika Hayati diskor mengajar pada Februari 2018. Setelah diizinkan kembali mengajar, Hayati diketahui sering tidak hadir. Jumlah kehadiran itu terakumulasi melewati batas sehingga resmi keluar surat pemecatan atas pelanggaran berupa tidak masuk kerja
Meskipun demikian, Taufik tidak menampik pengakuan Hayati yang mengatakan keputusannya bercadar tidak diakomodasi oleh kampus.
Bagi Taufik sendiri, yang sehari-hari mengajar di UIN Imam Bonjol, tidak mempersalahkan mahasiswanya bercadar.
"Walaupun dalam interaksi kita punya problem, kita tidak mengenal wajah, berinteraksi bagi saya tidak menjadi problem, selama masih kampus itu memberikan kebebasan," ujarnya
"Persoalan cadar sah-sah saja, selagi kampus memberikan kebebasan, tapi jika ada kebijakan larangan, maka hal itu harus dikembalikan ke otoritas kampus."
“Kalau ada aturan mekanisme di kampus itu bahwa cadar tidak boleh, maka saya akan ikuti karena ada otoritas, pendapat yang berbeda beda di dalam akan hilang ketika ada otoritas yang memutuskan. Contohnya kita tidak boleh mendirikan negara Islam, karena asas negara Pancasila," ujarnya.
"Kecuali larangan yang dikeluarkan kampus sudah mengubah substansi. Sejauh ini, saya melihat cadar adalah persoalan yang tidak substansi, kenapa perlu diributkan, jadi kampus bagi saya merdeka saja memutuskan saja apakah mengizinkan pake cadar atau tidak," ujar Taufik.
Taufik melihat larangan bercadar, bukanlah persoalan substantif. "Cadar itu kan termasuk persoalan furuiyah (cabang), kecuali yang dilarang adalah melaksanakan ibadah," ujar Taufik.
"Kampus dipercaya membangun otoritas ya sudah patuh saja," ujarnya.
"Polemik itu ada di kampus, jangan polemik itu dibawa keluar. Kampus kan punya kemerdekaan atau yang disebut mimbar akademis. Yang punya otoritas terhadap kebijakan adalah kampus.  Kalau ada tafsir lain soal kebijakan (larangan bercadar), tafsir itu tidak punya otoritas. Tidak bisa nanti ketika rektor bikin kebijakan A, dimobilisasi massa dengan membangun argumentasi, bisa heboh," tandasnya. n rahmat irfan denas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...