Minggu, 01 September 2019

Ranah Minang Berduka, Sejarawan Indonesia Mestika Zed Berpulang



Prosesi pemakaman Mestika Zed di pandam pekuburan keluarga di Kenagarian Batu Hampa, Kecamatan Akabiluru, Limapuluh Kota, Sumatera Barat.

Mantagisme.com—
Kabar duka datang dari Ranah Minangkabau, Sumatera Barat. Salah seorang putra terbaiknya, sejarawan Indonesia, Prof Dr Mestika Zed, MA, guru besar di UNP dan Unand, meninggal dunia Minggu, 1 September 2019 pukul 08.00 di Rumah Sakit Umum M Djamil Padang. Ia meninggal tersebab serangan jantung mendadak.

Berpulangnya Mestika Zed terkonfirmasi dari ratusan status-status dan ucapan duka cita serta doa-doa di media sosial yang ditulis orang-orang dekat yang mengenalnya dan juga muridnya di pelbagai perguruan tinggi di Sumatera Barat.

Penulis buku Somewhere in the Jungle: Pemerintah Darurat Republik Indonesia, merupakan sosok yang mudah akrab dengan siapa saja selain juga aktivis dalam pelbagai gerakan sosial, dan kerap hadir di kegiatan-kegiatan diskusi yang digelar berbagai kalangan yang menuruh perhatian pada demi kebaikan bangsa ini.

Mestika Zed termasuk salah seorang yang aktif dalam gerakan antikorupsi di Forum Peduli Sumatera Barat (FPSB) bersama Saldi Isra, Oktavianus Rizwa, dan lainnya. Mestika dipercaya sebagai Ketua FPSB. Forum nonformal ini melegenda dalam perbincangan korupsi di Sumatera Barat dan Indonesia.

Miko Kamal, salah seorang yang aktif bersama almarhum di FPSB dalam mengawal perilaku korupsi di DPRD Sumatera Barat di tahun-tahun awal setelah reformasi, mengatakan, almarhum Mestika Zed bukanlah ilmuwan kutu buku yang sibuk dalam tempurung keilmuannya.

“Beliau aktif dalam gerakan civil society di Sumbar. Beliau adalah salah seorang ketua Forum Peduli Sumatera Barat (FPSB) yang legendaries itu. Untuk nan mudo-mudo, FPSB adalah salah satu lembaga sipil yang menjadi pionir pemberantasan korupsi di daerah dan Pak Mes ada dalamnya menggerakkan,” kata Miko Kamal. “Ingat korupsi berjamaah pasti ingat FPSB,” tambahnya.

Sementara itu, tokoh aktivis 1998 dan mantan Ketua Sema Unand Syarli Mubaraq, menyebutkan almarhum Mestika Zed merupakan salah satu dosen yang sering diajak berdiskusi oleh kawan-kawan aktivis mahasiswa di Sumatera Barat di era 1998.

“Pikiran-pikiran almarhum sangat menginspirasi pergerakan mahasiswa di era 1998 sehingga akhirnya menurunkan Soeharto sebagai Presiden yang sudah berkuasa 32 tahun,” ujar Syarli Mubaraq.

"Kami keluarga besar UNP kehilangan guru besar terbaik dan menyampaikan duka mendalam. Almarhum adalah sosok yang sangat berintegritas dan peduli dengan sejarah Indonesia dan Sumatera Barat," kata Ganefri, Rektor UNP saat melepas almarhum di Rektorat UNP, Minggu 1 September 2019.
Ganefri menyebutkan, almarhum tidak ada riwayat sakit atau sedang dalam perawatan. Namun, Minggu pagi hanya mengeluhkan sesak napas, kemudian keluarga membawa ke RSUP M. Djamil Padang.
Bagi Ganefri, sosok seorang Mestika Zed adalah ilmuwan sejati, almarhum selalu menampilkan pemikiran-pemikiran original dari pengetahuannya banyak buku sudah ditulis Mestika Zed.
"Beliau orang yang sangat peduli dengan perkembangan UNP, sosok yang sangat pekerja keras dan betul-betul seorang ilmuwan dalam ilmu sosial," katanya.
Setelah disemayamkan di Kampus UNP, jenazah disalatkan di Masjid Al Azhar UNP, lalu dibawa ke kampung halamannya di Kenagarian Batu Hampa, Kecamatan Akabiluru, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat untuk dikebumikan. Ratusan orang ikut mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhirnya, Minggu (1/9/2019). Duka terus  bergayut semenjak dari rumahnya di Lapai, Gunung Pangilun, Padang. 
Salah seorang sahabat almarhum, Afrifah Khadir yang juga Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNP, mengaku terkejut karena beberapa hari lalu almarhum masih terlihat segar dan sehat serta masih sempat menghadiri kuliah umum.
"Tidak ada tanda beliau sedang sakit, kami sangat terkejut, teman-teman di ICMI langsung berhenti rapat mendengar kabar tersebut," kata Afrifah Khadir mengenang.
Bagi Afrifah, almarhum adalah sosok yang kritis, humoris, ramah, serta dekat dengan mahasiswa dan dosen, dan pada rapat selalu menyampaikan ide-ide yang brilian yang tidak terpikirkan oleh orang lain.

Yenny Narny, SS, MA., Ph.D, salah seorang yang banyak dimentori almarhum dalam pelbagai riset dan penelitian sejarah, mengaku tersentak dan kehabisan kata saat mendengar kepergian sosok gurunya ini.

“Beliau salah satu guru terbaik saya. Selalu memberikan dukungan untuk setiap langkah kemajuan yang saya buat. Beliau yang merekomendasi saya untuk pergi melalang buana keberbagai belahan dunia untuk mencari ilmu. Beliau yang selalu berpikir positif setiap langkah dan sikap yang saya buat. Beliau yang mengajarkan saya tentang membangun jaringan kebaikan dan beliau pula yang percaya bahwa saya bisa melangkah mencapaikan semua yang saya cita-citakan,” ujar Yenny Narny, yang kini pengajar Ilmu Sejarah FIB Unand. 

Mestika Zed dilahirkan di Batu Hampa, Limapuluh Kota, pada 19 September 1955. Selain menjadi guru besar sejarah di Universitas Negeri Padang dan Universitas Andalas, dia juga aktif menulis buku serta sebagai kolumnis di beberapa media surat kabar.

Mestika memperoleh gelar kesarjanaan di Jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada pada tahun 1980. Kemudian dia melanjutkan ke Vrije Universiteit, Amsterdam dan meraih gelar MA pada tahun 1983. Setahun kemudian dia mengikuti program penyetaraan S2 di Jurusan Sejarah Universitas Indonesia. Pada tahun 1991 dia mendapatkan gelar Ph.D dalam bidang sejarah di Vrije Universiteit.

Mestika Zed merupakan sedikit dari sejarawan Indonesia yang saat ini giat meluruskan dan mengoreksi sejarah bangsa. Terutama terkait dengan peran tanah kelahirannya, Sumatra, yang selama ini selalu dipinggirkan dalam buku-buku sejarah nasional.

Ia aktif meluruskan sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan sejarah Giyugun Sumatra, tiga peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang berpusat di Bukittinggi dan Padang (Sumatra Barat), yang selama ini diabaikan dan bahkan mendapat tempat tak terhormat dalam sejarah Indonesia.

Selain melalui media dan pengajaran, peran pelurusan sejarah Indonesia tersebut dia lakukan dengan menulis berbagai buku. Beberapa karyanya antara lain, Somewhere in the Jungle: Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, 1997; Sumatra Barat di Panggung Sejarah, 1945-1998, Pustaka Sinar Harapan, 1998; Ahmad Husein: Perlawanan Seorang Pejuang, Pustaka Sinar Harapan, 2001; Kepialangan Politik dan Revolusi, Palembang 1900-1950, LP3ES, 2003; Giyugun: Cikal-bakal Tentara Nasional di Sumatra, LP3ES, 2005; Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Indonesia, 2008, dan lainnya. n/MN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...