Minggu, 04 Agustus 2019

Wartawan Penyelamat Sejarah Minangkabau


RUSLI AMRAN 
OLEH HASRIL CHANIAGO
Rusli Amran adalah salah seorang wartawan asal Minang yang punya peran cukup penting di awal kemerdekaan.  Kurang tiga pekan setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Rusli Amran bersama antara lain Sidi Muhammad Sjaaf, Anas Ma’ruf, dan Suraedi Tahsin, menerbitkan Harian Berita Indonesia. Suratkabar ini pertama kali terbit di Jakarta sejak 6 September 1945 dengan misi mendukung Proklamasi Kemerdekaan, dan punya peran penting dalam menggalang massa untuk menghadiri rapat besar di lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945.

Rusli dan kawan-kawan pada mulanya menerbitkan dan mengedarkan suratkabar mereka secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari tindakan keras tentara Jepang yang pada waktu itu masih berkuasa. Berita Indonesia mulai terbit secara terbuka dengan menggunakan percetakan De Unie milik orang Belanda di Jalan Hayam Wuruk (waktu itu Molenvliet Straat). Belakangan, penerbitan harian ini terhenti beberapa kali akibat teror tentara Belanda yang masuk ke Jakarta membonceng pasukan Sekutu (Inggris).
Beralih tangan beberapa kali, kemudianBerita Indonesia pernah dipimpin oleh B.M. Diah, pendiri harian Merdeka. Ketika terjadi Peristiwa 17 Oktober 1952, demonstrasi di Jakarta yang menuntut pembubaran parlemen, Berita Indonesia bersama Merdeka dilarang terbit selama tiga hari. Sempat menjadi salah satu koran terbesar nasional tahun 1960-an, Harian Berita Indonesia mulai meredup setelah G30S/PKI dan gulung tikar sejak 1970.
Rusli Amran, sang pendiri Harian Indonesia, lahir di Padang, Sumatera Barat, pada 14 September 1922 dan meninggal di Jakarta tahun 1996. Ia hanya memimpin Harian Indonesia selama beberapa tahun, dan sejak 1950 terlibat dalam birokrasi pemerintah. Mulanya pada Departemen Pertahanan dan kemudian Departemen Keuangan hingga akhirnya pada Departemen Luar Negeri. Selama puluhan tahun Rusli Amran menjadi diplomat Indonesia di Moskow dan Paris. Setelah pensiun pada tahun 1972, ia mulai mendedikasikan dirinya meneliti sejarah Sumatera Barat atau Minangkabau sejak era  Kerajaan Pagaruyung hingga masa kolonial dengan menggunakan sumber-sumber Belanda secara teliti dan lengkap.
Buku pertama yang ditulis oleh Rusli Amran berjudul Sumatera Barat hingga Plakat Panjang yang diterbitkan oleh Sinar Harapan pada tahun 1981. Buku ini merupakan hasil penelitiannya yang menghabiskan banyak waktu antara tahun 1970–1980 untuk menggali data dan narasumber di Belanda dan Indonesia, dengan memfokuskan perhatian pada laporan dan penelitian yang tersedia pada jurnal-jurnal Belanda pada abad ke-19. Buku ini juga menggunakan laporan arkeologis lengkap pada abad ke-13. Rusli Amran menitikberatkan pada interaksi Minangkabau dengan Inggris dan Belanda, sampai pada perang Padri dan Plakat Panjang yang merupakan awal dari pendudukan Belanda di Sumatera Barat. Buku ini ditulis dengan sangat cermat dalam melakukan penelitian akan tetapi dengan gaya penulisannya yang tidak formal, seperti bab tentang masuknya bangsa Eropa yang diberi judul "Masuknya si Bule". Karenanya tidak heran jika buku dengan hampir 700 halaman lengkap dengan referensi sumber, reproduksi dari arsip dan dokumen yang terkait beserta sumber asli ini, di kemudian hari menjadi referensi utama para penulis sejarah Ranah Minang.
Buku keduanya yang berjudul "Sumatera Barat Plakat Panjang" adalah buku lanjutan dari buku yang pertama yang disertai juga dengan terjemahan dari sumber-sumber Belanda yang diambil dari jurnal-jurnal Belanda dan muncul dalam appendiks. Kedua buku ini membuat sumber-sumber dalam bahasa Belanda yang secara bahasa dan tempat sulit terjangkau. Tapi setelah ditukangi Rusli Amran menjadi mudah terjangkau bagi para pelajar Indonesia yang berminat mempelajari sejarah Sumatera Barat.
Buku ketiga dari Rusli Amran adalah Sumatera Barat: Pemberontakan Anti Pajak tahun 1908 yang menjelaskan mengenai sistem tanam paksa kopi, eksploitasi kolonial pada abad ke-19 dengan penelaahan mengenai reaksi atas pajak. Selanjutnya, buku keempat adalah Padang Riwayatmu Dulu yang didedikasikan pada kota kelahirannya, Padang yang ditulis masih dengan gaya informal dan berisi campuran antara arsip-arsip dan kejadian-kejadian yang bersifat pribadi pada komunitas Eropa dan Jawa. Rusli Amran juga memasukan koleksi-koleksi foto reproduksi yang mengesankan .
Buku terakhir dari Rusli Amranberjudul Cerita Lama dalam Lembaran Sejarah, diterbitkan setelah ia meninggal tahun 1996. Kumpulan artikel dan esai ini merupakan penemuan yang menakjubkan pada tokoh-tokoh dan momen yang tidak biasa di Sumatera Barat yang menarik untuk dibaca santai.
Kehadiran buku-buku Rusli Amran dianggap dapat semakin menyibak awan gelap yang menyelubungi sejarah Sumatera Barat. Dalam kaitan ini, makin terasa betapa upaya yang dilakukan Rusli selama bertahun-tahun dengan semangat akademis yang tinggi dan menjalin kembali untaian sejarah yang telah terlepas. Terlebih lagi, buku-bukunya tidaklah ditulis dengan bahasa yang kering dan membosankan, tetapi sebaliknya, bahkan kocak. Cara penulisan Rusli Amran yang menarik mungkin tersebab pengalamannya sebagai wartawan.
Sebagaimana dikatakan Rusli sendiri, buku-bukunya tidak dimaksudkan sebagai buku teks dalam artian yang konvensional, tetapi sebuah buku sejarah yang ditulis secara populer, dengan gaya bercerita, agar dapat dibaca kalangan luas, terutama oleh generasi muda. Latar belakang Rusli sebagai seorang yang menguasai betul bahasa sumber (seperti bahasa Belanda) sangat membantu. Selain itu, ketajaman pena Ruslisebagai wartawan pada masa awal kemerdekaan Indonesia, ditambah lagi dengan kejelian matanya sebagai diplomat dalam melihat sesuatu di balik yang tersirat, sehingga ia bukan saja berusaha membeberkan cerita sejarah dengan cara yang hidup dan mengasyikkan, tetapi sekaligus juga memberi arti plot-plot sejarah itu secara berkesinambungan.
Menurut Jeffrey Hadler (Alm.), profesor di Departmen of South and South East Asian Studies University of California Berkeley, yang lebih penting dari tulisan Rusli Amran adalah kebaikan hatinya selama melakukan penelitian terhadap arsip-arsip tersebut dengan menggandakan setiap artikel dan manuskrip yang ada mengenai Sumatera Barat yang sangat banyak jumlahnya. Rusli Amran menggandakan dokumen-dokumen tersebut dan menyimpannya dalam tiga lokasi yang berbeda di Sumatera Barat yaitu: perpustakaan bagian literatur Universitas Andalas di Limau Manis, Gedung Abdullah Kamil di Padang bagian ruang baca, dan Pusat Dokumentasi dan Inventori Budaya Minangkabau di Padang Panjang. Melalui usaha Rusli Amran ini pelajar yang berminat pada sejarah Sumatera Barat dapat menjangkau buku yang menyediakan gambaran yang jelas dan tanpa pretensi mengenai masa kolonial. Terlebih lagi mereka dapat menjangkau sumber yang asli tanpa harus pergi ke Belanda maupun Jakarta.
Dengan berbagai karyanya, Rusli Amran pantas dijuluki sebagai penyelamat sejarah Minangkabau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...