RUSLI AMRAN
OLEH HASRIL CHANIAGO
Rusli Amran adalah salah
seorang wartawan asal Minang yang punya peran cukup penting di awal
kemerdekaan. Kurang tiga pekan setelah
Proklamasi 17 Agustus 1945, Rusli Amran bersama antara lain Sidi Muhammad
Sjaaf, Anas Ma’ruf, dan Suraedi Tahsin, menerbitkan Harian Berita Indonesia. Suratkabar ini pertama kali terbit di Jakarta
sejak 6 September 1945 dengan misi mendukung Proklamasi Kemerdekaan, dan punya
peran penting dalam menggalang massa untuk menghadiri rapat besar di lapangan
Ikada pada tanggal 19 September 1945.
Rusli dan kawan-kawan
pada mulanya menerbitkan dan mengedarkan suratkabar mereka secara
sembunyi-sembunyi untuk menghindari tindakan keras tentara Jepang yang pada
waktu itu masih berkuasa. Berita
Indonesia mulai terbit secara terbuka dengan menggunakan percetakan De Unie
milik orang Belanda di Jalan Hayam Wuruk (waktu itu Molenvliet Straat).
Belakangan, penerbitan harian ini terhenti beberapa kali akibat teror tentara
Belanda yang masuk ke Jakarta membonceng pasukan Sekutu (Inggris).
Beralih tangan beberapa
kali, kemudianBerita Indonesia pernah
dipimpin oleh B.M. Diah, pendiri harian Merdeka.
Ketika terjadi Peristiwa 17 Oktober 1952, demonstrasi di Jakarta yang menuntut
pembubaran parlemen, Berita Indonesia
bersama Merdeka dilarang terbit
selama tiga hari. Sempat menjadi salah satu koran terbesar nasional tahun
1960-an, Harian Berita Indonesia mulai meredup setelah G30S/PKI dan gulung
tikar sejak 1970.
Rusli Amran, sang
pendiri Harian Indonesia, lahir di
Padang, Sumatera Barat, pada 14 September 1922 dan meninggal di Jakarta tahun
1996. Ia hanya memimpin Harian Indonesia selama beberapa tahun, dan sejak 1950 terlibat
dalam birokrasi pemerintah. Mulanya pada Departemen Pertahanan dan kemudian
Departemen Keuangan hingga akhirnya pada Departemen Luar Negeri. Selama puluhan
tahun Rusli Amran menjadi diplomat Indonesia di Moskow dan Paris. Setelah
pensiun pada tahun 1972, ia mulai mendedikasikan dirinya meneliti sejarah
Sumatera Barat atau Minangkabau sejak era
Kerajaan Pagaruyung hingga masa kolonial dengan menggunakan sumber-sumber
Belanda secara teliti dan lengkap.
Buku pertama yang
ditulis oleh Rusli Amran berjudul Sumatera
Barat hingga Plakat Panjang yang diterbitkan oleh Sinar Harapan pada tahun
1981. Buku ini merupakan hasil penelitiannya yang menghabiskan banyak waktu
antara tahun 1970–1980 untuk menggali data dan narasumber di Belanda dan
Indonesia, dengan memfokuskan perhatian pada laporan dan penelitian yang
tersedia pada jurnal-jurnal Belanda pada abad ke-19. Buku ini juga menggunakan laporan
arkeologis lengkap pada abad ke-13. Rusli Amran menitikberatkan pada interaksi
Minangkabau dengan Inggris dan Belanda, sampai pada perang Padri dan Plakat
Panjang yang merupakan awal dari pendudukan Belanda di Sumatera Barat. Buku ini
ditulis dengan sangat cermat dalam melakukan penelitian akan tetapi dengan gaya
penulisannya yang tidak formal, seperti bab tentang masuknya bangsa Eropa yang
diberi judul "Masuknya si Bule". Karenanya tidak heran jika buku
dengan hampir 700 halaman lengkap dengan referensi sumber, reproduksi dari
arsip dan dokumen yang terkait beserta sumber asli ini, di kemudian hari
menjadi referensi utama para penulis sejarah Ranah Minang.
Buku keduanya yang
berjudul "Sumatera Barat Plakat
Panjang" adalah buku lanjutan dari buku yang pertama yang disertai
juga dengan terjemahan dari sumber-sumber Belanda yang diambil dari
jurnal-jurnal Belanda dan muncul dalam appendiks. Kedua buku ini membuat
sumber-sumber dalam bahasa Belanda yang secara bahasa dan tempat sulit
terjangkau. Tapi setelah ditukangi Rusli Amran menjadi mudah terjangkau bagi
para pelajar Indonesia yang berminat mempelajari sejarah Sumatera Barat.
Buku ketiga dari Rusli
Amran adalah Sumatera Barat:
Pemberontakan Anti Pajak tahun 1908 yang menjelaskan mengenai sistem tanam
paksa kopi, eksploitasi kolonial pada abad ke-19 dengan penelaahan mengenai
reaksi atas pajak. Selanjutnya, buku keempat adalah Padang Riwayatmu Dulu yang didedikasikan pada kota kelahirannya,
Padang yang ditulis masih dengan gaya informal dan berisi campuran antara
arsip-arsip dan kejadian-kejadian yang bersifat pribadi pada komunitas Eropa dan
Jawa. Rusli Amran juga memasukan koleksi-koleksi foto reproduksi yang
mengesankan .
Buku terakhir dari Rusli
Amranberjudul Cerita Lama dalam Lembaran
Sejarah, diterbitkan setelah ia meninggal tahun 1996. Kumpulan artikel dan
esai ini merupakan penemuan yang menakjubkan pada tokoh-tokoh dan momen yang
tidak biasa di Sumatera Barat yang menarik untuk dibaca santai.
Kehadiran buku-buku
Rusli Amran dianggap dapat semakin menyibak awan gelap yang menyelubungi
sejarah Sumatera Barat. Dalam kaitan ini, makin terasa betapa upaya yang
dilakukan Rusli selama bertahun-tahun dengan semangat akademis yang tinggi dan
menjalin kembali untaian sejarah yang telah terlepas. Terlebih lagi,
buku-bukunya tidaklah ditulis dengan bahasa yang kering dan membosankan, tetapi
sebaliknya, bahkan kocak. Cara penulisan Rusli Amran yang menarik mungkin
tersebab pengalamannya sebagai wartawan.
Sebagaimana dikatakan
Rusli sendiri, buku-bukunya tidak dimaksudkan sebagai buku teks dalam artian
yang konvensional, tetapi sebuah buku sejarah yang ditulis secara populer,
dengan gaya bercerita, agar dapat dibaca kalangan luas, terutama oleh generasi
muda. Latar belakang Rusli sebagai seorang yang menguasai betul bahasa sumber
(seperti bahasa Belanda) sangat membantu. Selain itu, ketajaman pena Ruslisebagai
wartawan pada masa awal kemerdekaan Indonesia, ditambah lagi dengan kejelian
matanya sebagai diplomat dalam melihat sesuatu di balik yang tersirat, sehingga
ia bukan saja berusaha membeberkan cerita sejarah dengan cara yang hidup dan
mengasyikkan, tetapi sekaligus juga memberi arti plot-plot sejarah itu secara
berkesinambungan.
Menurut Jeffrey Hadler
(Alm.), profesor di Departmen of South and South East Asian Studies University
of California Berkeley, yang lebih penting dari tulisan Rusli Amran adalah
kebaikan hatinya selama melakukan penelitian terhadap arsip-arsip tersebut
dengan menggandakan setiap artikel dan manuskrip yang ada mengenai Sumatera
Barat yang sangat banyak jumlahnya. Rusli Amran menggandakan dokumen-dokumen
tersebut dan menyimpannya dalam tiga lokasi yang berbeda di Sumatera Barat
yaitu: perpustakaan bagian literatur Universitas Andalas di Limau Manis, Gedung
Abdullah Kamil di Padang bagian ruang baca, dan Pusat Dokumentasi dan Inventori
Budaya Minangkabau di Padang Panjang. Melalui usaha Rusli Amran ini pelajar
yang berminat pada sejarah Sumatera Barat dapat menjangkau buku yang
menyediakan gambaran yang jelas dan tanpa pretensi mengenai masa kolonial.
Terlebih lagi mereka dapat menjangkau sumber yang asli tanpa harus pergi ke Belanda
maupun Jakarta.
Dengan berbagai
karyanya, Rusli Amran pantas dijuluki sebagai penyelamat sejarah Minangkabau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar