WAWANCARA dengan
Khairul Anwar
KALAU DITILIK secara saksama ABS-SBK sangat sesuai
Islam Nusantara. Kehadiran Islam Nusantara bukanlah upaya menghindarkan
timbulnya perlawanan atau membenturkan dari kekuatan-kekuatan budaya lokal di Nusantara,
akan tetapi justru agar budaya itu tidak pupus di tengah dinamika beragama yang
serba kompleks. Islam Nusantara adalah sebuah keselarasan seperti membangun
keselaran ABS-SBK bukan untuk menghindarkan polarisasi antara agama dan budaya.
Berikut petikan wawancara Nasrul Azwar
dengan Khairul Anwar yang akrab disapa Tan Rajo, seorang pekerja sosial dan Presidium
KAHMI Sumbar.
Bagaimana Anda
membaca tentang penolakan keras Islam Minangkabau yang diwakilkan MUI se-Sumbar
itu?
Sebenarnya tidak perlu dan tidak harus
ditolak. Sebab Islam Nusantara bukan lah suatu hal
yang dipaksakan untuk disetujui. Islam Nusantara hadir sebagagi kekayaan
khazanah berpikir yang perlu untuk dipelajari yang selanjutnya bisa dijadikan
rujukan pemersatu untuk seluruh lapisan rakyat Indonesia terutama penganut
Islam.
Islam Nusantara bukanlah mazhab baru yang
muncul di tengah-tengah masyarakat yang terkesan dipaksakan untuk diterima.
Jika ditilik lebih dalam tidak ada yang menyimpang dari hal yang disampaikan
oleh tokoh-tokoh NU terkait Islam Nusantara. Tokoh-tokoh yang mengemukakan
Islam Nusantara secara konseptual juga bukan sekelompok orang lemah pemahaman
keislamannya.
Di samping itu Islam Nusantara bukan juga
juga firqah (golongan baru) yang hadir di negeri ini. Islam Nusantara merupakan
khasasis dan mumayyizat (ciri khas)
terkait dengan pertalian Islam di Nusantara yang membaur dengan budaya-budaya
masyarakat Indonesia sepanjang tidak bertentangan dengan syara’ dan substansi
ajaran Islam.
Apakah Anda
setuju dengan hasil muzakarah MUI se-Sumbar sebagai dasar penolakan MUI
terhadap Islam Nusantara atau sebaliknya?
Silakan saja, itu urusan MUI Sumbar lah.
Cuma yang menjadi pertanyaan, kenapa harus ditolak? Apa yang salah pada konsep
Islam Nusantara? Menurut saya sikap penolakan itu suatu sikap yang berlebihan
ataupun kekhawatiran yang terlalu jauh. Jika kita lihat, ketika Islam
berkembang di Aceh di bawah kekuasaan Pasai misalnya, sering kita menyebutnya
dengan Islam Pasai, dan lainnya. Nah
terus apa yang salah dengan Islam Nusantara?
Banyak pihak sudah menjelaskan tentang
apa sebenarnya terkait dengan Islam Nusantara, akan tetapi MUI Sumbar
menyikapinya juga terlalu berlebihan, seolah bahwa kehadiran konsep Islam
Nusantara akan membawa petaka dan membelah persatuan umat. Toh jika dilihat kebelakang banyak tokoh juga yang melahirkan
pemikiran-pemikiran terkait Islam yang diembel-embeli dengan substansi konsep
yang mereka susun, seperti Islam Berkemajuan dan lain-lain. Kalau mau
dipelintir bisa saja Islam berkemajuan diartikan seolah-olah Islam tidak maju.
Bagaimana
pandangan Anda soal Islam Nusantara itu? Dimana kehebatannya agar ia bisa
diterima bangsa Indonesia?
Ini bukan soal hebat atau tidak. Jika
kita lihat sekarang tentang bagaimana masyarakat kita dalam kehidupan sosial
agamanya. Secara terang-terangan sekelompok orang dengan tegas mengatakan bahwa
seolah-olah kelompoknya paling benar, ibadah mereka paling baik dan yang lebih
dahsyat lagi dengan leluasa di setiap mimbar kutbah dan ceramah-ceramah agama
mengkafirkan orang. Bukankah kita disuruh untuk mauizah hasanah dalam setiap kesempatan dan dimana saja kita
melakukan interaksi maupun menyampaikan nilai-nilai agama? Akan tetapi yang
berkembang hari ini justru berbeda dengan apa yang diajarkan Alquran.
Salah satu tujuan Islam Nusantara
bagaimana kita menjalankan kehidupan berbangsa, bernegara dan beraga secara
rukun. Jika kita harus menyampaikan nilai-nilai keagamaan, disampaikan dengan
santun dan bahasa lemah lembut, bukan dengan mengklaim bahwa kita paling benar,
paling sempurnanya. Kita harus ingat bahwa Islam di Nusantara berada dalam
pusaran budaya dan karakteristik masyakarakat yang beragam dan majemuk,
sehingga kehadiran Islam di tengah-tengah bangsa ini bisa menjadi penyejuk
sesuai dengan hakikat Islam Rahmatan
Lil’alamiin.
Bisa
dihubungkan dengan polarisasi adat Minangkabau dengan Islam Nusantara, yang
berfalsafah ABSSBK?
ABS SBK adalah win-win solution yang dipahami dan sepakati pascakonflik antara
kelompok masyarakat di Minangkabau pada beberapa periode yang lalu. ABS-SBK
adalah rangkaian pemikiran yang tumbuh di Minangkabau sebagai wujud bagaimana
Islam hadir di tengah-tengah masyarakat Minangkabau dan tidak membenturkan apa
yang menjadi budaya masyarakat Minangkabau itu sendiri.
Pola bermasyarakat Islam Minangkabau
tidak akan pernah sama dengan apa yang berkembang di belahan bumi Nusantara
yang lain. Keberagaman inilah yang harus dijaga sehingga nilai-nilai budaya
tidak menggerus syara’ dan nilai-nilai agama juga disejalankan dengan budaya
local sepanjang tidak bertentangan dengan syara’.
Kalau ditilik secara saksama ABS-SBK sangat sesuai
Islam Nusantara. Kehadiran Islam Nusantara bukanlah upaya menghindarkan
timbulnya perlawanan atau membenturkan dari kekuatan-kekuatan budaya lokal di Nusantara,
akan tetapi justru agar budaya itu tidak pupus di tengah dinamika beragama yang
serba kompleks. Islam Nusantara adalah sebuah keselarasan seperti membangun
keselaran ABS-SBK bukan untuk menghindarkan polarisasi antara agama dan budaya.
Islam Nusantara bukan untuk menjadikan agama dan
budaya saling mengalahkan melainkan berwujud dalam pola nalar keagamaan yang
tidak lagi mengambil bentuk yang autentik dari agama, serta berusaha
mempertemukan jembatan yang selama ini memisahkan antara agama dan budaya.
Penolakan ini apakah bentuk “perlawanan”
Minangkabau terhadap pusat? Atau MUI Pusat memaksakan kehendaknya dalam hal ini
agar daerah menjalankan programnya?
Jika dilihat, penolakan ini wajar saja
tapi bukan berarti ini menjadi bentuk perlawanan terhadap pusat. Sangat naif
sekali jika penolakan MUI terkait Islam Nusantara adalah suatu perlawanan
kepada pusat. Saya melihat ini hanya kekhawatiran yang berlebihan saja dari MUI
Sumbar. Sebenarnya tidak ditolakpun tidak ada persoalan, bukankah Islam
Nusantara yang dimaksud oleh NU bukanlah golongan baru atau ajaran baru, di samping
Islam Nusantara juga bukan suatu konsep pemikiran yang dipaksakan untuk
diterima?
Kalau kita pahami apa yang ada dalam
konsep Islam Nusantara, tidak ada yang salah dengan Islam Nusantara, kitanya saja
yang uring-uringan dengan sebutan Islam Nusantara seolah ini adalah agama baru
atau ajaran baru (firqah) yang akan merusak sendi-sendi ke Islaman kita.
Padahal Islam Nusantara yang dimaksud tidak seperti itu, coba pahami
betul-betul, dalami dulu. Analisa lebih jauh sebelum kita menyimpulkan
macam-macam terkait Islam Nusantara supaya kita terjauhkan dari sifat sombong
dan mampu menghargari hasil pemikiran orang lain.n nasrul azwar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar