Selasa, 30 April 2019

Manfaat Ekonomi Mitigasi Bencana


OLEH Elfindri
Direktur SDGs Universitas Andalas dan Profesor Ekonomi SDM
Sesuai dengan penjelasan UU No 24 tahun 2007, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran, dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana.
Dari pemahaman itu jelas, urusan mitigasi bencana ini terutama dilakukan oleh pemerintah. Karena mitigasi bencana tidak akan mampu fihak swasta menyediakannya. Jika swasta menyediakan, kemudian segala upaya untuk menyediakannya akan berbiaya. Masyarakat akan kesulitan dalam membayarnya.
Kendatipun negara mesti menyediakan, secara kelembagaan mitigasi bencana juga perlu melibatkan simpul-simpul kelembagaan masyarakat, termasuk kelompok filantropis. Agar semua kekuatan kelembagaan akan bisa berperan dan dioptimalkan.

Beruntung penulis pernah masuk ke Museum Smitsonian di Washington pada 24 November 2016. Di sana pertama kali melihat alat pencatatan gempa sepanjang waktu, bisa melihat kejadian alam yang terekam oleh NASA, dan bagaimana punahnya hewan-hewan purbakala, akibat banjir dan kekeringan. Menginspirasi sekali akan perlunya mitigasi.
Jika kita melihat berbagai literatur kebencanaan, maka kondisi bumi justru kualitasnya akan semakin menurun. Pertanyaannya adalah apakah mitigasi bernilai ekonomi? Jawabannya adalah jelas nilai ekonomi mitigasi tentu akan besar setidaknya untuk mengurangi segala risiko yang diakibatkan oleh berbagai betuk bencana.
Ring of Fire
Memang benacana adalah sebuah kondisi yang tidak bisa diprediksi. Karena dalam kitab Alquran saja sudah dinyatakan bahwa gempa saja tidak diketahui kapan dia datang dan berapa besar magnitudonya.
Namun untuk bencana yang berasal dari ulah manusia, dengan perkembangan tingkah ilmu tentang tingkah laku manusia, diprediksi berapa dampak dari tingkah laku terhadap kemungkinan bencana yang berasal dari manusia.
Sumatra Barat, sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, memang berada pada wilayah bencana. Bencana yang paling utama adalah muncul berkaitan dengan kegempaan, banjir, longsor ‘land sleeding’, kekeringan, kebakaran hutan, dan gunung meletus. Dari statistik kebencanaan diketahui intensitas dari bencana semakin banyak frekuensinya. Jumlah penduduk yang menjadi korban akibat bencana tersebut juga semakin besar.
Katakan aktivitas gempa. Setiap kali gempa melanda telah semakin membuat korban jiwa tergantung intensitas besarnya, apalagi disertai dengan tsunami.
Di Sumatra Barat gempa tahun 2009 saja, telah meluluhlantakkan Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang. Dan membawa korban jiwa dan harta yang tidak sedikit.
Bencana tanah longsor dan air bah, juga telah membuat porak porandanya beberapa daerah. Yang pasti hingga kini, kejadian bencana memiliki risiko masyarakat terkena dampaknya. Kenapa? Karena kebanyakan daerah yang dijadikan pemukiman penduduk, belum didasarkan pada kawasan yang relatif kecil dampak bencananya.
Semestinya, kawasan-kawaan pemukiman penduduk sedemikian rupa sudah dapat dipetakan. Mana yang besar risiko jika dibangun perumahan mana yang tidak. Peta geografis dan aturan terhadap boleh tidaknya pendirian pemukiman masih belum tersedia. Misalnya, pada daerah dimana jangkauan daerah berpotensi untuk gempa.
Tanah di atas sepanjang patahan sumber gempa seharusnya sudah dijadikan alih fungsi. Dari pemukiman menjadi penghijauan. Atau untuk aktivitas pertanian. Banyak sekali kawasan-kawasan pemukiman, yang berada pada daerah yang mudah untuk terjadinya longsor perbukitan, dataran rendah yang tertutup akibat genangan banjir.
Pemukiman tepi pantai yang mudah abrasi. Oleh karenanya sangat strategis jika persoalan dampak dari bencana ini direncanakan secara matang, kemudian dilakukan tindakan mitigasi untuk itu.
Ekonomi Mitigasi
Ekonomi mitigasi jelas memberikan informasi kepada kita bagaimana manfaat investasi bencana untuk mengurangi risiko. Semua aktivitas baik fisik, penyediaan alat detektor, pembuatan bangunan antigempa, pembangunan selter, dan yang lebih penting membangun kesadaran dan penguatan institusi akan memberikan dampak positif terhadap pengurangan risiko bencana.
Pengeluaran terhadap hal ini tentunya menjadi berubah-rubah variable, tergantung kepada bagaimana sikap dan tindakan untuk melakukan investasi untuk mitigasi. Dalam hal kebencanaan misalnya, investasi peralatan untuk mendeteksi gempa dan tsunami akan memberikan informasi. Dalam waktu yang pendek masyarakat akan mengetahui akan dampak dari gempa, dan masyarakat kemudian mesti paham bagaimana menyelamatkan diri.
Tidak saja hal itu, mengingat banyak sekali kawasan perumahan yang mudah tertimbun akibat longsor, maka teknologi sederhana dalam pendeteksian tanah ambruk ‘land sliding detector’ sudah tersedia teknologinya. Investasinya tidak mahal. Namun ketika dipasang, dalam radius tertentu akan memberikan sinyal daerah mana yang akan mengalami land sliding sebelum kejadian terjadi.
Upaya untuk menyiapkan penangkal air bah yang tinggi tentu memerlukan investasi yang bear pula. Mengingat intensitas gempa dan jenis lainnya kita tidak mengetahuinya. Namun perlu pula secara cermat mana di antara investasi yang masih pantas dan secara efektif dilakukan.
Pembangunan sarana fisik di daerah patahan gempa, misalnya memerlukan kombinasi antara tahan gempa, dengan tempat dimana kemungkinan ada space yang disediakan. Misalnya jika membangun konstruksi pasar dan sekolah, maka dapat dilakukan berbagai alternative bahwa pasar dan sekolah adalah bagian dari daerah tempat evakuasi.
Arah Investasi
Beberapa arah investasi menjadi penting ke depan, pertama selain pengembangan sistem pendeteksian dini melalui alat pemantau tsunami, pendeteksian untuk land sliding juga menjadi penting untuk konteks Sumatra Barat.
Pemerintah daerah mesti menyusun skenario investasi untuk ini, dengan time line yang jelas. Peta tentang daerah-daerah dimana risiko bencana semestinya sudah harus tersedia per kabupaten. Peta yang disertai dengan kawasan yang berdampak risiko.
Kedua yang juga penting adalah bagaimana menyiapkan sarana fisik, seperti yang diilustrasikan di atas. Biar penyediaannya untuk jangka panjang secara bertahap, namun terlaksana dengan perencanaan yang matang. Ketiga, penyiapan masyarakat menjadi perlu, untuk meningkatkan kesadaran dan awareness, jika terjadi diantara satu jenis bencana, bagaimana mereka meresponse dan menyelamatkan diri.
Di Flinders University South Australia, sudah menjadi agenda, dimana adanya simulasi 1 dalam setahun dilakukan akibat kebakaran. Simulasi-simulasi ini bisa diterapkan di sekolah-sekolah, dengan melakukan adengan dan skenario jika terjadi bentuk bencana.
Ke empat, model kelembagaan masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terjadi bencana, maka organisasi masyarakat jelas fungsinya bersama sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Dengan demikian pembekalan ilmu, keterampilan, dan kesadaran adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam mitigasi bencana ini.  n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...